Responsive Ad Slot

Latest

Sports

Gossip

Covered

Ketika Indonesia Tanpa GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara)

Posted on Minggu, 31 Mei 2015 Tidak ada komentar

Minggu, 31 Mei 2015

Saya sering mendapat info dari beberapa kawan tentang beberapa rekan penulis yang menjadikan bahasan keberpihakan saya terhadap pak Prabowo Subianto dibanyak tulisan terakhir ini.

Katanya sangat melawan arus, nabrak rombongan penulis lain yang kebanyakan memilih tetangga sebagai bahan tulisannya. Bahkan ada yang menggambarkan saya sedang "membakar" personal branding saya di dunia menulis yang selama ini banyak ke humor.

Ya, saya tahu itu.

Namun, jauh sebelum saya bertemu dan berdiskusi sengit dengan pak Prabowo di Bukit Hambalang--saya sudah mempunyai beberapa kecemasan. Baik kecemasan kecil hingga besar yang sebenarnya sering saya 'sindir' dalam tulisan-tulisan humor saya.

Salah satu kecemasan adalah keanehan biaya pendidikan di kampus negeri yang dahulu sangat murah, anak tukang becak atau pegawai negeri golongan 1 atau 2 pun bisa menyekolahkan kesana. Saya masih ingat betul rekan-rekan seangkatan saya yang kuliah di UGM, waktu itu pernah pinjam uang untuk biaya kuliah yang 'hanya' 600 ribu per-semester.

Tapi kini? Terbalik, kampus swasta malah yang biayanya 'lebih' murah. Walau tetap saja sangat berat untuk kelas golongan ekonomi menengah kebawah. Kalau pun ada yang masih gratis, biasanya berupa kampus-kampus dibawah departeman yang jatah kursinya sangat sedikit dibanding besarnya rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan.

Kampus pun kini seakan milik para kaum borjuis.

Sampai-sampai, kisah legenda mahasiswa indekos dengan 'hutang' di warung dan ke kampus memakai sandal serta sepeda othel seakan-akan sudah hilang. Berganti mahasiswa bermobil Honda Juzz dan sepatu bermerk Adindas dan Nuke. Makan di warteg berganti cafe dan nongkrong di warnet berganti nongkrong di salon bagi yang perempuannya. Miris.

Hal yang sempat membuat bertanya-tanya, apakah memang orang Indonesia hanya akan dibuat bodoh dan berpendidikan maksimal setara SMU?

Barulah ketika bertemu Prabowo, muka ini serasa tertampar saat beliau menyebut Neoliberal yang kini tanpa disadari atau diakui sudah menguasai sendi-sendi pokok negara tercinta kita.

Ya kalau sekedar sektor bisnis biasa--tapi ini, sektor pendidikan masuk dalam perjanjian GATS (General Agreement on Tarrifs and Services) oleh WTO. Ini berarti, campur tangan pemerintah terhadap pendidikan dicabut. Kampus harus mandiri, kampus negeri terpaksa berbisnis di pasar bebas dunia untuk menghidupi keberadaannya.

Ya, 'liberalisasi pendidikan' menjauhkan hak-hak orang miskin untuk masuk ke dalamnya.

Lalu, bagaimana fungsi pemerintah ketika liberalisasi alias campur tangan pemerintah menjadi terlarang, pemerintah hanya menjadi wasit dan menunggu pajak oleh sektor-sektor yang masuk dalam perjanjian GATS?

Sangat menyedihkan ternyata. Saya juga baru tahu, tak banyak rekan-rekan sendiri yang entah lupa atau memang tidak tahu jika negara kita ini sudah tanpa GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara).

Dimana di UUD 1945 terdahulu, tepatnya pasal 3 berbunyi:

PASAL 3 Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara

Lalu pada tanggal 9 November 2001 telah digubah (amandemen) menjadi:

PASAL 3 (amandemen) 1. Majelis permusyawaratan Rakyat berwenang mengbah dan menetapkan Undang-undang Dasar. 2. Majelis permusyawaratan Rakyat melantik presiden dan/atau Wakil Presiden. 3. Majelis permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan /atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-udang Dasar

Dari amandemen ini, berarti: siapapun Presiden RI, tidak bisa 'dinilai' atau diprotes pencapaian hasil kerjanya karena tidak ada tolak ukur (key performance indikator) yang harus dipertanggung jawabkan.

Sedangkan saya, anda atau saudara-saudara sekalian bukanlah Bung Karno yang pernah mengembalikan UUD 1945 kepada bentuk aslinya. Kita hanya bisa menilai Presiden masa depan lewat programnya yang menjadi "GBHN" ala dirinya.

Tak heran, saya selalu mengejar rancangan "GBHN" para capres. Walau sempat terluka hati saat mendengar statement 'fici mici' dan 'takut dicontek' saya berharap bisa membandingkan konteks dan substansi utama program mereka.

