Responsive Ad Slot

Latest

Sports

Gossip

Covered

Pengalaman Membongkar Iphone Asli & Palsu

Posted on Kamis, 30 April 2015 Tidak ada komentar

Kamis, 30 April 2015

30 April 2015 - Pagi Hari : BONGKAR IPHONE

Memang harus diakui, bongkar pasang Iphone jauh lebih rumit daripada blackberry atau keluarga android.

Komponen iphone mirip mainan Lego yang parsial part-partnya. Bautnya kecil-kecil dan butuh segelas kopi untuk menjaga mata agar melek. Meleng sedikit, habis pas pasang pasti untung baut. Maksudnya, ada 1-2 baut yang tersisa.

Jadi saudara-saudara, kalau ada uang lebih--mending servis ke tukang henpon lah daripada pening 2 hari kayak saya.

Saya sendiri, terpaksa bongkar sendiri karena sekedar memenuhi ego sebagai veteran anak STM dan alumni kampus elektro yang dulu kemana-mana selalu bawa obeng gede dan penggaris besi.

Itu saja.

11193327_10205626602001000_327725050956776954_n

30 April 2015 - Malam Hari : BALADA IPHONE CHINA

Ceritanya, usai buat status perihal bongkar pasang Iphone anak yang retak LCD dan bengkok framenya--seorang sahabat menelepon untuk meminta tolong memperbaiki iphonenya.

Problemnya khas pengguna gajet berlogo apel keroak ini, yaitu lupa "passcode" untuk mengakses ponselnya.

Berhubung ini penyakit jamak dan sudah sering menghadapi persoalan yang sama, jadilah saya bersedia membantu memperbaikinya.

Toh modalnya hanya macbook, kabel data dan itunes. Tentu saja lebih sempurna dengan seduhan kopi dan wifi cepat di cafe.

Nah, ke-PD-an mendadak melemas setelah bertemu dan ketika disodorkan iphonenya, e, di colok ke mac tidak terbaca di itunes.

Saya fikir problem di iDevicenya, tentu mesti donlot aplikasi bantuan utk mengakses data-data yang corrupt.

Namun, sudah donlot aplikasi tersebut, tetap saja iphonenya tidak terbaca. Hingga akhirnya kami berpisah dr cafe dan pulang ke rumah.

Dengan penuh penasaran, dua baut pengikat body iphone tersebut terlepas dan terlihatlah jeroannya.

Alamak!

Ternyata casingnya saja mirip Iphone, tapi jeroannya henpon China.

Jadilah saya ngakak sendirian. Pantesan.

Hahahahah...

11165142_10205630916908870_4899134684097228420_n***

Penulis: Hazmi Srondol

Kutukan Anggota Dewan Kepada "Pemain" Ongkos Haji

Posted on Sabtu, 25 April 2015 Tidak ada komentar

Sabtu, 25 April 2015

Saya mendadak merinding membaca tulisan Harja Saputra--staff ahli KOMISI VII - DPR RI yang menceritakan sepak terjang Bpk. H.R Muhammad Syafii. Seorang anggota dewan nomer 326 dari Fraksi Gerindra yang lazim dipanggil Romo Syafi'i.

Dalam kutipan tulisannya, Harja Saputra melaporkan bagaimana sosok sederhana yang 6 bulan pertama menjabat sebagai anggota dewan hanya naik taxi untuk bersidang karena belum mempunyai kendaraan sendiri ini mengutuk para 'pemain' ongkos haji.

Kutipannya sbb:

***

"...Di saat kunjungan anggota Komisi VIII DPR ke Saudi Arabia, 14-21 Maret 2015, Romo Syafii berdoa di Multazam (tempat khusus berdoa yang diyakini oleh umat Islam tempat paling makbul, letaknya di antara Hajar Aswad dan pintu Kabah),

“Siapa saja yang bermain dalam Haji saya doakan dia mendapat celaka, jika tidak padanya, maka celaka bagi keluarga dan keturunannya"

Romo Syafei berdoa bukan tanpa alasan. Ia menceritakan bahwa ia pernah berhaji dengan ibunya yang sudah tua. Selama berhari-hari ia harus menggendong ibunya yang sakit turun-naik tangga dari lantai 19 karena lift rusak. Nah, setelah menjadi anggota dewan ia lantas tahu banyak permainan dalam haji. Marah besar dia. Lalu keluarlah doa (kutukan) itu.

