Responsive Ad Slot

Latest

Sports

Gossip

Covered

Nissan Juke, Ceria Seperti Jukebox dan Aman Laksana Gembok

Posted on Selasa, 23 Oktober 2012 Tidak ada komentar

Selasa, 23 Oktober 2012

“Apalah arti sebuah nama?”

Pertanyaan ini muncul dalam salah satu dialog antara Romeo dan Juliet karangan pujangga Shakespeare. Pertanyaan yang ternyata sangat berbeda dengan apa yang ada di benakku saat sebuah nama dari salah satu produk Nissan muncul pertama kalinya setahun yang lalu di Indonesia—JUKE!

Muncul rasa penasaran yang tinggi dengan pemilihan nama tersebut, kata juke sendiri selintas sangat dekat dan berada pada dua kata yang sangat populer dalam dunia humor yaitu joke dan Juki.

Dimana kata joke sendiri mengacu pada sebuah istilah lelucon baik panjang maupun pendek. Sempat terfikir apakah memang maksudnya begitu? Seperti halnya penempatan lampu besar yang sedikit ‘menipu’ pada awal pertama kalinya kumelihatnya di situs pencarian Google. Sebuah lampu yang berbentuk tajam, modern dan atraktif yang berada paling atas dekat dengan kap mobil itu ternyata hanyalah sebuah lampu sein dan lampu besarnya malah berada pada sebuah lokasi yang lazimnya merupakan posisi lampu kabut (fog).

Sedangkan kata Juki sendiri adalah seorang tokoh anak pak RT dalam salah satu lagu Benyamin Sueb yang dikisahkannya pernah mengintip pacarnya yang sedang mandi, anehnya—setelah diintip bukannya marah tetapi malah pacarnya naksir si Juki. Belum habis gondoknya, mendadak si Juki kondang sebagai penyanyi keliling yang menyedot perhatian para gadis sekampung bang Ben. Lalu, apakah memang Juke ini diharapkan menjadi mobil yang nakal, playboy dan hanya khusus cowok untuk pemakainya?

Ternyata jawabannya TIDAK!

Dari pencarian di Google, setelah hampir semakin binggung dengan arti harfiahnya yang merujuk pada tekukan leher burung atau gerakan berputar pada permainan sepakbola akhirnya pencarianku menemukan sebuah padanan kata yang menurutku sangat tepat sekali, yaitu jukebox.

Jukebox sendiri adalah sebuah alat pemutar musik otomatis yang populer di Amerika dan Eropa pada era tahun 50 atau 60-an. Mesin ini membutuhkan sebuah koin yang dimasukan kedalam alatnya dan ada beberapa kombinasi huruf dan angka yang di pencet di tombolnya untuk memilih sebuah piringan hitam mini yang akan memutarkan lagu yang kita inginkan. Konsepnya tidak jauh berbeda dengan IPOD atu MP3 player jaman sekarang.

13509368781303484349

15 Kompasianer dan 3 Kompasianer Kid


 

Filosofi kesenangan dan keceriaan dari jukebox ini tentu menjadi landasan konsep pembuatan Nissan Juke yang dirancang  di Nissan Design Europe. Dan konsep fun atau keceriaan berkendara itulah yang membuatku sangat bersemangat dalam mengikuti test drive Nissan Juke bersama 14 Kompasianer lainnya  sekaligus perayaan ulang tahun komunitas NJIA (Nissan Juke Indonesia Association) yang pertama di taman Budaya, Senyul City. Dimana diacaratersebut juga dihadiri oleh Presiden Direktur PT NISSAN MOTOR INDONESIA, Mr. Kintaro Izumida yang sangat ramah dan murah senyum.

Sungguh, tiada penyesalan mengikuti acara tersebut.

Saat pertama kali masuk kedalam kabin mobil yang ternyata selain di Oppama-Jepang dan Sunderland-Inggris, mobil ini juga dibuat di Purwakarta-Indonesia. Sebuah kebanggan tersendiri setelah tahu bahwa kendaraan ini dirakit di negeri sendiri, tidak seperti kompetitornya yang biasanya malah membuatnya di negeri gajah putih walau menjual produknya di Indonesia.

Rasa penasaran tentang keasyikan mengendarai Nissan Juke pun terjawab sudah, ada beberapa catatan penting tentang mobil ini antara lain:

1. TAMPILAN

Sudah lama semenjak era tahun 90-an, setelah era Suzuki Vitara/Escudo/Sidekick hampir tidak ada lagi kendaraan yang multi gender. Kendaraan yang dibuat biasanya hanya merujuk pada satu jenis pengendara. Kalaupun ada, biasanya dipaksakan penggunaannya. Hal ini sangat berbeda dengan Nissan Juke, sebuah kendaraan kombinasi antara SUV dan compact sport coupe yang pantas dipakai oleh pria maupun wanita. Para Pria terlihat makin gagah, sedangkan perempuan terlihat makin elegan.

