Responsive Ad Slot

Latest

Sports

Gossip

Covered

Ketika Mereka "Ngiri", Kita Cukup "Nganan" Saja

Posted on Selasa, 29 September 2015 10 komentar

Selasa, 29 September 2015

 

Beberapa hari ini media dan socmed sibuk membahas soal pengelolaan tamu Allah oleh Kerajaan Arab Saudi. Jelas tersirat hal ini berujung pada perasaan "ngiri" terhadap semua manuver-manuver ini.

- Ngiri pada banyaknya jemaah yang datang ke tanah Arab Saudi yang dikiranya menjadi devisa utama negara kerajaan tersebut.
- Ngiri pada tata cara peribadatan resmi imam Masjidil haram yang lebih merujuk ke gaya peribadaan kaum Muslim Sunni.



Dan hanya karena dua pokok hal tersebut, sudah mampu membuat negara-negara lain kalang kabut, pecicilan dan beragam sikap yang membuat ribet dan eker-ekeran beberapa pihak.

Nah, bagaimana dengan Indonesia?

Kalau boleh jujur, salah satu penyebab Indonesia awut-awutan dan menjadi rebutan banyak pihak ya karena faktor "ngiri" juga. Karena dibandingkan Arab Saudi, sebenarnya negara kita ada jauh lebih banyak hal dan terbukti membuat seluruh penjuru dunia ngiri. Kitanya saja yang sering tak sadar. Tak sadar jika:

- Tanahnya yang super duper subur, dilempar batang tumbuh ubi.
- Lautnya luas, tinggal lempar jala dapat ikan.
- Dibawah bumi ada minyak, emas, berlian, perak dan material berharga lainnya.
- Diatas tanah terdapat minyak sawit, minyak kelapa dan minyak nabati lainnya.
- Diangkasa terdapat garis katulistiwa dimana para satelit berbaris nangkring pada orbitnya.
- Belum lagi manusianya yang sangat ulet, cerdas, berparas exotis dan sabarnya kelewatan. Dijajah terbuka dan diam-diam lewat sistem ekonomi cukup disikapi dengan senyum saja.
- Kebudayaan dan seni yang tinggi, wujud peradaban agung besar dan hadir disini.
- dst... silahkan tambahin sendiri.

Dan suatu kebodohan jika kita diam saja dengan manuver ke-ngiri-an mereka yang begitu masiv semenjak ratusan tahun hingga (konon) sudah 70 tahun merdeka kini. .

"Mereka" embiarkan kita tetap bodoh, tetap gampang diadu domba, tetap gampang diatur-atur oleh kebijakan dan pilihan mereka dan tidak diberi kesempatan atau dimatikan semangatnya untuk mandiri dan mengambil gaya mengelola ekonomi serta kepemerintahan ala kebijaksanaan lokal kita sendiri

Kalaulah masih takut berhadapan langsung, membalas serangan sekaligus memberikan kuncian "arm bar" kepada mereka, ya sudah. Setidaknya kita mampu "nganan" ketika mereka "ngiri".

E, sapa tahu mereka kepleset dan jatuh sendiri tanpa kita apa-apain.

Ya, tho?

Tentang Tamu Allah di Baitullah dan Negeri Pelayannya

Posted on Tidak ada komentar
Ternyata pola pikir Abrahah dan pasukan Gajahnya tidak begitu saja musnah ketika bersama rontoknya mereka oleh kerikil neraka yang dibawa oleh burung-burung Ababil.

Dikiranya, para tamu Allah itu datang ke Mekah Al Mukaromah karena hendak piknik atau bershopping ria.


Atau mengira para pemelihara Ka'bah yang dipilih Rasulullah itu hendak memperkaya dirinya.


 

image


Kalau lah sekarang kaya raya, coba cek booming minyak bumi setelah era industrialisasi berbahan bakar minyak bumi. Sedangkan tanah yang tandus itu, ternyata dibawahnya adalah lautan minyak bumi. Begitu adil Allah dengan segala rizqinya.

Dan lagian, kalau sekedar pengen mendapat kunjungan tamu/wisatawan, mbok yao kreatif dikit. Contohlah negeri liliput Cyprus, hanya bermodal isyu sebagai negeri Atlantis yang hilang, ia mampu mendatangkan 38 jt turis pertahunnya. Padahal, banyak referensi jika Atlantis sebenarnya malah di Indonesia, kenapa kita tak ambil alih isyu ini?