Ya, saya tahu akhirnya muncul juga dua program dan dua capres. Hanya bedanya--Prabowo sudah lama beredar, bahkan sejak tahun 2009 baik cetak maupun paparan pidato langsung seperti melalui youtube dan sebagainya. Dan satunya, mepet 45 harian dari sebelum pilpres.

contoh : https://www.youtube.com/watch?v=7QvPISUcEwI

Lha yang bertahun-tahun saja saya harus mengkaji berbulan-bulan untuk mengerti--bagaimana yang mepet? Itu pun malah yang beredar bukannya suguhan lain penjelasan programnya, eh, malah beradu tebal format yang disampaikan ke KPU.

Kalau cuman tebal, Prabowo di buku Membangun Kembali Indonesia Raya tabalnya 331 halaman. Malah menurutku, meringkaskan menjadi lebih tipis dan esensial agar mudah dipahami masyarakat itu malah tersulit.

Itupun dalam perjalanaannya, Prabowo menemukan pencerahan lain untuk membiayai program-programnya, tak terkecuali pendidikan tanpa perlu berhutang dimasa depan, bahkan melunasinya lewat strategi "Menutup Kebocoran Negara 1000 Trilyun".

Hal yang membuat saya optimis, program dan agenda "GBHN" ala Prabowo adalah yang paling jelas dan bukan dadakan. Harus didorong dan dibantu disebar luaskan agar beliau mendapat mandat menjadi Presiden RI untuk kebaikan seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali.

Setidaknya, dengan Presiden dengan konsep yang jelas dan kuat, kecemasan untuk masa depan pendidikan anak-anak kita untuk mendapatkan hak yang sama tanpa terkecuali semakin besar.

Dan biarlah saya dianggap 'membakar' diri dengan tulisan tentang Prabowo baik visi, misi atau kehidupan sehari-harinya. Toh, saya yakin--ada saatnya kita berbagi ceria namun ada saatnya kita berbagi informasi kecemasan dan solusi agar Sang Pencipta Alam tahu bahwa masih ada mahluknya yang berusaha merubah nasib bangsanya lewat ikhtiar sesuai jalan masing-masing.

Prabowo dengan konsep dan strategy Ekonomi Kerakyatan-nya--saya dengan berbagi informasi penjelasannya agar setidaknya, saudara dan kawan terdekat sadar bahwa pemilu bukan hanya sekedar coblosan yang usai tanggal 9 Juli 2014 jam 13.00 saja.

Namun lebih daripada itu, ini soal nasib kita sendiri untuk 5 tahun kedepan.

Apakah perahu keluarga kita akan semakin mudah dikayuh dalam gelombang negara yang tenang dengan peta arah GBHN yang jelas, ataukah malah akan semakin berat dalam riak gelombang yang besar, tak beraturan hingga kita hanya bisa menunggu nasib.

Ya syukur sampai dengan selamat walau ngos-ngosan dan megap-megap, tapi bagaimana jika malah tersesat dan tenggelam? Naudzubilah min dzalik.

Sekian dan tetap MERDEKA!

Tentang Trending Topik #JokowiBohong

Posted on Senin, 25 Mei 2015 Tidak ada komentar

Senin, 25 Mei 2015



Saya agak tersenyum melihat trending topik #JokowiBohong yang diserukan oleh ketua BEM UI selama 2 jam, hari minggu malam (24/5/2015).

Bukannya saya tidak menghargai dan mengapresisai gerakan digital di twitter ini, hanya saja--saya tidak melihat esensi yang mendesak untuk ukuran sebuah gerakan mahasiswa, para "intelektual" masa depan bangsa ini.

Kalau kebohongan yang dimaksud adalah sekedar reaksi kekesalan karena membatalkan pertemuan hari senin pagi (25/5/2015) sesuai yang disampaikan oleh Watimpres-nya--ketahuilah, akan begitu mudah trending topic ini berubah.

Sebagai presiden terlantik yang sekaligus panglima tertinggi seluruh angkatan--mudah baginya meminjam holikopter untuk segera menuju ke Istana dan bertemu mahasiswa BEM UI.

Lalu, jika mendadak besok begitu, apakah Ketua BEM UI langsung menyerukan bom tweet #JokoiPenuhiJanji selama tujuh hari tujuh malam?

Adik-adikku, mahasiswa,

Cobalah iseng sedikit--luangkan waktu untuk melihat kebohongan yang lebih besar. Tidak perlu jauh-jauh timeline waktunya. Cukup semenjak kampanye Pilpres 2014. Cek janji-janji yang sudah terucap dan tersimpan baik di era digital ini. Dari berita hingga draft VISI-MISI CAPRES yang masih bisa engkau buka di:

http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf

Kalau masih sempat lagi, buatlah list dan check listnya dalam format MS Excel untuk memonitor, janji mana yang sudah dipenuhi dan kegiatan apa yang dilakukan secara mendadak dan tidak saling berkaitan dan kontradiksi dengan janji atau visi-misinya tersebut ketika menjabat Presiden.

Dari hasil tersebut, barulah terlihat elegan dan terbukti sebagai "parlemen jalanan" sejati saat kalian membuat trending topik #JokowiBohong.

