Responsive Ad Slot

Latest

Sports

Gossip

Covered

Selingkuh, antara Libido atau Cinta

Posted on Jumat, 26 Mei 2017 Tidak ada komentar

Jumat, 26 Mei 2017


Malem jumat begini mendadak saya teringat kata-kata sohib saya, seorang wartawati senior yg dulu pegang banyak majalah fashion dan gaya hidup.

Doi pernah wanti-wanti, "Mas Srondol, hati-hati ketika masuk usia 30-40 an. Harus bisa bedakan mana itu libido dan mana itu perasaan".

Pesan yang ternyata sangat berarti bagi saya pribadi dalam mengarungi dunia pergaulan di Jakarta ini.
Ya, banyak kejadian disekitar saya yang menjadi bukti gagalnya mereka (boro-boro menangangi) membedakan dua hal ini. Tidak perduli pria atau wanita, miskin kaya, berpendidikan tinggi atau sekedar wajib belajar, introvert atau aktif di komunitas.

Saking parahnya, banyak kawan meninggalkan anak istri atau istri kabur meninggalkan rumahnya. Libido sesaat yang menghancurkan seluruh kehidupannya.



Nah, ada tips menarik dari sohib untuk menghadapi situasi seperti ini. Ya, memang sulit menjadi "holyman" di gemerlap ibukota. Doi bilang, "Mas Srondol, ingat! Boleh nakal tapi jangan bejad".
Tampak sepele memang, antara "nakal" atau "bejad".

Tapi percayalah, akan sangat sulit membedakan jika kita sendiri masuk dalam lingkaran dan waktu ini. Istilahnya, buat cowok masuk area "Cakung" atau cuaca mendukung dan cewek terjebak ke-nyaman-an rayuan.

Cuman yang jelas, keduanya merugikan walau berbeda level. Untuk cowok, nakal mungkin sekedar menghasilkan masalah dijewer istri, kalau bejad-- maaf. Akan menghasilkan ke-sial-an. Apalagi bejad yang sampai mendepak anak istri yang tak bersalah. Atau bahkan ditambah dengan menyalahkan pasangan dengan alasan dicari-cari.

Dan kesialan model begitu, biasanya akan menular. Menular ke tetangga, teman sekitar atau bahkan kelompok kita berinteraksi.

Kalau saya, jika ketemu orang seperti ini dalam ring pergaulan. Mending saya menjauh. Bila perlu tinggalkan. Ngeri.

Selamat malam jumat.
Hazmi Srondol

Pangeran Arab dan Bantahan Teori Bumi Datar

Posted on Senin, 08 Mei 2017 Tidak ada komentar

Senin, 08 Mei 2017

Sewaktu kecil, saya tidak berminat menjadi seperti pangeran-pangeran di komik-komik. Apalagi semakin agak besar--saya semakin tahu kalau pangeran di Jawa saja, semenjak akhil baliq sudah harus disapih dari keluarga bear dan dimasukan ke Kesatrian. Salah satu alasannya biar nggak "mbok-mbok'en".

Ditambah baca statement dari seorang pangeran luar negeri yang sampai mengatakan "menjadi pangeran itu seperti kutukan". Hidupnya berat, terbatas dan serba diatur protokoler. Alasan tanggung jawab besar kerajaan dimasa depan selalu menjadi alasannya. Bahkan ndusel-ndusel ibunya saat mau nonton TV pun nggak bisa. 

Namun gara-gara mbanyak video youtube soal teori bumi datar, saya menarik diri dari penolakan minat jadi pangeran ini.

Ya, saya mendadak pengen jadi pangeran. Soalnya dengan kekauatan finansial plus akademisnya-- Pangeran Sultan bin Salman bin Abdulaziz Al Saud puta Raja Salman bisa pergi ke luar angkasa dengan pesawat Discovery. Peluncuran pesawat ini tanggal 17 Juni 1985 di Kennedy Space Center’s Launch Complex 3.

Jadi ketika saya dan teman-teman telko lainnya memble dower menjelasakan secara teknis bagaiamana bentuk satelit di bumi, cara monitor dan kontrolnya biar gak geser kanan kiri dari orbit dan lain sebagainya sebagai bukti bawa bumi tidak datar. Itu pun kalau oteq mereka nyangkut. Kalau nggak ya tambah dower memblenya.

E, Pangeran Sultan mungkin cuman mbatin "Nggak usah sotoy kalau bumi itu datar. Saya dah liat bumi dari luar angkasa..."

Dan saya, juga pengen mbatin kayak begitu.

[Hazmi Srondol]

Balap Hotwheels dan Tumbuhnya Sifat Gentleman Anak Lelaki

Posted on Minggu, 07 Mei 2017 Tidak ada komentar

Minggu, 07 Mei 2017

"Jadi skenarionya, aku mainkan yang pasti kalah dulu--baru terakhir jagoannya, pak. Biar keren menangnya. Dramatis" kata Thole saat jelang balapan prosotan mobil hotwheels itu dimulai.