Terakhir, kembali soal tamu Allah yang mengunjungi Ka'bah. Apakah mereka datang karena mereka kaya? Apakah karena mereka sehat wal'afiat? Karena mereka banyak waktu luang?

TIDAK!

Mereka datang karena mereka orang-orang pilihan Allah...! Orang-orang yang diundang khusus lewat bisikan di kalbunya.

Kalaulah karena alasan kedatangan mereka ke tanah suci karena 3 faktor diatas, tentu sudah tak mencukupi seluruh area Al Haram yang sudah dibatasi miqot-miqotnya.

Salam,
Hazmi Srondol

Akar Bahar, Bukti Nuklir Sudah Dipakai Orang Indonesia, Jauh SebelumIran dan Israel

Posted on Minggu, 27 September 2015 12 komentar

Minggu, 27 September 2015

“Bapak! Ada kiriman dari Papua  sampai rumah” kata istriku di telefon.

“Iya buk, tolong disimpan dulu baik-baik. Jangan sampai dimainin anak-anak” kataku meminta tolong.

“Iya pak. Eh, emang nya isinya apaan pak? Kok bungkusnya gede banget tapi ringan beratnya” tanyanya binggung.

“Nuklir buk”

“Hah?! NUKLIR…!!!  Yang bener aja paaak!” tanyanya panik.

Aku hanya tertawa-tawa saja mendengar suara paniknya diseberang sana. Terbayang wajah pucat pasi istriku yang pasti akan benar-benar mengamankan kardus besar berbobot ringan itu dirumah.

Ehm, bener juga. Sesampainya di rumah, kardus besar itu itu tampak diletakkan sendirian di meja bulat di halaman belakang rumah. Tampak bungkus karung plastiknya belum diobrak-abrik anak-anak seperti bungkus-bungkus kiriman lainnya. Istri, anak-anak dan mbok asisten di rumah tampak masih berwajah kecut ketakutan  menungguku.

“Buka pak, pengen liat nuklirnya kayak apa?” Tanya istriku hati-hati.

Mboten mbleduk kan pak?” tanya mbok penasaran.

Aku hanya tersenyum lalu dengan berpura-pura hati hati, bungkus karton besar itupun aku buka. Sempat istriku menanyakan bau amis laut yang sedikit tercium di hidungnya saat kardus dibuka.

“Kok nuklirnya bentuknya jelek begitu pak?” tanya anakku keheranan yang dibarengi wajah istriku yang juga ikutan melonggo.

Akupun jadi tidak bisa menahan tawa. Memang 'nuklir' hadiah dari salah satu Kepala Desa di Fak-fak, Papua yang diambil dari kedalaman laut 300 meter ini bentuknya seperti awut-awutan. Bahkan tidak jauh berbeda dengan ranting pohon. Cuman bedanya warnanya hitam mengkilap. Benda itu bernama AKAR BAHAR. Sebuah tanaman laut yang tumbuh menempel di karang laut (bahar=laut:  bhs. Arab) dan berbentuk akar.

[caption id="attachment_1777" align="aligncenter" width="350"]Sumber: http://www.sciencephoto.com/image/553950/350wm/C0183769-Radium,_atomic_structure-SPL.jpg Sumber gambar: http://www.sciencephoto.com/image/553950/350wm/C0183769-Radium,_atomic_structure-SPL.jpg[/caption]

Sedikit kujelaskan kepada istriku tentang akar bahar ini, biota laut ini mempunyai nama latin Antiphates Sp ini konon adalah  biota yang mengandung unsur Radium alamiah dengan symbol (Ra) dengan nomer atom 88.

Dari Wikipedia, Radium ini dijelaskan berwarna hampir putih bersih, akan tetapi saat teroksidasi saat terkena udara dan berubah warnanya menjadi hitam legam. sama persis dengan akar bahar.  Radium ini juga mempunyai mempunyai tingkat radioaktivitas yangsangat  tinggi namun isotopnya paling stabil,. Untuk Ra-226, dapat bertahan 1602 tahun dan setelah itu akan berubah menjadi gas radon. Widiiiiwww!

Tidak heran akar bahar yang juga di sebut kayu uli ini jamak dipakai jawara Betawi dan para pelaut. Bahkan para Biksu Budha pun konon termasuk yang juga memakai tongkat akar bahar ini. Mereka berani menebusnya dengan harga puluhan juta untuk akar bahar yang berdiameter 1 cm.