Jangan sampai nanti masyarakat malah menilai, tanpa dasar trending topik yang tepat, hanya karena dianggap kesal karena tidak bisa makan bareng presiden--kalian sewot.

Kalau cuman sekedar ingin makan siang bareng, saya fikir banyak yang bisa dan ingin menjamu mahasiswa. Hanya saja, mungkin lawuh (lauk) nya seadanya saja. Tidak seperti didalam istana.

Mau?


***

Penulis: Hazmi Srondol

I

Posted on Sabtu, 23 Mei 2015 Tidak ada komentar

Sabtu, 23 Mei 2015

Setelah mengunjungi langsung pulau Papua, bertemu penduduknya, saya semakin sadar bahwa warga Kepulauan ini memang satu saudara dengan warga kepulauan lainnya di Nusantara.

Bukan hanya sifat nerimo dan mementingkan hidup ayem tentrem ala orang Jawa. Cara-cara berkomunikasi dengan bahasa kalbu ala Sunda, kemampuan merajut tas noken yang mempuanyai kesulitan tinggi ala seniman-seniman dari kepulauannya. Senyum lebar dan saling menyapa seperti sapaan "amole" dan lain sebagainya

Serta yang paling mengejutkan, disana juga terserang wabah demam batu akik. Demam yang memang hanya terjadi di Indonesia.

Tak bakalan kita menemukan demam serupa di Malaysia, Singapore, Brunai, Ostrali atau bahkan Papua Nugini.

Pokoknya, I Love PAPUA

---

Hazmi Srondol

Kretek Cak Nun

Posted on Jumat, 22 Mei 2015 Tidak ada komentar

Jumat, 22 Mei 2015

Dalam urusan politik, saya tetap saklek berada dibarisan Prabowo Subianto. Karena dimata saya, beliau sangat paham dasar-dasar masalah bangsa ini beserta paket solusinya. Dari beliau pula, saya merasa sedang digojlok dan serasa sedang kuliah gratis ilmu IPOLEKSUSBUDHANKAMNAS.

Namun, ada satu sisi kecil yang dengan terpaksa saya berbeda haluan dengan beliau bahkan dengan Jokoi sekalipun. yaitu soal rokok kretek.

Ya, walau sudah terbukti cukai kretek nasional mencapai +/- 150 Trilyun rupiah, setengah dari anggaran subsidi BBM premium 2014. Baik Prabowo dan Jokoi tetap sama-sama tidak penikmat khasanah cita rasa leluhur ini. Sudah begitu, Pak Hatta dan pak JK juga sama-saja. Sama-sama tak kenal asbak di rumahnya. Klop mereka berempat ini.

Dan untuk hal rasa ajaib ini, saya berpanutan kepada Cak Nun--"orang pinter" yang tak pernah mau disebut "ustadz". Kaya ilmu tapi tidak pernah pasang tarif. mungkin kalau pasang harga, beliau tahu nggak ada yang mampu bayar cucuran ilmu dari beliau.

Lalu bahagialah hati saya ketika pagi ini saya membuka salah satu ceramah KENDURI CINTA-nya Cak Nun yang disandingkan presiden "Jancuker" Sudjiwo Tedjo. Disana terlihat Cak Nun menyalakan sebuah warisan budaya bangsa dengan rileksnya....

Kekidot di link ini, menit 5:36 dst....


[embed]https://www.youtube.com/watch?v=JEJG3oL39Lk[/embed]




***

Hazmi Srondol

Kisah Batalnya "Menara BTS" di Masjid Kami

Posted on Rabu, 20 Mei 2015 Tidak ada komentar

Rabu, 20 Mei 2015

Sudah beberapa bulan terakhir ini saya tidak melihat beberapa bapak-bapak tetangga saat sholat subuh di masjid komplek. Saya sungguh penasaran, kemana gerangan beliau-beliau ini. Konon kabar yang beredar, bapak-bapak yang saya cari ini sudah tidak tinggal di perumahan kami lagi.

Sungguh saya mendadak bergidik. Saya teringat kejadian sekitar setahun lebih yang lalu. Saat itu mendadak saya mendapat tamu, ustadz DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) komplek. Ustadz dengan tergesa-gesa mengundang saya untuk hadir ke masjid malam ini juga untuk membantu menjelaskan soal tower BTS ke jamaah.

Hah? Awalnya agak heran. Tumben-tumbenan saya diundang membahas urusan tekno di masjid. Sempat GR juga, jangan-jangan saya sudah dianggap "ustadz" khusus tekno oleh warga. Hihihi.

Sesampainya di Masjid, terlihat banyak bapak-bapak warga dan pengurus DKM sudah hadir membentuk lingkaran. Gelagatnya kok sepertinya lain. Ternyata, setelah saya datang dan acara langsung dimulai dengan penjelasan dari DKM jika pengurus mendapat proposal dari salah satu vendor operator seluler untuk memasang BTS di masjid kami. Konsepnya adalah meninggikan menara beberapa meter sesuai spesifikasi teknis yang diperlukan.