***

Artikel lengkap:

BEHIND SCENE PERGELUTAN MENURUNKAN BIAYA HAJI

oleh: Harja Saputra

Setelah melalui berbagai dinamika hingga puncaknya pada malam tanggal 21 April harus rapat sampai jam 03.30 dini hari, ongkos naik haji atau Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk tahun 1436 H/2015 M akhirnya diputuskan pada rapat kerja antara Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama RI (22/4).

Untuk tahun ini terdapat penurunan biaya signifikan, yaitu sebesar USD 502, dengan total biaya haji sebesar USD 2717 dibandingkan tahun lalu sebesar USD 3219. Memang, jika dikonversi ke rupiah untuk saat ini dengan asumsi nilai tukar sesuai asumsi APBN sebesar 12.500 ada peningkatan sebesar 163.000 rupiah. Hal itu lebih dikarenakan kurs rupiah yang anjlok dibanding tahun lalu (tahun lalu kurs rupiah dipatok 10.500).

Ada banyak cerita di balik upaya untuk menurunkan 502 dollar tersebut. Saya akan buka semuanya di sini informasi-informasi yang mungkin jarang beredar di media.

Banyak hal yang menjadi pemicu upaya DPR melalui Komisi VIII sangat gigih untuk menurunkan biaya haji di tahun ini. Selain karena tim Panja BPIH Komisi VIII sangat solid, tidak ada friksi-friksi KMP atau KIH dalam pembahasan haji, juga terdapat aktor-aktor utama yang menjadi trigger terhadap hal tersebut.

Salah satu aktor utama yang menjadi trigger seriusnya Komisi VIII DPR RI adalah karena adanya doa yang sangat ngeri dari anggota DPR yang satu ini:

Namanya M. Syafii, biasa dipanggil Romo Syafii, dari Dapil Sumatera Utara, Fraksi Gerindra. Sosok anggota DPR luar biasa yang saya sendiri sangat hormat padanya. Ada ketulusan, kesederhanaan, kapasitas yang memadai, dan keramahan pada dirinya. Tahu dari mana saya bahwa beliau tulus, sederhana dan kapasitasnya memadai? Saya akan ceritakan semuanya.

Di saat kunjungan anggota Komisi VIII DPR ke Saudi Arabia, 14-21 Maret 2015, Romo Syafii berdoa di Multazam (tempat khusus berdoa yang diyakini oleh umat Islam tempat paling makbul, letaknya di antara Hajar Aswad dan pintu Kabah), “Siapa saja yang bermain dalam Haji saya doakan dia mendapat celaka, jika tidak padanya, maka celaka bagi keluarga dan keturunannya”.

Romo Syafei berdoa bukan tanpa alasan. Ia menceritakan bahwa ia pernah berhaji dengan ibunya yang sudah tua. Selama berhari-hari ia harus menggendong ibunya yang sakit turun-naik tangga dari lantai 19 karena lift rusak. Nah, setelah menjadi anggota dewan ia lantas tahu banyak permainan dalam haji. Marah besar dia. Lalu keluarlah doa itu.

Doa ini kemudian ia sampaikan di hadapan para kementerian agama dan anggota Komisi VIII pada saat rapat di Saudi. Semua yang hadir diam. Suasana menjadi hening. Ngeri-ngeri dahsyat doanya soalnya. Ia bahkan menuturkan bahwa doa itu ia terus lakukan berulang-ulang bukan hanya di multazam, tetapi juga pada setiap shalat.

Setelah rapat itu, lewat tengah malam waktu Saudi, tepatnya jam 01 malam, pintu kamarnya ada yang mengetuk. Ia diminta diam dan dijanjikan dengan imbalan uang yang sangat fantastis. Kalau untuk beli mobil mewah sekelas Alphard mungkin bisa dapat lebih dari 4 deh. Tidak elok kalau saya ceritakan di sini. Padahal, perlu saya ceritakan juga di sini, menurut pengakuan Romo Syafii sejak dilantik hingga enam bulan ia ngantor ke DPR setiap hari dengan naik taksi. Belum mampu beli mobil. Sekarang saya lihat kemarin pada saat rapat di Hotel Sultan beliau sudah punya mobil Innova, tapi dengan menyetir sendiri. Sekelas anggota dewan RI lho broo..menyetir sendiri gitu lho, sangat langka ditemukan yang seperti itu.