Lebih menariknya, sebelum era kedokteran medis sekarang menggunakan radioaktif dalam pengobatan, mereka sudah menggunakannya sebagai obat penangkal racun, terapi maag dan rematik serta menambah stamina. Ukurannya pun sangat presisi karena jumlah radioaktifnya natural dari Tuhan, bukan dari manusia yang rentan dengan kesalahan ukuran.

Wajar jawara Betawi sehat-sehat walau sudah berumur, disamping rajin berlatih silat, efek radium sudah menyatu lama dalam peredaran darahnya karena bertahun-tahun dipakai. Walaupun tetap saja ada sebagian yang menyangkal dan menganggapnya hanya efek sugesti saja.

***

13306937801598325865

Bungkus


“Pak, katanya Israel mau menyerang Iran pak. Gara-gara Iran mau bikin senjata nuklir. Wah bakal perang dong?” kata istriku.

“Biarin aja, kata Menteri Pertahanan Jerman-- Om Thomas de Maiziere: Israel gak bakalan menang. Bahkan bias hancur lebur sendiri melawan Iran” jelasku mengutip pernyataan tersebut.

“Wah, gimana pak kalau Israel menyerang Indonesia. Bapak kan juga menyimpan nuklir di rumah” tanya sambil tertawa terkekeh.

“Lah biarin, gak bakalan berani dia datang ke Indonesia. Wong yang nenteng nuklir di tangan orang Indonesia kan banyak”

“Kok nggak berani pak? Emangnya kenapa?”

“Ya selain untuk pengobatan, akar bahar kan juga berguna untuk mengusir setan buk” jelasku.

“Oo… berarti negara Israel itu setan ya pak?”

Tauuuuk!

Hehehehe.

…..

[Hazmi Srondol]

Bukan Moleskine, Satpam Djakarta Theater XXI Tetap Perlakukan Notes-ku Istimewa

Posted on Jumat, 25 September 2015 6 komentar

Jumat, 25 September 2015

Mendadak saya blingsatan di waktu sepertiga malam saat menyadari ada benda penting hilang dari tempatnya. Seluruh isi jeroan tas ransel sampai saya keluarkan isinya untuk memastikan keberadaan benda yang sudah sembilan bulan ini menemani.

“Buku notesku, buk” jawabku dengan menyisakan ekspresi kepanikan saat istriku menanyakan apa yang sedang aku cari-cari ini.

Ya, buku notes ku ini bukan bermerk Moleskine yang legendaris itu. Bukuku hanya bermerek Kuramas yang seharga empat ribu rupiah. Hanya sekitar $0,3 dengan kurs rupiah hari ini.

Namun begitu, banyak sekali draft tulisan, jurnal, konsep video youtube hingga catatan perjalanan penting yang sudah tersimpan baik disana. Termasuk point-point wawancara terakhir (22/9/2015) dengan sutradara dan producer film 3 Dara di Cinema XXI, Djakarta Theater, Jakarta.

Oh ya, aku baru ingat. Memang sepertinya buku kecil itu tertinggal di Cinema XXI. Perasaan, terakhir aku mencorat-coret di buku itu saat ngobrol di ruangan merokok tersebut. Agak lega walau mood menulis hilang total gara-gara kejadian ini. Bahkan hingga menjelang adzan subuh berkumandang, hati masih tidak tenang.

Barulah beberapa saat kemudian, ketika hari sudah menjelang siang dan aku yakin Cinema XXI sudah buka, dalam perjalanan ke Lapas Sukamiskin, Bandung kutelefon gedung bioskop tersebut. Nomer yang kudapat dari hasil searching di google itu ternyata tepat.

Ada suara merdu dari customer service gedung yang mengabarkan bahwa bukuku masih ada dan disimpan baik oleh security disana. Alhamdulillah. Hilang satu kekhawatiran. Hanya saja, mbak CS memintaku untuk datang sebelum gedung bioskop tutup.

Hal itulah yang akhirnya membuatku tergesa-gesa ketika bertamu di lapas Sukamiskin. Waktu itu, sempat waktu berkunjung sempat tertahan karena ada kegiatan relokasi tahanan Gayus dari Lapas Sukamiskin ke Gunung Sindur.