Bahkan menariknya, mobil yang menurut versi Nissan sendiri bertema Robiotic (robotic+biotic) ini  mempunyai rentang usia yang sangat lebar. Baik anak mahasiswa, ibu rumah tangga maupun para profesional senior pantas mengendarainya.

Jadi tidak usah heran jika kendaraan ini melampaui jauh dari target penjualannya di semester awal 2012 ini. Dari 3500 an yang di canangkan dan penjualan resminya tembus pada 5401 buah. Wow!

2. KABIN

Kombinasi 2-3 atau 2 kursi depan dan 3 penumpang belakang, terasa sangat nyaman di kabinnya. Bahkan team kami yang sebenarnya berisi 4 penumpang yang teridiri 2 kompasianer dewasa dan 2 anak-anak (salah satunya anakku) tampak happy dan ceria didalamnya.

Bagasinya pun secara mengejutkan mempunyai kapasitas yang besar. padahal sempat terbayang kesulitan membawa banyaknya tas yang kami bawa sejak berangkat dari meeting point di Nissan MT Haryono, Jakarta.

3. HANDLING

Sudah kuduga sejak pertama kali kumelihat tapak ban dan jarak antar sumbu roda yang lebar, Nissan Juke ini akan memberikan kestabilan yang tinggi. Lebih lengkapnya lagi, jarak pijak ke tanah yang tinggi, sangat cocok untuk kondisi jalan Indonesia yang banyak jalan berlubang di pingiran atau luar kota. Bahkan masih aman untuk menghadapi genangan yang timbul ketika mendadak hujan deras yang berpotensi banjir.

4. I-CON

Selain penempatan speedometer, tachometer dan audio system yang gampang dijangkau dan ergonomis, lengkap dengan fitur layar sentuhnya—didalamnya terdapat fitur I-CON (Nissan's Integrated Control System) yang membuat kita mudah memilih setingan Sport, Normal maupun Eco untuk menyesuaikan kebutuhan maupun gaya mengemudi kita. Fitur Eco sendiri sendiri sepertinya jadi point utama para ibu-ibu pengguna Nissan Juke ini, harap maklum—jangan sampai setelah membeli mobilnya, uang dapur mendadak menyusut karena konsumsi bahan bakar kendaraan yang boros.

5. PERFORMA

Walaupun versi yang beredar di Indonesia ‘hanya’ berkapasitas 1500cc (HR15DE I4) dan bertransmisi matic, namun sangat mengejutkan ketika mencoba setting ‘sport’ lewat pilihan di I-CON nya, terasa sentakan tenaga yang besar dan agresif. Andai saja tidak sedang konvoi, sudah gatal sekali ingin membelokan kendaraan ini di pintu tol Sirkuit Sentul, bukan di Sentul City untuk mencoba sat atau dua lap aspal sirkuit Sentul yang berkarakter high speed.

Makin geregetan sebenarnya, setelah terlihat dari rombongan ada satu Nissan Juke versi Jepang yang terlihat dari kode bumper belakangnya tempelan logo DIGTURBO yang berarti mobil ini berkapasitas 1600cc lengkap dengan turbo dan sistem pasokan bahan bakar direct injection.

6. KEAMANAN

Nah, ganasnya mesin Nissan Juke dan aura ngebut yang sangat terasa dalam kendaraan ini ternyata di imbangi oleh perangkat keselamatan yang tinggi. Terbukti dengan adanya  sistem pengereman ABS+EBD-BA dan perangkat sabuk pengaman yang lengkap, tak heran kendaraan ini mendapatkan bintang 5 atau pencapaian  hasil tertinggi untuk faktor keselamatan dari EURO NCAP setelah dilakukan uji benturan.

Tak heran, jikalau tertabrak dengan kecepatan 65 Km/h baik depan atau samping, para pengemudi maupun penumpangnya akan aman-aman saja. Namun walaupun begitu, masa beli mobil mau di niatkan tabrakan sih? Apalagi mengemudi sambil mabuk atau sakaw narkoba. Berbahaya itu, bisa makin berbahaya kalau beneran kecelakaan.  Ya tetap mesti hati-hati dong. Hehehe...

1350936218373490855



Nah, dari beberapa pengalaman saat mengendarai dan menumpang Nissan Juke ini, bukan hanya keceriaan dan kesenangan aksana mendengarkan musik dari jukebox atau Ipod yang didapatkan. Namun lebih dari itu, kenyaman dan keselamatan seperti pagar yang sudah tergembok menjadi nilai tambah yang membuat kita semua susah untuk tidak tergoda memilikinya.

.......

“Bapak!” kata anakku dengan wajah tampak bosan.

“Kenapa mas?” tanyaku pura-pura konsentrasi mengikuti presentasi safety driving, maklum aku mencium gelagat bakal rewelnya Thole di acara ini.

“Kapan balapannya, pak?” tanyanya lagi galak.

Aku terdiam saja.