Jika saja ia tidak tulus dan gelap mata, tentu mungkin akan diterimanya tawaran itu. Kan lumayan bisa beli mobil mewah dan banyak uang. Tapi tidak demikian adanya. Kalau teman saya bilang: “Gile luu ndroooo…gak punya mobil tapi ditawari uang segitu ditolak. Luar biasa”.

Entah dari pihak mana yang datang dengan iming-iming imbalan uang itu. Karena itu tadi, ditengarai banyak pihak yang ingin mengambil kepentingan dari masalah haji ini. Wajar saja, karena setiap tahunnya jemaah Indonesia adalah jemaah terbanyak sedunia yang datang ke Arab untuk menunaikan ibadah haji. Perputaran uang setiap tahun untuk ibadah haji Indonesia adalah sekitar 8 hingga 9 triliun lebih.

Ditambah lagi, ada insiden Romo Syafii gebrak-gebrak meja dan banting tumpukan bahan rapat yang begitu banyak dan tebal-tebal dengan muka merah dan nada marah, ketika rapat konsinyering di Kopo. Itu menjadi satu momen juga. Karena, setelah ia marah-marah, rapat lantas diskors dan dipersilahkan ke Kementerian Agama untuk melakukan rasionalisasi pada komponen biaya haji. Akhirnya keesokan harinya biaya haji turun puluhan miliar.

Foto di atas di ambil sesaat setelah insiden Romo Syafii banting bahan rapat. Setelah rapat saya bilang pada Romo, “Waduh, Romo gak bilang-bilang kalau mau banting-banting buku, kalau bilang kan saya foto Mo..hahhaa”. Disambut dengan tawa dari Romo.

Itu masih belum cukup. Anggota Komisi VIII DPR RI dengan sangat gigih, bukan saja Romo Syafii, tetapi semua anggota Panja BPIH Komisi VIII, bersatu dan solid dengan tujuan yang sama, yaitu bagaimana caranya menurunkan biaya haji dan upaya untuk meningkatkan pelayanan pada jemaah haji. Beberapa komponen haji kena pangkas karena tidak rasional.

Pengaruh dari doa dan aksi Romo tersebut, harus diakui sebagai salah satu pemicu bagi kinerja Komisi VIII DPR. Dan, disampaikan juga oleh Ketua Komisi VIII, Saleh Partaonan Daulay, ia berani menjamin kalau dulu banyak anggota komisi VIII yang dipanggil KPK karena masalah haji, untuk tahun ini anggota komisi VIII bersih. Ngeriii booos…siapa yang mau celaka tujuh turunan?? Gak ada.

Bukan itu saja. Komitmen untuk bersih dalam penyelenggaraan haji dari Komisi VIII DPR ini juga agar menginspirasi komisi-komisi lain dan juga dari pihak kementerian agama dan semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan haji. Orang mau ibadah kok, masa iya harus bermain demi kepentingan pribadi.

Ada yang paling berkesan bagi saya dari Romo Syafii ini. Pada saat rapat kerja dengan Menteri Agama kemarin, yang lain berebut untuk berfoto dengan menteri agama, nah Romo Syafii beda. Ia memanggil semua Tenaga Ahli Komisi VIII, termasuk saya salah satunya.

“Mana para tenaga ahli Komisi VIII. Orang lain sama menteri, kita foto sama para tenaga ahli, yang kemarin paling capek dan sudah keluar banyak keringat untuk pembahasan BPIH ini. Ayoo..!”, panggil Romo Syafii.

Jepreeet..nah jadi deh tuh fotonya”. Itulah penghargaan dan salah satu keramahan Romo Syafii yang selalu ia tunjukkan.