Sopir kantor yang paham dengan situasiku, langsung tancap gas—ngebut menuju ke Jakarta untuk menjemput buku ini. Alhamdulillah, saat jam tujuh malam, kami sudah sampai di Djakarta Theather. Ketika berada di lobby bioskop, satpam bernama bapak N segera mengkontak rekannya, bapak S yang berada di atas untuk menunjukan lokasi penyimpanannya.

Luar biasa, bukuku masih utuh dan tersimpan baik di ruang khusus Djakarta Theater. Pak S sempat cerita jika ketika menemukan buku ini dan sedikit membukanya, ia kaget karena ia tahu banyak catatan-catatan yang menurutnya menunjukan isi yang sangat penting. Ia sempat berkeliling dan berteriak-teriak ke awak media yang masih dilokasi. Menanyakan siapa pemiliknya.

Jujur, dalam hati terbersit rasa kagum atas perlakuan satpam gedung ini terhadap bukuku. Bayangkan, sekali lagi ini bukan buku notes bermerk Moleskine.

[caption id="attachment_1765" align="aligncenter" width="474"]Sketsa van Gogh di notes Moleskine (sumber: http://www.theguardian.com/lifeandstyle/competition/2013/may/12/win-van-gogh-sketchbook) Sketsa van Gogh di notes Moleskine (sumber: http://www.theguardian.com/lifeandstyle/competition/2013/may/12/win-van-gogh-sketchbook)[/caption]

Sebuah merk notes legendaris buatan Italy yang sudah banyak dipakai oleh para tersohor dunia. Dari sketsa lukisan Vincent van Gogh atau Pablo Picasso juga banyak dibuat di buku ini.

Kemudian ada penulis besar seperti Ernest Hemingway atau travel writer terkenal Bruce Chatwin juga selalu membawa buku catatan ini. Tidak puas? Coba cek beberapa scene film The Motorcycles Dairies, disana Che Guevara juga terlihat memakai Moleskine ini untuk catatan perjalanannya. Scene ini konon juga berasal dari kejadian nyata perjalanan Che saat mencari jatidiri dan pembentukan karakter revolusionernya.

Sempat saya terheran-heran. Bagaimana mungkin buku notes ini begitu mahal harganya. Sekitar Rp.300.000 an lebih. Mungkin karena bahan sampulnya dari kulit tertentu yang halus dan kuat, serta bahan kertasnya mempunyai standarisasi khusus. Sejenis kertas acid-free papaer yang aman untuk lingkungan dan nyaman kerika membuat sketsa atau tulisan.

Atau memang harga kertas luar negeri tidak semurah Indonesia yang merupakan salah satu sumber bahan pulp kertas dunia? Entahlah.

Berbeda sekali dengan bukuku yang sampulnya berupa sejenis karton tebal dan kualitas kertas apa adanya. Namun tetap ada kelebihannya, yaitu dengan sampul keras ini—membuat kita menjadi mudah dan nyaman ketika menulis pada halaman awa-awal walau pun sambil berdiri. Seakan-akan ada tatakan atau landasan menulisnya.

[caption id="attachment_1766" align="aligncenter" width="593"]Che Geuvara dan notes Moleskine-nya di film "The Motorcyles Diaries" Che Geuvara dan notes Moleskine-nya di film "The Motorcyles Diaries"[/caption]

Walau saja, saat pergi ke toko buku seperti Gramedia atau Toko Gunung Agung-- mata ini selalu terpaku ke lapak Moleskine. Ingin sekali memilikinya.

Sempat juga sih membeli versi bajakannya. Kalau tidak salah merk-nya front. Hanya saja, tetap ada rasa ketidaknyamanan dengan merk alternatif ini. Akhirnya, notes ini malah dipakai istriku untuk catatannya.

Untuk sementara, daripada membeli moleskine versi abal-abal, mendingan memakai notes buatan lokal. Toh ketika memakai yang biasa-biasa saja, satpam Cinema XXI juga masih memperlakukan  dengan perlakuan istimewa.

Namun, bisa jadi—kalau memakai Moleskine, perlakuannya jadi istimewa kuadrat kali, ya? Hehehe…

[Hazmi Srondol]

Film 3 DARA, Kisah Lucu yang Orisinil

Posted on Rabu, 23 September 2015 7 komentar

Rabu, 23 September 2015

“Membuat konten komedi itu sulit”

Kurang lebih begitu kata beberapa kawan yang pernah mencoba membuat beberapa tulisan komedi yang serius. Serius artinya tidak membuat konten komedi yang asal-asalan. Komedi yang tidak garing, slapstik atau hanya terasa lucu bagi pembuatnya saja.