“Katanya mau ke Sirkuit Sentul!!!”

Ya ya ya! Bapakmu memang salah, terburu-buru baca undangan. Kirain test drivenya ke Sirkuit Sentul, nggak tahunya cuman test drive di Taman Budaya, Sentul City. Maafin bapakmu ya, Nak. Kapan-kapan kita kesana sendiri saja yaaa....

[Hazmi Srondol]

VIDEO:

[embed]https://www.youtube.com/watch?v=PoLhQQegCTM[/embed]

Aku Juga Mau Nissan Evalia-nya, Pak!

Posted on Rabu, 25 Juli 2012 Tidak ada komentar

Rabu, 25 Juli 2012

Marketing In Venus—begitulah istiilah dari pak Hermawan Kertajaya yang memberikan gambaran bahwa peran perempuan begitu penting dalam mengambil keputusan dalam menentukan pilihan belanja keluarga. Betul, saya sependapat. Fakta ini pun didukung dengan bahasa komunikasi massa untuk produk-produk yang lebih ‘perempuan’ dengan pencitraan perasaan yang sangat kuat.

Namun, ada satu hal yang menurut saya ada sedikit pengecualian. Hal ini adalah pemilihan mobil keluarga. Banyak merk beredar dan meng-klaim bahwa mobil produksinya adalah mobil keluarga tetapi di mata saya masih belum tepat disebut 'mobil keluarga'.

Marketing In Moon—istilah yang saya temukan saat tidak sengaja mengikuti hiruk pikuk penentuan hari pertama puasa di negara kita, Indonesia. Hilal atau bulan yang sebagai penentu itu adalah sebuah satelit alam yang selalu mengikuti kemanapun planet Bumi itu bergerak mengikuti orbit tata suryanya.

Maksud saya, bulan itu adalah anak saya. Anak lelaki yang mirip tabiatnya dengan satelit yang selalu mengikuti, mengintili atau membuntuti kemanapun bapaknya pergi. Jadi, untuk memilih sebuah mobil keluarga, kali ini peran istri sedikit terpinggirkan dan digantikan oleh sang 'Thole’ sebagai penentu.

.............

Tepat di pagi hari, beberapa saat setelah sahur pertama di bulan Ramadhan 2012 anak kami tercinta ngamuk luar biasa. Dia ingin sekali mengikuti perhelatan Test Drive Nissan Evalia dimana saya adalah salah satu dari 6 Kompasianer yang beruntung terpilih untuk menjajal mobil van yang juga di klaim kan juga sebagai mobil keluarga masa depan.

Ok, untuk memastikan klaim tersebut maka saya membuat 3 kreteria utama sebuah kendaraan layak disebut mobil keluarga. Hal itu adalah : Daya muat, daya tahan dan keamanan. Ketiga hal ini sudah saya sampaikan saat wawancara dengan wartawan Kompas.com sebelum sesi test drive dimulai.

Sedangkan kreteria kenyamanan dan kecepatan tidak saya masukan karena kedua kriteria tersebut lebih cocok untuk kendaraan sedan para bos atau pembalap yang suka kebut-kebutan. Bagi saya yang sudah 7 tahun belakangan ini selalu menempuh perjalanan 3000-an kilometer menempuh Bekasi – Bangko Jambi –Jakarta – Semarang dan kembali ke Bekasi saat mudik lebaran dengan jalan darat menggunakan mobil, dua opsi tersebut saya tempatkan ke penilaian paling buntut alias terakhir.

Baik, berikut di bawah ini adalah penjelasan hasil test drive mobil Nissan Evalia seri XV matic yang menempuh perjalanan Jakarta Bandung PP dengan route pemberangkatan Jakarta (Kompas Office) – Sadang – Gn. Tangkuban Perahu – Lembang – Maribaya – Dago – Bandung dan jalur kembali Bandung – Tol Cipularang – Tol Cikampek Jakarta – kembali ke Kantor Kompas Palmerah Selatan.

1. Daya Muat

No doubt! Tidak diragukan lagi Nissan Evalia adalah raja-nya mobil berkapasitas ruang besar. Dengan tinggi kabil 1,36 m x lebar 1,5 m dengan volume sekitar 4,2 meter kubik, jauh meninggalkan saudara kembar Avanza Xenia atau bahkan dengan ‘saudara’ kandungnya sendiri si Grand Livina. Saingan terdekat hanya Daihatsu Grand Max/Luxio. Namun, keterbatasaan wajah Grand Max/Luxio yang kurang ganteng seperti Evalia yang berwajah sangat tampan/cantik tentu menjadi nilai pengurang Grand Max. Belum lagi mesin Evalia yang berada di bonnet alias hidung, bukan di kursi pengemudi memberikan nilai tambah yang tinggi bagi Evalia ini.