Akhir kata, itulah salah satu cerita di balik layar mengenai pembahasan biaya haji yang sekarang menjadi perbincangan di DPR dan di media. Klaim-klaiman siapa yang berjasa pasti ada. Ini adalah sebuah cerita nyata tanpa rekayasa. Siapa saja berhak untuk menilai.**[harjasaputra]

Link asli: http://sosok.kompasiana.com/2015/04/24/behind-scene-pergelutan-menurunkan-biaya-haji-2015-714148.html

Dibalik Layar Perjuangan Komisi VII - DPR RI Menurunkan Ongkos Haji 2015

Posted on Kamis, 23 April 2015 Tidak ada komentar

Kamis, 23 April 2015


Ada catatan menarik dibalik perjuangan Komisi VIII DPR-RI untuk menurunkan ongkos haji 2015 yang sangat besar selisihnya dari tahun sebelumnya. Mencapai lebih dari 20% penurunannya.

Catatan dibalik layar ini ternyata saya dapatkan dari salah satu rekan blogger di Kompasiana bernama “Harja Saputra” yang bertugas sebagai staf ahli di Komisi VII DPR RI

Link: https://www2.facebook.com/harja.saputra

Dari status beliau di akun facebook pribadinya, tergambar betapa berat perjuangan para anggota dewan yang selama ini jarang terpublikasikan dan tenggelam dalam hiruk pikuk kasus-kasus politik yang lebih populer lainnya. Misalnya perebutan kursi dari Partai Golkar atau berantemnya antar anggota dewan.

Untuk itu, dalam kesempatan membuat status pagi ini—saya sedikit mencopy paste beberapa status om Harja untuk memberi gambaran kepada rekan-rekan semua bahwa masih buanyaaaak anggota dewan yang berjibaku dan jungkir balik membawa aspirasi rakyat yang diwakilinya.

Kita masih punya harapan untuk menyandarkan kegelisahan di era yang serba tedjo nggak jelas ini.

Salam,
Hazmi Srondol

=======

Harja Saputra
3 April pukul 8:45 ·

Rapat konsinyering ttg ongkos haji atau BPIH tadi malam di Kopo Bogor hampir rusuh. Tumpukan bahan rapat dibanting dan meja digebrak2. Apa pasal?
Sudah disepakati pd rapat sblmnya DPR minta BPIH turun 20% dari tahun lalu dan lakukan efisiensi indirect cost.

Efisiensi indirect cost tujuannya krn selama ini setiap org yg pergi haji reguler sbnrnya menggunakan juga uang dari simpanan haji org lain yg belum brgkt. Itu terjadi sejak dari dulu. Ini tdk sesuai dgn syariat bahwa pergi haji harus dr uang sendiri (prinsip mampu).

Pemerintah melalui Kemenag sdh tandatangani kesepakatan itu. Eeeeeh td malam bukannya nurunin BPIH malah ujug2 ditampilkan skema kenaikan lagi. Awalnya minggu lalu diusulkan 39juta (naik 6juta dr taun lalu). Tadi malam malah naik lagi jadi 41juta. Ya marahlah para anggota dewan...hajaar!!!

***

Harja Saputra
5 April pukul 14:56 ·

Ini keterangan resmi dari Ketua Komisi VIII mengenai hasil rapat konsinyering ttg BPIH (biaya haji). Di balik keterangan itu ada dinamika yang alot. Saya sendiri blm bisa menuliskannya karena rapat tersebut sifatnya tertutup..

Usulan BPIH Rp38 juta lebih masih ditolak Komisi VIII → http://www.lensaindonesia.com/2015/04/05/usulan-bpih-rp38-juta-lebih-masih-ditolak-komisi-viii.html

***

Harja Saputra
7 April pukul 19:46 ·

Malam ini begitu paradoks. Di gedung DPR, ruangan sebelah lg rame rapat mslh Golkar, di sblhnya lg sdng puyeng menyisir biaya2 penyelenggaraan ibadah haji.

Tiba2 nemu anggaran Penambah Daya Tahan Tubuh petugas..apa ini? Masa harus ditanggung oleh jemaah haji...80ribu riyal brarti 200jutaan broo..gile lu ndroo..