Lebih sulit lagi jika hal-hal lucu yang dibuat adalah sesuatu yang baru. Konon, ada pameo yang mengatakan bahwa sesuatu yang lucu itu hanya terjadi sekali. Jika dipaksa diulang maka kelucuannya akan berkurang atau bahkan hilang sama-sekali.

Hal inilah yang kadang sering membuat saya ikut merasa deg-degan atau nervous pada beberapa kegiatan yang berbau humor atau komedi ini. Padahal itu semua bukan karya saya sendiri. Contohnya saat menghadiri launching buku humor, menonton stand up comedy. Termasuk saat datang di acara gala premiere film “3 Dara” di Cinema XXI Djakarta Theather, Jakarta pada Senin malam, 21 September 2015 yang lalu.

Sport jantung ini dimulai dari judulnya yang agak mirip dengan film “Tiga Dara” yang dibuat tahun 1956. Saat itu, film yang diperankan oleh Chitra Dewi, Mieke Wijaya dan Indriati Iskak menjadi salah satu film hitam putih komedi Indonesia yang paling sukses dan legendaris. Boleh dibilang, mungkin ini satu-satu film komedi yang pemeran utamanya masih ada yang memakai kebaya.

Namun untunglah, ketika mencoba mencari informasi—ternyata film ini tidak ada kaitannya dengan film lama tersebut. Bukan pula remake atau adaptasi ke era yang lebih kekinian.

Setelah agak aman dengan praduga awal, kembali selintas muncul satu pertanyaan saat membaca salah satu berita yang mengabarkan bahwa film ini bercerita tentang pria yang terkena kutukan. Kutukan agar bisa merasakan menjadi perempuan.

What?!

Apakah film ini juga saduran dari film “Junior”? Film tahun 1994 yang diperankan oleh Arnold Schwarzenegger, Danny DeVito dan Emma Thompson yang berkisah tentang seorang pria yang bisa hamil?

“Wah, gawat. Ini mah film contekan!” kataku dalam hati saat itu.

Namun untunglah, ketika mulai menelusuri data-data tentang para kru dan tim kreatif film ini—semua kekhawatiran ini mulai hilang.

Jepretan Layar 2015-09-23 pada 04.04.40

Dimulai dari penulis skenarionya, Nataya Bagya. Walau saya belum menemukan akun twitter pribadinya sebagai salah satu rujukan informasi—setidaknya dari akun linkedin-nya menunjukan bahwa sosok penulis script ini sudah sangat senior dan produktif.

Dari script commercial video hingga beberapa film layar lebar tuntas digarapnya. Sebelum film 3 Dara ini, Nataya Bagya juga sukses membuat skrnario untuk film layar lebar yang juga bergenre komedi yaitu Aku atau Dia dan 7/24.

Dari profile awal ini, saya menjadi yakin bahwa penulis skenario ini tentu paham bahwa terlalu berbahaya membuat skenario film komedi dengan cerita daur ulang atau saduran. Ketakutan film 3 Dara jiplakan dari film Junior, lenyap sudah.

Nah, kemudian jika kita beralih ke para pemain dan alur ceritanya—maka kita akan menyadari bahwa film komedi ini adalah salah satu film yang tersulit untuk dibuat. Bukan perkara teknis sinematografi-nya, namun lebih kepada betapa “kolosal” film ini dibuat.

Bayangkan saja, jika kebanyakan film komedi bertumpu pada satu atau dua aktor utama saja. Kelucuan hanya terjadi pada kisah pemeran utamanya saja, selebihnya hanya “korban” atau penggembira cerita saja.

Di film ini, beda.

Betul, sosok Tora Sudiro, Adipati Dolken dan Tanta Ginting memang sukses memerankan penokohannya masing-masing. Bahkan satu catatan khusus kepada Tanta Ginting, saya sempat khawatir ia tidak bisa melepaskan image Tan Malaka di film Soekarno yang berapi-api dan keras. Namun terbukti kekhawatiran saya ini salah. Tanta sukses berperan sebagai sosok jenaka tanpa kesan dibuat-buat atau melucu.

