Responsive Ad Slot

Latest

Sports

Gossip

Covered

Terima Kasih, Raja Salman

Posted on Rabu, 01 Maret 2017 Tidak ada komentar

Rabu, 01 Maret 2017

Assalamuálaikum Warahmatullah Wabarakatuh,

Alhamdulillah, saya mendengar kabar jika hari ini (1 Maret 2017)—Yang Mulia Penjaga Dua Kota Suci,  Raja Arab Saudi ketujuh dan pemimpin Wangsa Saud--  Salman bin Abdulaziz al-Saud akan mendarat dan hadir di negara kita Indonesia, sebuah negeri yang merupakan sekeping surga di bumi.

Saat ini, menjelang kedatangan beliau—saya memang tidak dalam barisan rakyat Indonesia lainnya yang berdiri di pinggir jalanan menyambut kedatangan beliau secara langsung. Saya masih di sini, di depan layar komputer ini.

Namun dalam hati yang paling dalam, saya ingin menjawab pertanyaan beberapa teman-teman di status facebook-nya yang mengatakan “Apa yang akan kamu lakukan ketika diberi kesempatan bertemu Raja Salman?”

Dalam kesempatan ini, izinkan saya menjawab pertanyaan tersebut. Jawaban saya adalah: Saya hanya ingin mengucapkan “Terima Kasih”.

Terima kasih atas segala pelayanan negara beliau, baik langsung mau pun tidak langsung saat bertamu ke tanah suci Mekah dan Madinah untuk menjalankan ibadah Umrah sendiri tahun 2014 dan bersama istri pada tahun 2014.


Ya, memang pengalaman saya saya sangat pendek. Baru sebatas ibadah umrah. Mengingat untuk sempurna menjalankan ibadah Haji—kami sekeluarga masih harus sabar menunggu antrian belasan tahun bersama puluhan bahkan ratusan juta umat Islam di Indonesia lainnya karena kuota haji yang sangat terbatas.

Walau pun begitu,  dalam waktu yang sangat singkat tersebut, banyak sekali pengalaman yang membuat saya tak henti-hentinya ingin mengucapkan syukur kepada Allah dan kerajaan Arab Saudi atas layanan yang sangat memuaskan ini. Hal-hal tersebut antara lain:

1. AIR YANG MELIMPAH

Jujur saja, ketakutan terbesar bagi saya dan umat Islam Indonesia pada umamnya saat pertama kali hendak ke tanah suci—di mana semenjak kecil selalu mendapat cerita geografisnya yang tandus dan kering khas padang pasir adalah minimnya air untuk wudhu, mandi atau minum.

Sampai-sampai, kesan saya terhadap penyebab kenapa Allah menurunkan banyak hewan unta di jazirah Arab, ya karena binatang tersebut dianggap  paling mampu bertahan di padang pasing karena menyimpan air belum hilang dari benak saya.

Sungguh saya takut luar biasa. Kami dilahirkan dari negeri yang mudah sekali mencari air. Saat itu, saya begitu paranoid dan sempat membawa beberapa botol air untuk berjaga-jaga apabila kehausan selama di tanah suci.

Sempat juga saya mendapat arahan saat hendak berangkat umrah, agar tidak membawa sabun mandi dari Indonesia karena jikalau ada air untuk mandi, airnya sedikit berlendir sehingga ketika mandi—busa sabunnya konon akan sangat sedikit. Harus memakai sabun buatan asli Arab. Ya Allah, kenapa begini?

Alhamdulillah, setibanya di tanah suci. Semua ketakutan hilang dan buyar. 

Air mudah sekali ditemukan. Kamar mandi hotel begitu deras airnya. Bahkan sabun mandi batangan lokal Indonesia yang nekad saya bawa, tetap berbuih dan kesat ketika dipakai. Tidak ada rasa lengket atau berlendir selama mandi. Segar.

Belum lagi air zam-zam. Banyak bertebaran di seluruh area masjid. Baik masjid Nabawi Madinah mau pun Mekah al Mukaromah. Lengkap dengan gelas plastiknya. Boleh diminum di tempat atau dimasukan botol untuk dibawa pulang ke hotel. Gratis!

Sungguh sempat saya berfikir, berapa investasi yang dikeluarkan kerajaan untuk sistem supply air bersihnya ini? Ada ratusan ribu bahkan  jutaan jemaah setiap hari yang datang ke tanah suci.

Belum lagi, betapa melongo dan kagumnya terharap sumur Zam-zam yang mulia ini. Bagaimana mungkin bisa mencukupi untuk kebutuhan minum jemaah ini? Hanya Allah lah yang tahu.