Untuk bagian belakang, kami para penguji sempat berdebat panjang soal design pantat Evalia ini. Sempat terfikir, jika di lihat dari depan dan samping—Evalia sangat sempurna dan menggoda, namun pantat kotak dirasa kurang bahenol. Perdebatan ini membuat saya menjelajah ke internet untuk mencari sejarah dan akar design pantat kotaknya ini.

Terkaget! Itu yang saya rasakan, sepertinya memang design itu sangat disengaja untuk memberikan ruang masuk dari belakang yang sangat lega dan tidak terganggu oleh lekukan lampu seperti halnya saudara Evalia – Nissan Serena yang sedikit ada tonjolan dudukan lampu rem yang menganggu akses masuk dari belakangnya. Sedangkan yang suka memancing atau kemping, pintu belakang Evalia bisa dijadikan kenopi dadakan yang sangat lebar dan nyaman.

Jadi ketidak ‘bahenol’an ini saya maafkan. Faktor belum terbiasa melihat konsep seperti itu yang memang membuat kami sedikit berkerut dahi. Namun saya akhirnya saya sependapat, memang pantas Evalia yang di luar negeri bernama NV200/Vanette ini mendapat gelar ganda ‘Universal Design Award 2011’ oleh intitusi penilai design dari Jerman.

Tepat kiranya statement mas Harris Maulana, “Jika pantanya montok dan bahenol, namanya bukan Evalia—tapi EvaLopez”

Dengan body yang sangat besar ini, kami kembali dikejutkan dengan radius putas yang sangat kecil, hanya beradius 5,2 meter. Sangat lincah untuk dikendarai di jalanan yang berkelak kelok dan sempit. Terbukti saat saya di paksa mengikuti mas Dzulfikar melalui jalur alternatif Maribaya yang suder duper sempit, berkelok-kelok, si bongsor ini enak saja melintasinya. Ckckck!

2. Daya Tahan

Jujur, untuk mesin kami baru beberpa jam saja mencobanya. Namanya juga mobil baru. Hehehe. Namun melihat mesin berkapasitas 1498 cc dengan teknologi dual injektor (HR15DE) membuat mesin ini irit, bertenaga serta EHM!... masih doyan premium.  Rasanya nggak lucu jika mobilnya bisa terbeli, beli bensinnya ngap-ngapan. Hehehe...

Mesin ini juga sama plek dengan mesin Grand Livina yang sudah terbukti tangguh dan jarang terdengar komplain dari penggunannya.

Namun, pengalaman saya yang sudah pernah memakai kendaraan untuk mudik dan mesin hidup selama 36 jam, hampir-hampir tanpa henti kecuali mengisi BBM mengingat kemacetan saat mudik lebaran namun anak-anak kami yang masih kecil membutuhkan AC yang selalu hidup, saya berfikir perlu dilakukan test drive ulang dengan perjalanan yang lebih jauh. Misalnya ke Bali – Jakarta PP yang tentu saja mesti membawa anak istri sekeluarga untuk real time test nya. Heheheh...

3. Keamanan

Nah, untuk kreteria keamanan—muncul pertanyaan besar bagi kami. Pertanyaan itu tentu saja soal pintu tengah yang ukurannya sangat mini dibanding mobil keluarga yang lainnya. Sudah begitu, kaca nya tidak bisa dibuka atau di naik turunkan. Kecuali versi tertinggi—Evalia XV yang terdapat jendela geser nya yang imut juga ukurannya.

[embed]https://www.youtube.com/watch?v=4_lKC8wBEtQ[/embed]

Pada awal diskusi, kami banyak yang memandang negatif serta apriori dengan konsep design yang agak nyleneh ini. Tidak sebanding antara tampilan kaca luar dengan kondisi real di dalamnya. Tetapi setelah mengingat kasus kecelakaan yang menimpa keluarga besar artis Syaiful Jamil di Tol Cipularang saat terbentur diding pembatas jalan tol, saya berubah fikiran.

Pintu yang kecil dengan pelindung tebal di pintu samping (geser) sepertinya memang khusus di design dengan perhitungan yang matang. Kebiasaan keluarga mudik yang menempatkan anak-anak di belakang, lebih tepatnya di tidurkan di kabin tengah membuat konsep jendela kecil yang tidak terdapat fasilitas poer window membuat kemungkinan anak-anak terjepit jendela seperti halnya kejadian yang pernah menimpa anak-anak kami tidak akan terjadi lagi.

Bahkan serudukan dari samping akan teredam dengan lapisan pelindung samping yang tebal, mirip dengan design kabin pesawat terbang membuat rasa aman bagi kami—para orangtua lebih besar.

Jadi kami menyimpulkan, Nissan Evalia ini pantas mendapat gelar mobil keluarga. Belum lagi tambahan point seperti stabilitas suspensi yang di luar dugaan sangat mantab! Tidak limbung saat Evalia melaju lebih dari 120 km/jam atau goyang saat di lewati bus besar seperti mobil kembar Xenia Avanza.