Namun, di film 3 Dara ini—semua posisi pemeran mempunyai sisi strategis masing-masing. Bahkan menurut saya, sosok sentral dalam kisah komedi ini malah berada pada Henki Solaiman dan Rianti Cartwright yang berperan menjadi dokter operasi plastik dan psikolog.

Tanpa dua sosok peran ini, saya yakin, film ini akan kehilangan ritme dan alur. Penonton yang tidak menyimak baik-baik dan saya garansi akan kebingungan dengan ploting ceritanya. Ibarat pemain bola, Henki dan Rianti ini adalah pemain tengah yang membagi distribusi bola.

Ada lagi satu sisi menarik di film ini yang membuat saya bertanya-tanya. Yaitu masuknya Farali Khan, artis dari Malaysia yang ikut berperan serta dalam film ini. Sempat saya berfikir, ia hanya sekedar “alat” promosi agar film ini bisa diterima juga oleh masyarakat Malaysia.

Ternyata tidak, Farali tak hanya berwajah ayu—namun cakap berperan menjadi guru yoga. Sepertinya benar kata sang sutradara--Ardy Octaviand saat bisa sedikit ngobrol-ngobrol seusai acara. Pemilihan pemeran film ini hasil casting dan diskusi dengan semua kru sesuai kompetensi dan kesesuaian dengan skenario.

Jepretan Layar 2015-09-23 pada 04.04.54

Bagi saya, secara garis besar flm ini layak untuk tayang lama di studio layar lebar di Indonesia. Ceritanya orisinil dan masuk dalam area psikologis orang Indonesia—khususnya kaum pria kita yang memang posisinya sementara ini lebih dominan daripada perempuan.

Khusus bagi para wanita, menonton film ini juga bisa digunakan sebagai cara mengajari pasangan prianya agar lebih memahami isi hati dan sudut pandang perempuan secara halus tanpa perlu berkesan menggurui.

Harusnya, film yang resmi tayang tanggal 23 September 2015 ini sukses menggebrak pasar penonton Indonesia. Apalagi momentum film-film hero-hero an ala Hollywood sedang pada titik turunnya.

Hanya saja, ada juga beberapa hal yang kurang mengenakan dalam hajatan gala premiere film ini. Khususnya soal molornya waktu pemutaran filmnya. Entah karena sesi ini sekedar sesi tambahan karena siangnya sudah ada sesi screening awal atau ketidak sengajaan. Sehingga dari jam masuk hingga film diputar terlalu lama. Kasihan penonton yang menunggu. Sampai-sampai sempat kuperhatikan ada penonton yang sudah kehabisan cemilan dan memesan lagi popcorn dan soft drink-nya.

Pun ketika para artis dan kru berkesempatan memberikan sedikit sambutan, waktunya malah terlalu mepet dan pendek. Saking pendeknya, Tora Sudiro sendiri lebih memilih mengucapkan sepatah dua patah kata, lalu salam dan diakhiri foto selfie dengan teman-temannya diatas panggung.

Serta yang paling ngenes, nih. Saat awal pertemuan dengan sutradaranya usai acara di smoking area. Sambil duduk lemas dan berwajah sedih ia berkata “Pendek bener waktu bicaranya, sampai gue gak kebagian ngucapin terima kasih buat emak gua…”

Hehehe, sabar. Buruan bikin film lagi. Nanti kan bisa puas-puasin speech terima kasihnya. Ya, tho?

[Hazmi Srondol]

Prabowo Tidak "Diam", Kalian Aja Yang Tak Mau Dengar!

Posted on Minggu, 13 September 2015 7 komentar

Minggu, 13 September 2015

Lama-lama saya kesal juga dengan pertanyaan dan statement perihal "diam"-nya Prabowo Subianto.

Ada yang bertanya karena geregetan melihat setahun pemerintahan ini. Ada pula yang memang bermaksud memancing agar Prabowo turut campur dalam kegaduhan politik Indonesia akhir-akhir ini.

Kalau sekedar geregetan, saya masih menerima unek-uneknya. Namun kalau yang sengaja memancing-mancing agar Prabowo keluar dari padepokannya di Bukit Hambalang, bahkan dengan statement menganggap pengecut dan bersembunyi dibawah perut kuda-nya, saya fikir itu sudah sangat kelewatan.

Apa mereka tidak ingat atau memang tidak mau tahu bagaimana perjuangan Prabowo terdahulu?