***

Harja Saputra
Kemarin jam 2:53 ·

Alhamdulillah, rapat sampe jam 3 pagi akhirnya memutuskan ongkos haji (BPIH) utk tahun ini tuntas dgn total biaya haji utk tahun ini USD 2717 ato Rp.33.962.500. Turun dr tahun lalu USD 502 (tahun lalu USD 3219).

========

Komisi 8 DPR-RI Berhasil Turunkan Ongkos Haji US$ 502 Tahun 2015

Posted on Rabu, 22 April 2015 Tidak ada komentar

Rabu, 22 April 2015

Terima kasih Komisi VIII DPR RI yang telah berhasil menekan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) turun secara significant dari sebelumnyaUS$ 3219 (Rp 41,8 juta) menjadi US$ 2717 (Rp. 35,3 juta).


Dalam penentuan besarnya BPIH tersebut, Panja Komisi VIII telah menyisir berbagai pos anggaran yang selama ini sulit ditekan. Misalnya, biaya pesawat Garuda, pemondokan di Arab Saudi, dan catering. Dengan investigasi langsung ke lapangan, baik di dalam negeri maupun ke Arab Saudi, akhirnya banyak pos anggaran yang ditekan dengan tetap menjaga kualitas layanan haji.

Tak lupa, terima kasih juga kerjasama Kementrian Agama yang bersedia dan menyepakati BPIH baru ini, jangan khawatir dalam pelaksanaan ibadah Haji di BPIH baru ini. DPR RI tetap berkomitmen untuk mengawal.

Sekali lagi, alhamdulillah... ini berita ceria di subuh hari.

http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/10147

***
Hazmi Srondol

Film "Guru Bangsa Tjokroaminoto", Ke Mana Sosok KH Samanhudi?

Posted on Senin, 20 April 2015 Tidak ada komentar

Senin, 20 April 2015

 

Seminggu ini, tuntas sudah target istriku untuk bisa menonton film di bioskop lima hari berturut-turut. Dari sekian hari tersebut, ada beberapa yang saya ikut menemani dan ada beberapa yang saya lebih memilih nongkrong di Garden Café sendirian sambil menikmati kretek nusantara dan membiarkan anak-anak menemani ibunya.

Manariknya, dari sekian film tersebut—ada satu film yang salah satu tokohnya disebut anak saya terkecil dalam “nglindurnya” dimalam hari.

“Bapak, tuan Tjokro tidak bersalah…. Zzz…”

Jelas kami jadi tertawa terbahak dimalam buta. Tidak menyangka, film berjudul lengkap “GURU BANGSA TJOKROAMINOTO” inilah yang malah masuk dalam alam fikiran bawah sadarnya.

Padahal, sempat saya prihatin saat masuk ke ruang bioskop menyaksikan film bergenre sejarah ini. Istriku yang bagian antri tiket sempat kebingungan, dari deretan antrian yang mengular hampir satu jam tersebut, penonton film ini tak lebih dari 25 an penonton. Berbanding terbalik dengan film “Fast & Furious 7” atau “Beauty & the Beast (La Belle et la Bete)” sekali pun.

Sebuah keprihatinan yang akhirnya terbayar lunas dengan suksesnya film tersebut dalam benak anak-anak. Setidaknya, film Indonesia sudah dihargai oleh anak-anak kami sendiri, calon penikmat film lokal masa depan.

Istriku sempat bertanya, bagaimana bisa sosok “tuan Tjokro” ini bisa lebih masuk ke persepsi anak-anak daripada film barat lainnya?

Ya, bisa jadi—ia agak terkejut saat ada namanya di scene awal. Saat itu, tuan Tjokro dipanggil karena menuliskan satu kata yang berkaitan dengan nama belakang anak kami, “Hijrah”. Atau bisa jadi karena pemeran film lokal ini berwajah orang Indonesia kebanyakan dan berbicara dengan bahasa Indonesia sehingga lebih menjiwai tiap adegan.

Namun apa pun itu, secara pribadi sangat puas dengan hadirnya film yang mengangkat sosok besar bangsa Indonesia: HOS Tjokroaminoto yang kondang dengan kata mutiaranya:

"...jika kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator..."