Oooo, jadi paham. Sepertinya jemaah perlu tanggapan saya , ehem, sebagai tokoh senior dunia telekomunikasi. Setidaknya di kompleks kami.

Ya, walau sebenarnya agak sungkan dengan operator yang mengajukan proposal ini karena operator tersebut bukan tempat saya berkerja, namun sebagai salah satu jemaah masjid tersebut, saya perlu sampaikan untung rugi adanya BTS tersebut.

Pertama soal kerugian yang saya sampaikan. kerugian yang paling mendasar adalah kemungkinan lompatan listrik saat petir menimpa menara masjid tersebut. Walau pun kemungkinan kecil jika sistem grounding bagus dan lokasi kota kami, Bekasi tidak seperti Bogor yang curah petirnya tertinggi di dunia--namun resiko ini tetap perlu disampaikan.

Perlu kehati-hatian dan kepastian dan terjaminnya sistem grounding penangkal petir ini. Jangan sampai sistem grounding bagus tetapi kabel tembaga tersebut tercuri--ya, sama saja. perlu tambahan sistem arau personil yang stand by 24 jam di masjid. kalau tidak ada satpan, setidaknya marbot-nya ditambah.

Setelah itu, baru saya sampaikan segudang manfaat adanya BTS yang berbentuk menara masjid ini. Secara nasional, hal ini sangat bermanfaat untuk mengurangi banyaknya menara besi yang sangat tidak cantik. Apalagi Indonesia terkenal dengan "hutan tower" nya ini. Perlu kamuflase untuk penanganan estitika tower ini.

Manfaat lain adalah, dengan hadirnya tower BTS yang berbentuk menara--setidaknya masjid bisa menumpang listrik dari BTS tersebut. Baik PLN maupun genset pada saat darurat. Bakal mengurangi cost biaya listrik masjid yang ratusan ribu rupiah tersebut perbulan.

Manfaat lain yang utama tentu adalah perihal dana sewa lokasi ini. Dari proposal yang saya baca, kontrak pertahunnya puluhan juta dengan kontrak minimal 5 tahun. Angka yang sungguh sangat besar untuk menjalankan program-program masjid seperti rencana pembangunan madrasah, pagar, paving blok halaman masjid dan lain sebagainya. Bahkan sangat memungkinkan  untuk memberi uang saku ke da'i kondang jika ada acara keagamaan. Pokoknya, secara finansial, masjid benar-benar "makmur" dalam hitungan saya.

Namun sayangnya, ada beberapa warga yang menolak. Alasannya ada dua. yaitu soal "fikih" masjid digunakan sebagai tempat usaha dan perihal bangunan masjid yang merupakan wakaf dari orang Arab yang katanya tidak boleh digubah bentuknya.

Soal fikih tersebut tentu debatable. Hanya saja, ketika saya hendak menjelaskan jika di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi sekali pun, sinyal telefon sangat kuat walau pun tidak tampak antenanya. Saya menduga, antena-antena tersebut sudah dimodifikasi menyesuaikan bentuk bangunan sekitar. Bahkan di halaman Masjidil Haram adalah salah satu tempat favorit saya mencari sinyal wifi gratisan saat di tanah suci, e, ustadznya mencolek pinggang saya untuk tidak perlu berdebat.

Dan saat itu juga, walau hanya seberapa gelintir warga yang menolak--ustadz memutuskan untuk menolak proposal tersebut.

Sangat disanyangkan sebenarnya. Sempat saya berucap "ustadz, kan enak dapat sewa BTS. Kita nggak perlu keliling bawa teromol ke warga kalau ada acara". Dengan tertawa, ustadz menjawab "Nggak papa, pak. Mungkin ini jalan warga agar tetap berkesempatan sodakoh. Biar nggak manja juga".

Ya, sudahlah. Toh saya juga mengerti kekhawatiran pengurus DKM jika dianggap "mencari duit" dalam proposal tersebut. Memang daripada menjadi fitnah. Mendingan tidak usah sama sekali.

Walau saja, ketika beberapa bulan kemudian beberapa bapak-bapak yang sangat keras menolak BTS tersebut , bahkan sampat mengebrak lantai masjid mendadak menghilang saat sholat Subuh. Satu-satunya waktu termudah warga untuk berinteraksi sebelum tenggelan dalam aktifitasnya, tentu ini menjadi perhatian dan ke-kepo-an tersendiri.

Apalagi setelah terkonfirmasi jika menghilangnya ini karena memang pindah rumah karena (konon) usahanya merugi dan terpaksa menjual rumahnya dan pindah ke perumahan yang lebih jauh bahkan mengontrak, saya jadi ngeri sendiri.

Setidaknya bagi keluarga di rumah saya wanti-wanti dengan keras agar tidak main-main dengan urusan "kemakmuran" masjid dan umatnya.