Bagaimana sekitar tahun 1980-an beliau pernah berusaha keras menyakinkan panglimanya agar mengizinkan para wartawan luar negeri untuk melihat tawanan perang Timor Timur yang diperlakukan olehnya dengan sangat baik dan manusiawi?

Panglima yang awalnya menolak, akhirnya luluh atas usaha keras Prabowo meyakinkan hal ini akan baik-baik saja. Walau memang akhirnya terbukti, bukannya berita tentang perlakuan manusiawi yang diangkat, namun headline dengan tema kurang lebih seperti ini yang malah muncul: “Prabowo Memamerkan Tawanannya”.

Pahit. Tapi sudah resiko yang harus ditelan oleh Prabowo.

Itu belum selesai, aneka tuduhan miring atas usaha-usahanya mempertahankan kelangsungan dan ketertiban di NKRI malah disambut dengan headlines lain seperti: kudeta, dipecat, penculik dan lain sebagainya.

Lalu usai pensiun dini dari jabatan terakhirnya sebagai Komandan Seskoad, beliau mencoba memberikan sumbangsih nya kepada negara yang dicintainya lewat kekuatan ekonomi yang dimilikinya. Hasilnya: NOL besar.

Jepretan Layar 2015-09-12 pada 20.31.59

Prabowo sadar, niat baik untuk ikut membangun negeri tetap ada prosedurnya. Prabowo taat hukum dan undang-undang. Langkah yang diambilnya adalah membangun dan mendirikan partai politik. Karena lewat jalur inilah, Prabowo memahami—segala urusan di republik ini tetap terkait dengan peraturan dan perundangan-undangan. Tanpa adanya partai politik, gelontoran kekuatan ekonomi akan sia-sia.

Itu pun tetap dianggap dingin dan nyinyir. Katanya: Prabowo ambisius, Prabowo inilah itulah dan bla-bla lainnya.

Sudah begitu, ditambah lagi dua kali maju dalam perhelatan pilpres. Tahun 2009 sebagai cawapres dan 2014 sebagai capres. Apa komentar orang-orang itu? Prabowo fasis, sakit jiwa dan lain sebagainya. Puas?

Sekarang, ketika diam. Semua blingsatan. Maunya apa? Menjebak Prabowo? Mempertegas tuduhan kudeta kepada beliau? Mengalihkan ketidak mampuan pemerintah mengsikapi dan menghadapi kondisi ekonomi nasional yang semakin morat-marit ini?

Kalau sekedar menginginkan Prabowo turun ke jalan, apa susahnya? Prabowo memiliki pages FB sudah mendekati angka 9 juta jempoler. Kalau mau, tinggal buat status, contohnya: “Tanggal 27 September mari kita kumpul di Monas dengan memakai kaos putih dan membawa segelas susu untuk kita bagikan ke rakyat agar sehat. Saya pimpin langsung gerakan Revolusi Putih langsung ke tengah-tengah masyarakat”…

Saya jamin, kalau hanya sekedar 1 atau 2 juta massa pasti berkumpul dengan sukarela. Itu kalau mau lo, yaaa…

Karena memang pages yang dibangunnya semenjak tahun 2008 itu tanpa memakai agency digital atau sukarelawan yang entah rela beneran atau tidak. Followernya nyata!

Hanya saja, saya paham bukan itu maksud Prabowo membuat halaman FB tersebut. Itu hanya salah satu cara beliau menyampaikan pikiran dan visi misinya membangun negeri.

Dan itu pun, bukan satu-satunya cara beliau menyampaikan kegelisahannya terhadap masa depan republik ini. Coba cek buku KEMBALIKAN INDONESIA! Yang ditulisnya semenjak tahun 2004 sudah membahas bahaya ekonomi NEOLIB yang sadar atau tidak sadar dipilih oleh pemerintah Indonesia pasca reformasi.

Belum lagi buku-buku lain seperti MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA RAYA hingga berbagai macam makalah dan bungai rampai artikel tulisan beliau. Status-status FB beliau pun sudah dibukukan dalam buku SURAT UNTUK SAHABAT.

Belum puas? Coba cek lagi di youtube, cari pidato-pidato ekonomi beliau di depan buruh atau para guru besar/professor di kampus-kampus.