Secara teknis cinematografi, tim pembuat film yang dipimpin oleh sutradara Garin Nugroho ini terlihat sudah sangat berusaha keras memberikan gambaran dan setting yang sesuai dengan kondisi riil saat awal pra kemerdekaan.

Kostum, properti mebel, keramik ruangan, hingga mobil kuno pun sangat sesuai. Walau memang ada beberapa “kecacatan” kecil yang susah sekali dihindari, misalnya:

1. Penampakan antena BTS saat naik kereta api uap di pegunungan. Ya, siapapun akan sulit menghapus tampilnya antena BTS ini. Namun tenang saja, saya yakin hanya terlihat saat di layar lebar, di layar monitor TV sepertinya tidak terlihat.

2. Kumis palsu pemeran utama—Reza Rahadian terlihat bekas cukuran kumis aslinya dibelakang kumis palsunya. Khususnya saat pengambilan gambar close up. Namun semua ini tertutupi oleh akting ciamik Reza.

3. Walau tinggi Peci/kopiah yang dipakai HOS Tjokroaminoto sudah benar memakai yang tinggi 12 cm, tetapi ada kesalahan model. Jika merujuk ke peci hadiah Agus Salim, maka model pecinya adalah model Sumatera Barat yang ada ‘punuk’ nya. Model peci ini juga dipakai oleh Bung Karno. Walau memang harus diakui, model peci 12 cm dengan punuk ini sudah jarang yang membuatnya. Terakhir kulihat yang masih memproduksi peci model ini adalah di pesantren Az Zaytun, Indramayu.

4. Sudjiwo Tedjo lebih pas daripada Reza Rahadian jika dilihat dari fisik asli HOS Tjokroaminoto yang bermata bulat seakan-akan keluar, berhidung mancung dan beralis melengkung kebawah, bukan keatas seperti pak Raden-nya si Unyil. Namun memang dari segi umur, Sudjiwo Tedjo sudah mulai uzur untuk memerankan tuan Tjokro muda.

1429378288283872985

Sudjiwo Tejo & Maia Ahmad (suber foto: twitter @sudjiwotejo)


Jadi, hal-hal kecil tersebut menjadi tidak berarti karena memang secara kualitas, film ini layak dijadikan tontonan keluarga yang mendidik.

Sedangkan pertanyaan lain dari istriku perihal keterkaitan sejarah dengan hilangnya sosok KH Samanhudi, mentor asli HOS Tjokroaminoto dalam film tersebut, yang memang kuat keterikatan antara sejarah “Sarekat Islam” dengan “Sarekat Dagang Islam” tentu ada alasan lain yang membuat tokoh ini tidak muncul.

Kemungkinan pertama, sejarah “Sarekat Dagang Islam” (SDI) akan bertabrakan dengan misi film ini yang ingin mempersatukan kaum pribumi dengan etnis Tionghoa, dimana jika akan memunculkan sosok KH Samanhudi dengan SDI nya—tentu temanya bisa berubah menjadi perseturuan pedagang pribumi dan Tionghoa.

Ya, yang dalam catatan sejarah, dimata SDI – pedagang Tionghoa terlalu banyak diberikan fasilitas dan status tinggi yang berbeda oleh pemerintah kolonial Belanda sedangkan kaum pribumi tidak sehingga menyebabkan KH Samanhudi menginisiasi lahirnya Serekat Dagang Islam ini.

Kemungkinan kedua, secara ploting dan tema cerita, kisah HOS Tjokroaminoto memang unik. Keunikan ini tentu perihal ketiga muridnya yaitu: Kusno (Soekarno), Muso dan Kartosuwiryo.

Dimana dalam catatan sejarah bangsa Indonesia kemudian—ketiga muridnya ini sempat berseberangan keras dalam bidang politik. Saat Soekarno menjadi presiden, Muso akhirnya meninggal dalam pemberontakan PKI di Madiun sedangkan Kartosuwiryo, meninggal dihukum mati di pulau Ubi, Kepulauan Seribu tahun 1962 karena membawa cita-cita membangun NII (Negara Islam Indonesia).

Dan tentu saja, kisah tiga murid tuan Tjokro ini sangat berpotensi menjadi film lanjutan berikutnya yang menurut saya, akan sangat menarik untuk dinanti.