Tak heran, jika anakku semakin kalap menginginkan mobil ini. Sampai menangis tersedu hanya ingin memiliki mobil Nissan Evalia ini. Padahal, jangankan anakku, akupun juga menginginkan Nissan Evalia ini. Tidak percaya? Silahkan simak video yang sudah ku-apload di Youtube ini.

.....................

“Tapi mas Ndol..” protes Arif Ndut.

“Apaan?”

“Tadi pas ada pembagian takjil gratis di jalan, aku gak kebagian. Cuman sopir yang dapet. Aku cuman bisa melongo liat sopirnya dapat bingkisannya” kata Arif Ndut dengan wajah memelas.

Wah, itu soal lain. Itu namanya rejeki sopir, segala sesuatu kan sesuai amal perbuatan kita sendiri mas. Lagian, malah enak to nggak di ketuk-ketuk pengamen pas berhenti di lampu merah. Bisa makin pules boboknya di tengah kabin Evalia yang nyaman.

1343151085819138637

yang, mau jadi pacarku gak? | mau, tapi beliin Nissan Evalia yang disebelah itu dulu yaa...


[Hazmi Srondol]

Membaca 'Takdir' Tuhan Lewat Sidik Jari (Finger Test Print)

Posted on Jumat, 18 Mei 2012 4 komentar

Jumat, 18 Mei 2012

Kami semua menatap tajam cincin yang digantung dengan seutas tali di dalam gelas dan dibiarkan bergerak mengenai gelas yang berisi air setengah bagian.

“Yes, dua puluh tiga!” sorak salah satu teman pacarku.

“Egh! Empatpuluh dua” kata satu lagi sahabatnya dengan wajah memelas.

Aku menggeleng saja saat pacarku (sekarang istri) hendak melakukan ritual serupa. Aku hanya terkekeh melihat para perempuan itu mencoba meramal umur mereka akan menikah.

Ya, memang begitulah manusia. Ada satu hal yang tidak pernah habis dibahas, dari era rekiplik hingga era social media merajalela. Membaca takdir atau nasib namanya. Jika perempuan kebanyakan berusaha meramal usia pernikahan, dengan siapa menikah dan syukur-syukur suaminya adalah pangeran berkuda putih atau bermobil mercy putih laksana Pangeran William. Kalau para pria tidak jauh-jauh dari soal jabatan, posisi kerja yang cocok dan proyek yang  intinya adalah tentang nasib kantongnya kelak. Tebal atau tipis.

Memang, perdebatan soal takdir ini menjadi hal yang sangat seru. Ada yang pasrah mengikuti takdir atau yang setengah mati jungkir balik mencoba melawan takdir dengan bermagai macam cara. Dari yang normal dengan berkerja keras hingga yang ‘rada-rada’ seperti main dukun atau pengasihan.

Pertanyaan serupa tentu saja pernah kualami, aku saat itu lebih memilih untuk menjalani apa saja yang mesti dilakukan yaitu sekolah dan tentu saja melamar pekerjaan sesuai ijasah sekolah. Alhamdulillah, ‘takdir’ membawaku ke sebuah perusahaan yang termasuk bonafit di negeri ini.

Persoalan dasar yaitu finansial sudah mulai terselesaikan satu persatu. Walau belum berkelimpahan hingga meluber laksana Aburizal Bakrie atau Sandiaga Uno, setidaknya aku harus sangat bersyukur tidak menjadi sosok gembel di belantara Ibukota. Bisa bersahabat dengan kehidupan Jakarta sungguh sesuatu yang harus aku syukuri atas pemberian Tuhan semesta alam ini.

Namun, persoalan lain muncul yaitu saat menjadi seorang orang tua. Bukan lagi seorang suami, namun hadirnya dua Thole di keluarga kamilah yang membuatku menjadi banyak merenung. Sering kupandang dalam-dalam wajahnya saat mereka tidur dan bertanya tanya, bagaimana kehidupan mereka kelak? Apakah lebih baik dariku atau kelak menjadi bebanku dimasa tua?

Terngiang kata ‘Ayah Edy’ di siaran radio, “Setiap anak terlahir menjadi Jenius, tinggal kita lah sebagai orang tua yang harus bisa metani (mencari) sisi jenius itu”.

Aku terperangah. Ayah Edy benar, dan yang menjadi persoalan adalah bagaimana caranya metani kejeniusan anak? Dan dimana memulainya? Memang aku sedikit banyak bisa membaca tanda-tangan orang, but... itu terlalu terlambat untuk menunggu anak bisa dibaca tanda-tangannya. Bisa-bisa anak sudah setres disaat perjalanannya menuju ‘takdir/nasib’nya.

Hilir mudik aku mencari referensi, dari kitab suci, buku, bungkus kacang rebus hingga dukun maya (internet). Hingga suatu ketika tanpa sengaja saat kami sedang berbincang-bincang soal rencanaku mengajak anak untuk test psikologi ke psikiater untuk mencari bakat dan minatnya, mendadak istriku teringat tentang adanya cara baru membaca psikologi dari sidik jari, Finger Test Print istilahnya yang didapatnya dari milis ibu-ibu yang rajin di gelutinya.