Walau memang berbau gotak gatik gatuk atau penuh praduga, namun boleh saja dong saya tetap berhati-hati. Apalagi kan kita hidup di dunia ini tidak sendiri. Ada malaikat, ada jin atau mahluk-mahluk lain ciptaan Allah yang bisa jadi tidak terima dengan batalnya kemungkinan bertambahnya makmur dan nyamannya masjid yang bisa jadi--mereka juga jemaahnya.

---

Yang Penting Dia Bahagia...

Posted on Selasa, 19 Mei 2015 Tidak ada komentar

Selasa, 19 Mei 2015

Ada salah satu sahabat dekat yang sudah kuanggap saudara sendiri. Sosoknya unik. Walau tidak mempesona seperi bintang kejora, walau tidak menjadi pusat tata surya seperti matahari tetap saya yakin ia sangat mirip pesawat ulang alik. Kadang mengilang, e, mendadak nongol di depan hidung.

Harus kuakui, banyak hal yang membekas dari ucapan-ucapannya yang kadang kocak namun isinya malah kadang sangat serius. Contohnya saat ada perseteruan antara sesama teman, ia selalu berdiri di tengah dan bilang:

"Sudahlah, biarkan dia begitu. Yang penting dia bahagia, Ndol. Toh kamu nggak mungkin membahagiakan dia kan?"

Wakakaka.

Ia benar. Kadangkala memang perlu memberikan seseorang ber-ekpresi dengan caranya sendiri. Se-menyebalkan apa pun, toh ujungnya dia bukan istri atau anak kita. Susah senang dia-dia juga toh yang menikmati.

Daripada ribet membuatnya senang, mending biarkan saja ia mencari jalan kebahagiaannya sendiri. Apalagi sudah terlanjur kenal. Asal tidak mengganggu secara langsung dalam kehidupan sehari-hari saja dan melanggar hukum. Biarkan saja.

Kadang juga dari bibirnya muncul kritikan yang lugas dan membuat dahi berkerut. Seperti "Buat akun socmed kok temennya itu-itu saja, kayak bedol desa".

Hal yang memang akhirnya menjadi salah satu pola bergaul dalam dunia maya. Sebisa mungkin, dari akun Facebook, Pages FB, Kompasiana, Blog, Instagram, Flickr, Path, twitter dll sebisa mungkin 50% isinya adalah teman-teman baru.

Sempat juga saya berfikir untuk membuat akun anonim pada beberapa situs tersebut. Hanya saja, saya tidak terlalu suka beranonim apalagi selama ini terlalu banyak akun anonim yang fungsinya negatif dan berkesan membunuh karakter orang lain tanpa tanggung jawab. Terlepas akun anonim tersebut sejalan atau berlawanan dengan diri saya sendiri.

Namun, mendadak sahabat unik saya muncul lagi, Kali ini menjadi sosok anonim. Sekali lagi ia mendobrak pakem. Akun anonimnya tidak menyerang siapa-siapa. Terlihat hanya untuk bersenang-senang dan mencari teman baru saja.

Dalam akun instagram barunya, ia memakai sosok boneka macan disney yang menjadi 'centre of view' postingannya. Tak ada satupun wajah "ganteng"-nya yang muncul. Kocak namun dari sudut pandang fotografi sangat menarik.

Kreatifitas yang sangat jenius dan memaksa saya untuk follow, walau pun saya yakim dalam hatinya ia akan berkata "Yaaaaah, follower baru Tigger-ku ada indikasi bedol desa juga"...

Hahaha... Biarin lah. Sekali-kali...

link: https://instagram.com/howtobeatigger

 

Ring Palapa, Telkom dkk Yang Menanam, Jokowi Yang Menuai

Posted on Senin, 18 Mei 2015 Tidak ada komentar

Senin, 18 Mei 2015

Saya mendadak tertawa geli ketika ada yang menulis status betapa bangganya ia terhadap Jokoi perihal peresmian "Internet 100 Mbps biaya Rp. 5000" yang beritanya ada di situs detik.com.


Itulah yang akan kita temui terus menerus saat Jokoi menjabat presiden. Hal-hal yang merupakan ide kreasi dan program-program lama dari pemerintahan sebelumnya yang berhasil akan di "akui" nya sebagai prestasinya. Namun kesulitan dan masalah yang tidak mampu di selesaikannya akan disalahkan pemerintahan sebelumnya.

Seperti halnya internet cepat ini. Sejarahnya sangat panjang untuk sampai pada capaian yang kebetulan --sekali lagi-- kebetulan selesai di era Jokoi menjabat presiden.

Internet 100 Mbps yang diresmikan tersebut merupakan salah satu hasil dari pembangunan jaringan fiber optik yang disebut sebagi "RING PALAPA". Jaringan sepanjang 10 ribu km yang menghubungkan 33 propinsi dan 440 distrik (kabupaten) di seluruh Indonesia sebagai Jaringan Backbone Nasional Berkapasitas Tinggi.

Network ini mulai dibangun tahun 2007 dengan pemodalam konsorsium dimana PT Telkom mengeluarkan dana 40% dari total investasi pembangunan tersebut.