[embed]https://www.youtube.com/watch?v=7QvPISUcEwI[/embed]

 

Lalu saya gantian bertanya, anda sudah baca belum bukunya? Sudah tonton videonya di youtube belum? Kok bisa-bisanya sebut Prabowo diam saja? Jangan-jangan emang kalian sendiri yang tidak mau melihat dan mendengar? Jangan sampailah saya menyebut anda picek atau budeg. Tidak sopan itu.

Toh, bukannya kalian sendiri yang lebih menyukai pemimpin tanpa visi, yang hanya kalian tahu dari versi pemberitaan media massa yang pada puncaknya bisa sampai 400 artikel per hari. Pola pikir asli dia apa? Mana buku tulisannya sendiri? Pappernya? Makalahnya? Artikelnya? Mana???

Kalau pun akhirnya sekarang beliau “diam”, saya merasa itu pilihan yang paling bijaksana. Silahkan rakyat merasakan sendiri pemimpin terlantik tersebut. Silahkan rakyat menonton kegaduhan pemerintahan. Jarang-jarang kan ada saingan sinetron dan infotainment kalau bukan sekarang?

Sudah bukan saatnya beliau berteriak-teriak. Sekarang adalah saatnya mengimplementasikan apa yang sudah dikajinya belasan bahkan puluhan tahun. Kalau ternyata setahun ini, Gusti Allah belum “dawuh” kepada Prabowo untuk memimpin negeri ini, ya sudah. Diam saja. Tinggal menunggu perintah Tuhan turun entah bagaimana cara-Nya. Daripada ngomong juga diplintir-plintir. Ya tho?

Soal request menurunkan Jokowi, haduh. Ibarat pakai celana, yah… Lu yang naikin, lu pula yang mesti nurunin. Emangnya kita muhrim apa? Kok bisa-bisanya nurunin yang bukan kita sendiri naikin.

Kurang lebih begitu, selamat malam, Merdeka!

***

BUKU GRATIS:

Baiklah, bonus buat yang ingin mengkaji fikiran dan kegelisahan Prabowo tahun 2004 perihal bahaya ekonomi NEOLIB yang terbukti terjadi saat ini, silahkan buka dan download scan buku yang saya muat di blog pribadi saya:

http://www.hazmisrondol.com/ebook-gratis-kembalikan-indonesia-by-prabowo-subianto/

VIDEO:

  1. Prabowo di depan Buruh: https://www.youtube.com/watch?v=7QvPISUcEwI

  2. Paparan Prabowo Subianto "Masa Depan Indonesia dan Tantangan 20 Tahun Kedepan" : https://www.youtube.com/watch?v=zvcXWPVDh-k

  3. Prabowo di depan Guru Besar/Profesor: https://www.youtube.com/watch?v=2NQUY99Mmek

Ebook Gratis: KEMBALIKAN INDONESIA! - Prabowo Subianto (2004)

Posted on Kamis, 10 September 2015 34 komentar

Kamis, 10 September 2015

"Bangsa ini bisa keluar dari kemelutnya hanya jika bisa memanfaatkan kekayaannya."


MUHAMMAD HATTA


Akibat pengkhianatan para elitnya, Indonesia yang kita cintai sedang lepas dari jari-jemari sebagaian besar warga negaranya.

Negeri yang kaya raya ini tidak memberi manfaat kepada sebagaian besar rakyatnya yang masih berkubang dalam kemiskinan dan pengangguran. Kita ibarat ayam yang sekarat di lumbung padi. Aset negeri kini banyak dikuasai bangsa asing. Kita menjadi kacung di rumah sendiri.

sumber daya dihamburkan secara percuma untuk menyumbang pengusaha besar yang tidak punya rasa nasionalisme, dan justru melarikan sumberdaya itu ke luar negeri.

Buku ini merupakan buah renungan seorang anak bangsa yang terpanggil untuk menelusuri problem yang menempatkan Indonesia dalam posisi paradoks ini-- "Paradoks Indonesia", negeri kaya tapi miskin, besar tapi tidak mandiri. Dan terpanggil mencari solusinya.

***

KEMBALIKAN INDONESIA!

Haluan Baru Keluar dari Kemelut Bangsa

Penulis: Prabowo Subianto

Penerbit: Pustaka SInar Harapan, Jakarta. April 2004

***

Selamat membaca!

[download id="1680" template="KLIK UNTUK DOWNLOAD"]

 

 

[pdf-embedder url="http://www.hazmisrondol.com/wp-content/uploads/2015/09/KI-Original.pdf"]
Don't Miss