...........

Kami menunggu giliran sambul duduk-duduk di teras sebuah rumah  di bilangan Pondok Indah, tidak jauh dari rumah juri Indonesian Idol—Ahmad Dhani. Setelah kami menunggu, akhirnya anakku dan aku mengikuti test itu. Sederhana saja, hanya cukup menempelkan satu persatu ke sepuluh jari ke sebuah alat pembaca sidik jari dan hasilnya langsung di rekam dalam laptop.

Aku sungguh terperangah, saat giliran anakku dan aku dibacakan karakter sidik jarinya, aku melihat apa yang disampaikan sangat akurat. Sisi-sisi kepribadianku yang selama ini aku abaikan ternyata muncul tertulis dengan jelas. Bahkan, disana juga dijelaskan persentase kuadran profesi ala Robert T Kiyosaki yang sesuai dengan karakterku.

Waktu itu aku belum sempat menanyakan, bagaimana sistem ini bekerja dan bagaimana cara membacanya. Antrian terlalu panjang dan rasanya sangat sungkan untuk melakukan sesi tanya jawab diluar agenda.

Untunglah, beberapa bulan yang lalu, saat istriku mengikuti bazaar di FX Plaza Jakarta yang dilaksanakan oleh komunitas Bundagaul.com aku melihat ada sebuah stand finger test print. Walau berbeda operator dan pemiliknya, namun kali ini aku berkesempatan berbincang-bincang dengan operator tersebut.

Penjelasan sistem ‘Analisa Sidik Jari’ adalah dengan membaca pola sidik jari yang terdiri dari pola : Arch/Tented, Loop, Double Loop, Concentric, Spiral, Press, Composite, Peacok Eye dan Whorl untuk melihat tipikal manajemen diri kita dan cara berelasi dengan orang lain.

Dari sinilah akhirnya aku sadar, perdebatan siapa yang menentukan takdir—manusia atau Tuhan terjawab.

Tuhan sudah memberi tanda berupa sidik jari yang langsung diberikanNya saat kita lahir. Namun dalam perjalanannya, lingkungan sosial membentuk pilihan manusia. Banyak juga yang sukses tanpa mengikuti pola talenta/bakat dalam sidik jari namun tidak kurang banyak yang merasakan ada ‘ganjalan’ di hatinya. Ganjalan itu bernama ‘passion’ atau ‘hasrat’.

Passion ini lah yang kadangkala beralih rupa menjadi sesuatu yang disebut ‘hobi’ diluar pekerjaan rutin yang dilakoninya sehari-hari.

Tidak heran, ada seorang pensiunan perusahaan minyak yang mengaku terkejut juga saat melakukan finger test print. Beliau dengan jujur mengatakan walau sukses berkarir, tetapi penasaran dengan bathinnya yang merasa kosong.

Beliau merasa, dirinya ibarat robot dalam bertugas. Hatinya tidak benar-benar mencintai apa yang dilakukan. Kalaupun ada rasa cinta, lebih banyak muncul karena tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga. Dan kini, setelah ‘tanggung jawab’nya selesai, beliau mencoba menjalankan apa yang sesuai terbentuk dalam sidik jarinya. Ajaib! Pencapaiannya lebih cepat daripada 27 tahun beliau berkerja sebelumnya.

..................

“Jadi bapak sekarang mengerti kenapa bapak suka sekali menulis, travelling dan bercerita? Bapak juga sudah mengerti kan bagaimana mengarahkan 'takdir' anak-anak agar lingkungannya besok sesuai?” kata istriku sambil tersenyum

“He-eh” kataku sambil mengemudi mobil menuju kota kelahiranku—Semarang.

“Berani alih profesi?” tantangnya.

“............” aku terdiam sambil menggeleng.

Kendaraan pun akhirnya berhenti. Aku termenung di perempatan lampu merah kota Tegal itu. Siapa juga yang berani keluar dari zona nyaman. Apalagi bekal belum cukup. Lamunanku ini mendadak terganggu dengan sura gerombolan motor besar Harley Davidson yang berhenti di sebelah kendaraan kami.

Aku menoleh dan melonggo. Ternyata pengemudinya tua-tua, tampak dari kumis dan janggut mereka yang tampak memutih dan keriput ibu-ibu di boncengannya. Aku kembali melamun.

“Buk, apa mesti bapak setua itu untuk bisa muter-muter naik Harley sambil goncengin ibuk?” tanyaku.

Istriku tersenyum saja. Aku menunggu jawabannya.

Do something big, pak! Ibuk kasih waktu maksimal sampai umur 40 tahun jadi karyawan. Setelah itu, buruan pensiun dini. Ibuk bantu kumpulin duitnya biar bapak bisa melakukan apa yang yang bapak sukai”.