Sebagai bapak, saya mangut-mangut saja. Idem-in ajalah. Toh ini area permainan anak-anak.

Ya, dalam lomba kali ini-- ia mendaftarkan 3 namanya. Thole 1.0, Thole 2.0 dan Thole 3.0 sesuai batasan maksimum jumlah mobil yang didaftarkan.

Untung saja, lagi diskon besar sehingga modal membeli 6 mobil tidak terlalu mengoyak celengannya.

Benar. Pada mobil pertama dan kedua-- mobil jenis muscle car amerika ini memang bukan tipe untuk kompetisi seperti jenis Vendeta, Parodox dan lain sebagainya ini. Walau kalah, dia cukup senang menlihat mobilnya begulingan keluar dari trek. Miriplah dengan Dominic Toretto di seri FF1.

Yang paling mendebarkan tentu saat masuk skenario lombanya. Kebetulan, sesi penyisihan ini ada dua kali balap. Yang pertama kalah dan kedua alhamdulillah menang.

Hanya saja, dibutuhkan satu balap penentuan.

Bapaknya tegang, anaknya apalagi. Dan ternyata, skenario gagal total. Sesi penentian ini Thole kalah.

Sempat beberapa detik bapaknya melirik air muka anak terbesarnya ini. Ada wajah kecewa. Pahamlah saya atas perasaannya.

Hanya saja, mendadak bapaknya terkejut. Mas Thole menghampiri lawannya.

TOS!

"Selamat atas kemenangannya, bro!" Katanya dengan senyum lebar. Lawan tandingnya pun begitu. Ternyata, lawannya ini kakak kelasnya di sekolah.

Usai merapikan box mobil prosotan, sembari pulang bapaknya bertanya.

"Nggak papa kalah tuh, mas?"

"Nggak papa. Saya pas futsal sering menang kok. Sesekali kalah ya biasa." Jawabnya santai.

"Oh. Emang sering menang dimana, mas?"

"Lah, taekwondo aku jarang kalah pak. Sama kakak kelas juga jarang kalah. Malah kayaknya nggak pernah deh..."

Yayaya, kutepuk pundaknya kali ini. Bangga bener bapakmu ini. Bukan soal kalah menangnya, sih. Soal sikap "gentlement" yang tampak subur tumbuh dalam jiwanya.

*Bungah.

Oleh: Hazmi Srondol

Antara 'Busa' Salju Jakarta dan Jepang

Posted on Sabtu, 06 Mei 2017 Tidak ada komentar

Sabtu, 06 Mei 2017

Saya rasa, mimpi hampir semua orang yang lahir dan besar di daerah tropis adalah melihat salju. Demikian pula saya.

Nah, saking pengennya-- duluuuuu banget, saat ke Jepang bersama kakang Triyono, kami nekad pergi ke Gunung Fujiyama.

Dalam perjalanan, saya berdebat soal benda putih di samping kanan kiri jalan menuju gunung. "Itu salju, Ndol", kata kang Tri yakin.

"Nggak ah, kang. Itu kayaknya cuman busa. foam lah. Namanya tempat wisata. ya, biar seneng wisatawannya" jawabku mantab.




Kang Tri terdiam. Apalagi kutambahin tentang cuaa dalam bis yang tetap hangat. Kang Tri terdiam.

Namun anehnya, kok semakin lama, tumpukan yang kusebut "busa" itu semakin banyak dan padat. Hingga akhirnya pas turun bus, baru kerasa sangat dingin dengan hamparan dataran gunung yang putih.

Setelah kugengam. ealah.

"Busa gundulmu, Ndol" kata Kang Tri ngakak.

Aku pun jadi ngakak. Mengaku kalah namun tetap senang. Inilah salju pertama yang kurasakan.

"Horeeee...! KIta nyamain rekor Faizal! Juooozz!" kataku bersorak-sorak.

"Eh, jangan seneng dulu" katanya mendadak dengan wajah serius.

"Emang kenapa?" kataku penasaran

"SI Faizal baru kirim foto, dia dah hujan-hujanan salju. Kita baru salju abadi. Jauh, ndol"

Gubrak. Kami pun terdiam bareng. Senengnya cuman sesaat. Masih kalah telak dibanding sohib yang satunya itu. Siyal. Hahahha...

Hutang yang baru beberapa tahun kemudian baru bisa terbalaskan saat di Stuttgart, Germany.





Nah, inti dari cerita ini adalah: Saya menebak lagi, salju yang turun di Jakarta barusan itu adalah busa. Serius deh itu busa. soalnya diinjak ban mobil, terlihat gelembung busanya. Bukan kayak salju yang terinjak ada bekas tapak ban-nya.

hehehe...

oleh: Hazmi Srondol
Don't Miss