Sisanya, oleh PT. Bakrie Telecom Tbk, PT. Excelcomindo Pratama Tbk, PT. Indosat Tbk, PT. Infokom Elektrindo, PT. Macca System Infocom, PT. Powertek Utama Internusa, dan kosursium lainnya. Dengan porsi 40%, Telkom mendapat porsi kuota 40 GB dari 85 GB yang tersedia dalam jaringan ini.

Jaringan serat optik Ring Palapa ini sendiri, sama sekali TIDAK memakai dana APBN (Anggaran Pendapatan & Belanja Nasional).

Sebagai insan telekomunikasi yang semenjak sekolah menengah, kuliah hingga berkerja di dunia telko yang tidak jauh-jauh dari urusan fiber optik, sebenarnya saya sanggat bangga dengan capaian Telkom dan Konsursium ini.

Harap maklum, menghubungkan ujung Barat hingga ujung Timur Indonesia, dari Aceh hingga Papua melalui fiber optik ini jawaban dari keinginan besar para engineer telkekomunikasi untuk pemerataan internet di Indonesia. Apalagi dalam era boros bandwith sekarang ini, kapasitas satelit tidak mencukupi untuk kebutuhan ini. Satelit hanya "back up" pada kebutuhan tertentu.

Sempat juga saya kesal dengan peran pemerintah dalam mengimbangi kerja para konsursium ini dalam membangun telekomunikasi di Indonesia. Penyebabnya adalah, saya pernah menghadiri salah satu seminar perihal dana USO (Universal Service Obligation).

Dana USO sendiri adalah kewajiban menyetor dana 1,25% dari pendapatan kotor, di ulang PENDAPATAN KOTOR dari seluruh operator seluler. Dananya trilyunan rupiah dan saat bulan agustus 2012 -- pemerintah baru pada tahab "Mencari Format Penggunaan Dana USO". Pengen garuk-garuk kepala jadinya.

(Artikel : Program USO dan Pelecehan Intelektual Warga Papua = http://hiburan.kompasiana.com/…/program-uso-dan-pelecehan-i… )

Namun untunglah, setelah kesal dan muring-muring dengan mengendap-nya dana USO ini, tahun 2013 Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) melalui Balai Penyedia, Pengelola, Pendanaan Telekomunikasi, dan Informatika (BP3TI) menyiapkan dana sebesar Rp 2,8 triliun untuk menyelesaikan proyek pembangunan jaringan fiber optik Palapa Ring Tahap II.

RING PALAPA II ini disebut juga Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) Sulawesi Maluku Papua Cable System (SMPCS). SMPCS sendiri mencakup penggelaran Kabel Laut sepanjang 5.444 km dan Kabel Darat sepanjang 655 km.

Secara desain jaringan, SMPCS terdiri dari tiga jalur utama, yaitu Manado-Ambon-Fakfak-Timika, Manado-Sorong- Biak-Jayapura, dan Ambon-Kendari, serta 13 cabang meliputi Jailolo, Ternate, Labuha, Sorong, Mangole, Sanana, Namlea, Masohi, Banda Neira, Bula, Manokwari, Sarmi, dan Kaimana.

Dan ketika pembangunan jaringan fiber optik RING PALAPA 1 dan 2 selesai inilah, yang pada tanggal 17 Mei 2015 di Telkom Manokwari, Papua--Jokoi meresmikan SMPCS yang didalamnya terdapat fasilitas wifi milik Telkom yang harga paketnya memang murah, Rp. 5000 dan dielu-elukan sebagai prestasi Jokoi oleh pendukungnya.

Padahal, tahun 2007 saat Ring Palapa dimulai dikerjakan--Jokoi baru jadi walikota Solo. Itu pun entah mengerti atau tidak soal ini.

Selamat pagi dan tetap waras membaca berita. MERDEKA!

***

Penulis: Hazmi Srondol

Alun-alun Kota Kuala Kencana Freeport Tepat Menghadap Kiblat

Posted on Minggu, 17 Mei 2015 Tidak ada komentar

Minggu, 17 Mei 2015

Ada statement menarik dari Ali Budiardjo, Direktur Utama Freeport saat menyerahkan jabatannya kepada Usman Pamuntjak pada tahun 1985. Saat itu, Ali mengatakan bahwa, “Yang paling mengesankan (berkerja) di Freeport adalah proses Indonesianisasi”.

Ya, awalnya memang agak janggal mencerna kata ‘Indonesianisasi’ ini. Namun setelah melihat beberapa hal yang saya temukan dalam perjalanan ke Timika, baik ke lokasi tambang Erstberg dan Grasberg, kota Tembaga Pura hingga ke pemukiman karyawan Freeport di Kuala Kencana—statement Ali Budiardjo ini memang banyak benarnya.

Pertama tentu dari jabatan Direktur Utama PT Freeport Indonesia itu sendiri yang sejak beropeasi tahun1967, hanya membutuhkan tujuh tahun untuk menyerahkan pucuk pimpinannya kepada orang Indonesia.