Aku tersenyum lebar, pengertian sekali dia. Aku menghitung umur, itu tinggal 8 tahun lagi. Kami berdua tahu, persentasiku sebagai seorang self employee dan investor alias seniman, penulis, sutradara, artis atau apapun namanya ternyata jauh lebih besar daripada kuadran employee dan business owner.

Rasanya aku makin mencintai sosok yang kuibaratkan durian Jambi ini. Kuning, manis dan tentu saja memabukkan.

Hahay!

[Hazmi Srondol]

Perbandingan Tiga Tanda Tangan Presiden; Soekarno, Soeharto dan SB Yudhoyono

Posted on Minggu, 18 Maret 2012 Tidak ada komentar

Minggu, 18 Maret 2012

“Tidak ada yang benar-benar rahasia di dunia ini, Le! Semua itu terbaca, termasuk tanda tanganmu! Elek tenan!” bentak keras bapakku waktu SMP dulu.

Aku hanya menunduk dan sedikit mengkeret dengan sorot pandangan mata bapakku yang tajam. Tatapan mata bak matahari di tengah hari bolong. Aku tak mampu menatapnya. Ibuku yang duduk disebelahku juga tampak terdiam. Sesekali hanya melirikku, tanpa membela apapun.

Saat itu, aku sangat kesal, marah sekaligus ketakutan. Tanda tangan yang berbentuk huruf M terbalik itu membuatnya gusar. Waktu itu aku tidak mengerti sikap ke otoriteran bapakku itu. Aku masih ingat, ada sekitar 4 lembar kertas folio di sodorkan dengan kasar di depanku, lengkap dengan pena jadul yang baru diisinya dengan tinta. Aku dipaksa untuk membuat tanda tangan baru. Banyak sekali yang aku coba. Dari model bapakku sendiri hingga model tanda tangan ibuku. Bapakku masih sangat tidak puas.

Malam itu sekitar ba’da maghrib, bapakku membeli sebuah buku menulis halus berwarna biru dongker dan sekali lagi, memaksaku menyalin sebuah sebuah cersil Kho Ping Ho dengan tulisan bersambung. Sumpah, jadul banget! Bahkan mirip tulisan orang tua. Setelah beberapa jam terkantuk-kantuk, akhirnya salinan itu selesai. Setelah itu, diprintahkannya kembali untuk membuat tanda tangan baru. Sepertinya cocok dengan tanda tangan baruku itu. Tanda tangan yang mirip dengan dengan model tanda tangan ibuku.

“Buang dua titik dan garis dibawah itu. Kamu pengen bapak ibumu cepet mati hah!!!” bentaknya lagi.

Akupun menurut. Kecuali garis dibawah tanda tangannya.

“HAPUS GARISNYA!!!”

Langsung aku mengkeret. Mirip bekecot yang disiram garam.

…….

Beberapa tahun setelah kedua orang tuaku meninggal, akhirnya aku sadar. Apa yang diminta almarhum bapakku itu ternyata adalah hal yang luar biasa. Ilmu membaca tanda-tangan yang beliau miliki ternyata di jaman sekarang menjadi sesuatu yang sangat menarik. Bahkan nama inggrisnya pun keren, yaitu ‘Graphology’.  Nggak kalah keren dengan kata astromony, geology ataupun biology. Bahkan seni membaca tanda tangan ini konon sudah menjadi bagian dari ilmu psikologi dan tak jarang aku menemui jasa pembacaan karakter lewat tanda tangan untuk penerimaan pegawai baru di perusahaan-perusahaan besar.

Lebih menariknya, di kampus Universitas Urbino, Italia; Universitas Automonus di Bercelona, Spanyol maupun  Instituto Superior Emerson, Buenos Aires, Argentina menawarkan akridasi untuk gelar grapolog ini. Kalau tidak salah bergelar MA dan BA di bidang Graphology.

Buku teknik dan teori membaca tanda tangan ini sudah banyak aku lihat di toko-toko buku. Banyak detail yang diungkap dalam buku-buku tersebut. Akupun mempunyai beberapa koleksinya. Walaupun setelah dibaca, kajiannya sangat rumit dan sepertinya memoriku tidak cukup untuk menghapal semua. Cuman sedikit mengorek teknik membaca tanda tangan dari almarhum bapakku sebelum meninggal, bagiku sepertinya teknik beliau jauh lebih mudah aku pahami.

Menurut beliau, setiap orang itu mempunyai cetak biru dalam jiwanya. Cetakan ini yang membuat tubuh akan bereaksi pada syaraf-syaraf motorik kasar dan halusnya. Bentuk tanda-tangan adalah hasil cetak biru mini dari keseluruhan jiwa dan karakternya. Untuk membacanya dengan cepat, menurut beliau, mesti mengikuti ‘getaran’ energy yang dihasilkan dari bentuk tanda-tangan tersebut. Pembaca tanda-tangan harus memposisikan sebagai penulis tanda-tangan.

