Responsive Ad Slot

Latest

Sports

Gossip

Covered

Setan Vs Malaikat: Lupa Bayar Minum

Posted on Selasa, 25 Februari 2014 Tidak ada komentar

Selasa, 25 Februari 2014

 

Putar balik di jalan dua arah yang ramai kendaraan, memang menjadi salah satu hal paling mengesalkan saat sedang mengemudi kendaraan.

Beradu argumen antara setan dan malaikat di dalam hati saat seorang sahabat mengingatkan perihal minuman yang belum dibayar saat usai acara tadi. Minuman tambahan untuk perpanjangan waktu saat asyik ngobrol bersama rekan-rekan usai sebuah acara.

Setan bicara agar aku memakai jurus "Darmoji" ala jaman sekolah saja. Alias dahar limo ngaku siji (makan lima ngaku siji). Toh nggak kenal juga dengan pelayan dan kasirnya ini.

Namun di sisi telinga yang lain malaikat bilang, mesti mutar balik. Walau repot tapi teh anget manis dalam perut itu jadi haram dan menambah timbangan dosa. Hal yang sering orang bilang "dosa nggak ngejendol" ini.

Hmmm...

Baiklah, kami memilih balik badan.

Toh tidak seberapa pula ongkos teh manis dan kopinya. Apalagi terfikir juga rasa kasihan karyawan restoran yang mesti nomboki bon yang tak terbayar dari gaji mereka yang mungkin bagi sebagian orang tak seberapa.

Sesampainya di kafe, terlihat wajah sumringah para pelayan. Kufikir ini gegara minuman tersebut bakal terlunasi.

Ternyata tidak, ternyata mereka menemukan tas ransel berisi Macbook dan kamera DSLR yg tertinggal di meja tempat ngeriung tadi. Mereka jadi gak kerepotan mencari. Dan aku pun, mendadak jadi lemas sekaligus bersyukur.

Bersyukur memilih repot dan keluar biaya tak seberapa utk bayar minuman tersebut, namun tas ransel itu terselamatkan dari ketertinggalan.

Ya, itu tas ranselku .

:-(

Misteri Sorban Besar Pangeran Diponegoro

Posted on Sabtu, 22 Februari 2014 Tidak ada komentar

Sabtu, 22 Februari 2014

Sewaktu SD saya sedikit binggung dengan ukuran sorban pangeran Diponegoro yang rada oversize alias kebesaran yang terlihat di buku-buku sejarah. Saya sempat berfikir, ada salah gambar dari lukisan tersebut yang direpro dalam bentuk foto.

Apalagi semenjak melihat munculnya ustadz-ustadz di TV yang memakai sorban dengan ukuran tak sebesar yang dipakai pangeran Diponegoro--semakin kental persepsi awal bahwa gambar tersebut salah.

Namun, setelah melihat gambar sorban Sultan Sulaiman pemimpin kerajaan Turki Ottoman ditahun 1520 an--yang ukurannya lebih oversized kegedean, saya merasa sepertinya tidak salah lukisan awal pangeran Diponegoro itu. Bahkan bisa jadi, gambaran sorban nya lebih kecil dari aslinya.

Hal ini baru saya sadari setelah tahu bahwa Pangeran Diponegoro adalah seorang Mursyid (guru tasawuf) besar aliran Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsabandiyah. Aliran sufi ini mengajarkan bahwa "kaum sufi" adalah kaum yang sudah bercerai dengan "dunia" karena sudah terikat hatinya pada Sang Penciptanya.

Perjuangan yang dilakukankan murni karena murni merasa bagian dari "tugas"-nya sebagai manusia untuk menegakkan yang haq (benar) adalah haq dan bathil adalah batil. Lebih mengejutkannya, beliau menolak menjadi raja mengantikan Sri Sultan Hamengkubuwono III karena alasan sepele, beliau adalah anak selir.

Nah, saya yang tadinya terkejut dengan catatan sejarah ini akhirnya paham. Yang dilakukannya adalah normal untuk manusia selevel beliau.

Karena seperti Sultan Sulaiman dari Turki yang sorbannya kayak kegedean--saya baru sadar bahwa sorban tersebut besar bukan karena faktor fashion untuk menunjukan besarnya jabatan mereka berdua. Sorban besar tersebut, tak lain dan tak bukan hanyalah kain kafan yang mereka persiapkan sendiri untuk mengkafani jasadnya sendiri jika mendadak Allah memanggil nya dari kehidupan di dunia.

Mendadak saya berharap segera lahir pemimpin di negeri ini yang setidaknya mengalir atau terdapat setetes aliran darah dan pemahaman yang sama dengan Pangeran Diponegoro ini.

Pemahaman bahwa--pemimpin itu adalah orang paling depan yang paling siap mati membela yang haq. walau pun gayanya tidak modis sama-sekali.

....

follow: @hazmiSRONDOL

Lowongan: Penunggu Sholat

Posted on Tidak ada komentar
 

Saya sempat tidak percaya dengan sahabat baru yang saya temui saat umrah ini. Ia bilang, "Kerja saya hanya menunggu waktu sholat saja, mas.." saat kutanyakan pekerjaan utamanya apa.

Siapa juga bisa percaya, dengan rutinitas ibadah umrah tahunan yang ia ceritakan beberapa hari sebelumnya--kok pekerjaan utamanya itu.

Becanda kaleee!

Lalu insting economical-ku menajam dan mencoba mengurut darimana ia membiayai rutinitas ibadahnnya dipastikan memerlukan biaya yang sangat besar.

Jangan-jangan ia anak konglomerat yang menyamar di Masjid Nabawi atau malah jangan-jangan koruptor yang sedang tobat di Raudah. "Ya nggaklah, mas. sembari menunggu waktu sholat saya mengisi nya dengan jualan palugada (apa lu mau gua ada)" jawabnya sambil tersenyum lalu membuka ponselnya yang sepertinya ada pesan masuk.

Sedikit penasaran, kucoba lirik ponsel yang font nya besar-besar itu--mungkin matanya sudah mulai plus. "Pa, untung dari jualan mobil bekas bulan ini 8XX juta. Dari kue 1XX juta.."

Aku mendelik.

"Alhamdulillah, catet aja dulu ma. Papa lagi nunggu adzan Dhuhur" jawabnya sambil menutup ponsel lalu kembali komat-kamit dzikir didalam masjid yang jadwalnya--baru sejam lagi adzannya. Yang ini, aku pengen semaput.

***

Hazmi Srondol
Don't Miss