Selanjutnya adalah budaya perusahaaan Freeport sendiri yang begitu kental adat ke-Indonesia-an nya. Paling sederhana adalah sapaan “pak” atau “bu” di dalam perusahaan itu sendiri. Tidak perduli orang Indonesia atau pekerja asing dari Filipina, Eropa bahkan Amerika—tetap menggunakan kata sapaan tersebut.

Saya sendiri sempat kecele saat sok akrab dan menyapa “Good morning, sir” dan dijawab “selamat pagi juga, pak” dengan senyum ramah dan lebar ala orang Jawa oleh seorang karyawan bule saat berada di Tembaga Pura.

Sepertinya, pesan keras Ali Budiardjo kepada karyawan bule atau Amerika untuk tetap berlaku sopan di kontrak karya ini masih mengakar kuat walau beliau sudah lama meninggalkan jabatan Dirut Freeport ini.

Lebih mengejutkan lagi saat awal Mei 2015 ini saya berkesempatan mengunjungi kota Kuala Kencana, sebuah kota satelit yang awalnya dibuat sebagai tempat pemukiman baru untuk karyawan Freeport. Dimana lokasi sebelunya, Tembaga Pura sudah begitu sesak dan tidak mencukupi dengan lonjakan jumlah karyawan barunya.

Walau dari beberapa cerita dari mulut ke mulut jika kota Kuala Kencana ini dianggap sangat mewah dan ekslusif, setidaknya harus lapor dan meninggalkan KTP bagi yang tidak membawa ID card karyawan Freeport atau penduduk Kuala Kencana—saya rasa itu masih dalam taraf wajar. Toh, di Jakarta atau kota-kota besar lainnya juga menerapkan standar keamanan serupa pada jenis perumahan cluster atau apartemen.

Apalagi saat saya berada di Kuala Kencana, aturan ini berlaku untuk semua orang. Karyawan Freeport sendiri juga wajib “menyapa” satpam komplek sambil menunjukan tanda pengenalnya.

Walau sempat juga saya kebingungan saat melihat deretan angkot berwarna biru muda, senada warnanya dengan angkot jurusan Kota – Tanjung Priok di dekat alun-alun kota. Saya kurang paham apakah sopir angkotnya juga wajib menyapa satpam di posnya?

Nah, alun-alun kota Kuala Kencana inilah yang sebenarnya sangat memancing keingintahuan saya. Dari berbagai macam referensi, saya mendapat beberapa petunjuk yang menarik.

Selain konsep EcoLiving yang berbasis lingkungan, ada sebuah alun-alun besar ala Jawa dengan bentuk persegi panjang dengan sisi barat terdapat sebuah masjid bernama Masjid Baitur Rahim dan sisi sebelah timur terdapat Gereja Betlehem yang berbentuk mirip rumah Honei.

Sejarah pembuatan alun-alun ini pun juga tidak sesederhana saat sudah jadi kota baru ini. Saat itu, Abdul Rauf Soehoed—seorang mantan menteri yang juga dewan komisaris Freeport mendapat mandat untuk mampu menerjemahkan konsep “meng-Indonesiakan” Freeport nya Ali Budiardjo sempat berpindah pindah lokasi untuk menemukan lokasi terbaik.

Awalnya, dilakukan survey kepada karyawan freeport tentang bagaimana keinginan mereka terhadap sebuah kota/perumahan idaman. Data-data yang dikumpulkan ini akhirnya di sebut sebagai ‘Laporan Hay”.

Kemudian, menindak lanjuti laporan Hay ini, sekitar tahun 1993 sempat akan dibangun di Mile 50, sebuah lokasi yang hanya membutuhkan waktu 20 – 30 menit dari Tembagapura atau daerah tambang. Namun sayangnya, saat uju kelayakan tanah, area ini sangat labil dan lemah untuk pondasi bangunan serta jalannya.

Setelah itu, diputuskan dibangun di area Mile 32 yang dekat dengan kawasan SP (Satuan Penduduk) Transmigrasi dari Jawa yang sudah ada sejak tahun 1990.

Awal pembangunan kota baru yang konstruksinya mulai digelar tahun 1996 ini pun sempat muncul masalah lain. Di sini sempat mendadak muncul jalanan dan hilir mudik truk pembawa kayu. Ternyata, walau dari data tidak ada peruntukan lahan, perusahaan kayu lapis ini mempunyai ijin untuk melakukan penebangan pohon untuk bahan baku industrinya.

Mengingat rencana konsep perumahan yang “Indonesia”, tentu keberadaan hutan tropis sangat terkait—pihak Freeport meminta penebangan tersebut dihentikan. Setelah berunding, pihak perusahaan kayu lapis bersedia menghentkan penebangan pohon tersebut dengan biaya ganti rugi produksi yang saat itu senilai $ 5 juta.