Dan sepertinya aku paham sekarang, bapakku membuat pola terbalik yaitu merubah tanda tangan agar cetak biru kepribadianku juga ikut berubah. Untung saja, walau dulu sempat malas-malasan diajarin olah rasa. Kini sedikit banyak apa yang yang dipelajari dari Almarhum bapakku bisa aku manfaatkan, setidaknya pada saat meeting aku bisa meraba karakter peserta meeting dari absensi nya. Banyak konflik dan kemungkinan sakit hati bisa dihindarkan dengan mencoba memposisikan diri agar tidak berbenturan dengan karakter lawan bicara.

….

“Coba le, bandingkan tanda-tangan bung Karno dan pak Harto. Itu contoh tanda tangan yang bagus dan kuat!” kata beliau saat menunjukan foto copyan tanda tangan Bung Karno dan Pak Harto. Aku manggut-manggut saja waktu itu saat bapak menjelaskan perihal tanda tangan dua tokoh bernama depan huruf yang sama yaitu huruf ’S’ itu.

Dimana menurutnya, Bung karno memang sejak lahir, kecil, besar dan tuanya terlahir masuk dalam lingkaran kekuasaaan. Pribadi yang terbuka dan jelas dibaca kemauannya seperti membaca namanya di tanda tangannya. Namun sayangnya, ada satu titik kecil di ujung tanda tangannya yang berarti kematian atau penghabisan. ( Hmm, jadi penasaran dengan tanda titik diujung nama Putra Sampoerna, apakah akan berarti sama? Yaitu akan ada penghabisan karir/bisnis Sampoerna Grup?). Dan anehnya, menurut beliau juga, nama Bung karno akan hidup kembali setelah masa kematiannya Hal ini digambarkan dengan adanya garis pendek di belakang titik.

1331999864273129071

titik kecil diujung tanda tangan Putra Sampoerna


Untuk Pak Harto memang terdapat beberapa kesamaan dengan Bung Karno. Pribadi yang mantab dan tegas. Masa kecil yang suram dan sengsara. Namun hebatnya, takdirnya mampu memisahkan dan menghapuskan masa kecilnya. Jelas terlihat dengan satu titip pemisah dari huruf S pertamanya. Selanjutnya mudah di tebak, pertengahan umurnya di lalui dengan gemilang dan mencapai puncak pencapaian yang tertinggi.

Cuman menjelang masa tuanya, kepribadiannya sedikit berubah. Sikapnya menjadi penyendiri dan jarang berkomentar. Kalaupun berkomentar akan terdengar tajam dan menusuk perasaan yang mendengarnya. Saat mencapai puncak kejayaan keduanya, halangan besar menusuknya hingga runtuh. Namun yang menarik, menurut Almarhum bapakku--semenjak sebelum lahir, terlahir hingga meninggal, ada yang memantau keberadaannya, bahkan boleh dibilang memusuhi. Namun anehnya, saat beliau meninggal arah berbalik menjadi merindukannya. Hal ini digambarkan dengan garis berbalik arah di bawah tanda-tangannya.

Dari dua tokoh berhuruf depan S itupun akhirnya menyisakan sedikit rasa penasaran bagiku. Ada satu lagi presiden yang berhuruf depan S yaitu Pak SBY. Aku sering membanding-bandingkan tanda-tangan beliau dengan kedua tokoh sebelumnya.

Konon, tanda tangan SBY juga termasuk tanda tangan yang bagus. Berkepribadian kuat dan mempunyai masa lalu (kecil) yang sangat well organized. Tertib dan sangat jelas. Pemilihan nama yang ‘Yudhoyono’ yang berarti seni berperang lebih ditonjolkan daripada nama ‘Susilo Bambang” yang berarti pertapa/pemimpin yang santun. Memang terlihat di pertengahan umurnya banyak terlibat dalam lingkarang kekuasaan yang sedikit rumit. Bahkan akan sempat ada penurunan pada ujung karirnya. Walau yang mengejutkan, garis penutup yanda tangannya sangat jelas dan mencerminkan kekuatan kebangkitan dan kemuliaan menjelang ajalnya.

Sungguh andaikan almarhum bapakku masih hidup, ingin sekali aku berdiskusi kembali soal tanda tangan presiden yang ketiga dengan huruf depan S ini. Disamping mereka sama sama berhuruf depan sama tetapi ketiganya aalah tokoh besar yang menyimpan banyak ilmu untuk dipelajari.

Namun ada satu temuan jenis tanda tangan yang menarik juga di salah satu blog. Kalau yang satu ini tidak perlu merindukan almarhum Bapak untuk diajak diskusi. Orang awam pun akan tahu, tanda tangan yang ruwet  dan mendominasi lembaran Akte kelahiran itu berarti.. lebaaayyyyy…..

13319999531548856972




[Hazmi Srondol]
Don't Miss