2. MAKANAN YANG MURAH

Ada keheranan yang luar biasa saat berbelanja buah pisang di sebuah toko swalayan di tanah suci. Harga pisang sepasang (dua buah) hanya 2 riyal saja. Jika dibandingkan dengan swalayan di Indonesia, harga pisang sejenis sekitar 5000 rupiah satu biji.

Bahkan dengan berkelakar, salah seorang kawan mengatakan, “Jangankan beli, meminta saja juga bakal diberikan gratis”.


Waduh, mohon maaf—bukan maksud menyombongkan diri. Kami datang bertamu ke tanah suci bukan untuk mengemis. Kami datang untuk beribadah. Walau tidak seberapa uang bekal kami dari tanah air Indonesia, berbelanja di tanah suci—khususnya di kota Madinah, kotanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah kebahagiaan tersendiri. Senang bisa ikut serta memakmurkan kota Nabi ini.

Nah, jangankan lebih murah, sama dengan harga di tanah air saja saya sudah heran luar biasa. Apalagi di Arab, saya jarang bahkan belum pernah melihat pohon pisang. Kalau pun banyak pohon buah. Hanya pohon kurma yang saya lihat lebat berbuah.

Beda dengan di Indonesia, tinggal melempar pisang ke tanah, Insya Allah besok sudah muncul pohonnya.

Ada beberapa kawan yang menjelaskan perihal murahnya buah-buahan di kerajaan ini. Dari jawaban Allah atas doa Nabi Ibrahim agar Allah memcukupkan makanan ke anak cucunya di daerah ini walau pun daerahnya tandus.

Hingga jawaban teknis dari sahabat yang berkerja di perusahaan distributor makanan di Arab Saudi. Menurutnya, murahnya makanan itu disebabkan oleh subsidi dari kerajaan Arab Saudi tempat Raja Salman bertahta. Masya Allah.

Semua urusan import pangan dan perdagang pangan dibantu kerajaan. Harga beli disesuaikan dengan pendapatan rakyat. Harga jual pun juga dikontrol negara.

Sehingga jika ada kenaikan harga di supermarket, semua harus ada izin naik harga dari Kementrian Perdagangan. Jika ada yang mencoba menjual lebih mahal dari harga umum, cukup difoto dan di-share ke aplikasi mobile dari kementrian perdanganan, nanti toko tersebut akan terkena denda dan cabut izinnya.

Peraturan yang ternyata juga berimbas dan sangat membantu para jemaah yang bertamu ke tanah suci. Termasuk kami sekeluarga.

3.  KEAMANAN SELAMA IBADAH UMRAH

Dari pertama kali menginjakkan kali di Jedah hingga berada di taah suci Madinah dan Mekah, hingga kembali ke tanah air Indonesia, alhamdulillah kami semua dalam kondisi aman tak kurang satu apa pun.

Walau memang, tetap kami diberi tahu agar berhati-hati. Apalagi ketika di kota Mekah. Konon, masih banyak ketutunan Abu Jahal dan Abu Lahab yang kadang masih jahat. Jujur, himbauan ini membuat kami ketakutan.


Ya, memang saat saya umrah sendirian--sempat bertemu gerombolan pendatang yang memaksa berfoto di Jabal Rahmah dengan tarif 100 riyal. Sempat juga bertemu dengan beberapa pengemis yang menyamar saat saí. Atau pernah diminta tarif mengantar untuk mencium batu Hajar Aswad.

Namun alhamdulilah, ketika kedua kali hadir bertamu ke tanah suci bersama istri. Tidak saya temui lagi gerombolan tukang foto yang memaksa ini.

Untuk di kota Madinah, Alhamdulillah lagi—saya tidak terbersit kekhawatiran sama sekali. Penduduknya baik-baik dan ramah seperti di Indonesia. Sampai-sampai, saya pernah didatangi warga Madinah saat duduk kelelahan di masjid Nabawi.

Beliau mendadak memijat-mijat kaki dan punggung saya. Gratis dan pergi sambil tersenyum ketika lelah dan kaku otot ini hilang. Saya tidak kenal dan belum sempat juga berkenalan. Titip salam saya buat saudaraku yang satu ini.

Jadi, dari serangkaian catatan pengalaman ini—kembali saya ingin mengulang jawaban pertanyaan tentang apa yang ingin kulakukan saat bertemu Raja Salman. Saya hanya ingin mengucapkan:

“Terima kasih”.

Itu saja.

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh,

Hazmi Srondol dan Keluarga.


Don't Miss