Setelah proses perundingan dan ganti rugi selesai, mulailah pengukuran topografi yang sangat mendetail sampai ketelitian 1 kaki (30 cm). Penempatan bangunan tidak boleh menimbulkan genangan air, mengingat lokasi ini sangat rentan dengan keberadaan sarang nyamuk Malaria.

Detail seperti ini juga bertujuan untuk menegaskan bahwa keserasian lingkungan dan kesadaran bahwa yang hendak dibangun adalah benar-benar sebuah kota Indonesia, bukan Amerika.

Dalam pembuatan alun-alun, awalnya AR Soehoed menginginkan ukurannya adalah 300x300 meter. Namun sempat dianggap terlalu lebar dan setelah berdiskusi, diputuskan ukuran lebarnya adalah 200x200 meter. Di tengahnya dipasang sebuah tugu karya pematung Nyoman Nuarta yang menggambarkan kelima sila Pancasila.

Dan menakjubkannya, ternyata alun-alun yang dibelah dua silang jalan ini—jika diukur dari tugu menuju arah masjid Baitur Rahim tidak tepat menunjuk arah Barat 225 derajat kompas.

kiblat kuala kencana


Cek arah kiblat dengan google maps


Ketidak tepatan ini sepertinya memang disengaja oleh pak Soehoed. Garis belah alun-alun di geser sedikit ke utara menuju derajat 291,04. Artinya, garis belah alun-alun dan masjid tepat mengarah ke kiblat atau ka’bah yang berada di Mekah.

Awalnya saya mendapat data ini setelah mengecek dari aplikasi Google Maps dan kemudian saya uji sendiri ke lokasi dan dokumentasikan langsung dengan video. Ketepatan ini tentu menjadi hal menarik jika dibanding dengan banyaknya informasi mengenai melesetnya arah kiblat masjid-masjid di pulau Jawa.

Hal yang memudahkan dan menghilangkan keraguan jemaaah masjid Baitur Rahim yang berkapasitas 2000 orang ini dalam menjalankan ibadah sholatnya. Tidak perlu menggeserkan sajadahnya sedikit kearah utara agar tepat menghadap baitullah di tanah suci Mekkah al Mukaramah.

Link video reportase: https://www.youtube.com/watch?v=07qTjGuNPqA

 

[embed]https://www.youtube.com/watch?v=07qTjGuNPqA[/embed]

 

====

Penulis: @HazmiSRONDOL

Alun-alun Kuala Kencana Freeport tepat Menghadap Kiblat

Posted on Sabtu, 16 Mei 2015 Tidak ada komentar

Sabtu, 16 Mei 2015

Diukur dari tugu alun-alun Kota Kuala Kencana yang dibangun PT Freeport menuju arah masjid Baitur Rahim ternyata tepat menghadap Kiblat (Ka'bah)

[embed]https://www.youtube.com/watch?v=07qTjGuNPqA[/embed]

Ketika Pasar Johar & Pasar Tradisional Lain Terbakar

Posted on Minggu, 10 Mei 2015 Tidak ada komentar

Minggu, 10 Mei 2015

Belum terlalu lama saya mendapat info jika semenjak Joko menjadi presiden, sudah terdapat 140 pasar tradisional terbakar yang terdiri dari 50 pasar besar dan 90 pasar kecil.


Hal ini tentu membuat kening berkerut tanda kita mesti berfikir keras, ada apa ini?

Apakah ini sekedar musibah dan kecelakaan saja? Kalau iya, betapa mengerikan musibah ini. Seakan-akan hal ini adalah sebuah "pagebluk" alias bencana massal.

Jikalau bukan musibah atau kesengajaan. Tentu ini jauh lebih dari sekedar mengerikan. Ini mimpi buruk.

Apalagi dasar kesengajaannya hanya sekedar untuk menggusur pasar-pasar tradisional dan diganti dengan pasar-pasar modern dengan pemodalan dari pengusaha kakap.

Kalau pun tetap memakai konsep tradisional tetapi hanya sebagai untuk alasan penempatan prasasti baru untuk tanda tangan peresmian pejabat. Sebuah modal kampanye Pilpres/pilkada yang sudah bisa kita duga kalimat yang akan dipakai: "saya telah membangun ini dan itu..."

Persetan dengan caranya.

Dan malam ini, saya begitu teriris saat mendapatkan kabar terbakarnya Pasar Johar, Semarang. Pasar kebanggan warga Semarang.

Sedih sekaligus pening, apalagi dihubungkan dengan data APBD Kota Semarang tahun 2015 dimana "income" PAD hanya Rp. 3,04 Trilyun dan pengeluaran Rp. 3,61 Trilyun.

Tanda defisit anggaran Rp. 0,56 Trilyun. Dan sepertinya bakal membengkak dengan perbaikan pasar Johar ini.

Atau jika tidak ingin menambah kebengkakan anggaran, uang dari mana? Pemodal besar lagi? Atau hutang luar negeri?

Trus siapa yang bayar hutangnya?

http://berita.suaramerdeka.com/pasar-johar-terbakar/

***

Penulis: Hazmi Srondol

Don't Miss