===

Penulis,

@HazmiSRONDOL

Beginilah Cara & Jadwal Pak Harto Tanda-tangan

Posted on Jumat, 17 April 2015 Tidak ada komentar

Jumat, 17 April 2015

Masih ingat kejadian tanda tangan soal Perpres DP mobil pejabat beberapa waktu lalu?

Sebenarnya, hal seperti ini sudah saya duga sejak lama. Khususnya setelah saya pernah mendapat tambahan dua cerita/informasi mengenai 'penyakit' Jokowi ini.

Yang pertama pernah saya tuliskan beberapa waktu yang lalu saat bertemu dengan Ahok dan Sekprinya. Saat itu, sudah terlihat betapa Jokowi seperti lambat atau ogah-ogahan dengan sistem birokrasi. Kutipannya sbb:

"...Saya tahu dari sekpri-nya jika kalau Ahok kerepotan dengan gaya Jokowi yang lambat urusan administrasi karena ditinggal blusukan. Satu surat saja bisa 2 mingguan di eskalasi ke Ahok. padahal, wajarnya paling lama 3 hari atau kalau memang ahli birokrasi, sehari pun selesai..."

Selengkapnya: http://www.hazmisrondol.com/survey-lsi-bukti-kepanikan-ahok/

Padahal, urusan "birokrasi" adalah sebuah jobdesk yang wajib bagi para pemimpin--level apa pun. Dan tugas para pemimpin lah yang semestinya memperbaiki birokrasi apabila dirasanya merepotkan, tidak efisien atau bertele-tele.

Bukan 'tinggal glanggang colong playu' dengan berjuta alasan seperti blusukan, cek ke lokasi dan lain sebagainya.

Lebih parah lagi, ada satu sifat Jokowi yang saya perhatkan tidak berubah semenjak masih menjabat Walikota atau Gubernur, yaitu ngeles dan melempar tanggung jawab atas kesalahan kepada anak buahnya. Untuk kasus Pepres DP mobil pejabat, kali ini yang terkena apesnya adalah menteri keuangan.

Alasan banyak kerjaan, atau tidak ada waktu sehingga tidak sempat membaca apa yang harus ditanda-tanganinya tentu sangat menggelikan. Namanya sudah resiko ingin jadi presiden kok nggak mau baca tumpukan disposisi tanda-tangan.

Kelas manager perusahaan saja perhari bisa menghadapi sodoran puluhan berkas dari sekretarisnya. Ya tho?

Mosok ingin jadi presiden hanya ingin tanda tangan pada peresmian bla-bla-bla saja. Apalagi proyek pembangunan peninggalan presiden sebelumnya. Itu mah berarti hanya ingin menambah kredit poin untuk modal kampanye jika pengen maju pen-capresan lagi dong? Hahaha...

Cerita kedua, jika dibandingan dengan almarhum Pak Harto, tentu kita akan sama-sama terkejut. Bayangkan saja, dari bang Fadli Zon--jauh sebelum era Pilpres ia bercerita banyak perihal kegiatan per-tanda-tanganan ala Pak Harto.

Pak Harto, selama 32 tahun menjabat sebagai presiden setidaknya beliau harus menanda-tangani 200-an tanda tangan setiap hari. Itu pun sudah di peras dari sekitar 1200 surat oleh para menteri dan staff-staffnya.

Waktu penandatanganan ini antara jam 9 malam hingga 12 malam. Jika tidak selesai atau ada kegiatan keluar ruang kerja, maka tumpukan berkas ini akan dibawanya pulang ke rumah pribadinya di Cendana untuk dilanjutkan dibaca, diperiksa dan ditanganinya seusai sholat Subuh.

Jadwal kerja seperti ini disiplin dilakukan terus menerus selama puluhan tahun. Bahkan sampai menjelang detik-detik pengunduran dirinya.

Jadi, sungguh saya sangat geli saat kampanye Pilpres 2014 dahulu jika modal blusukan, naik sepeda onthel dan istilah 'kerja' yang merujuk pada jalan keluar ruangan menjadi patokan. Karena tugas Presiden jauh lebih rumit dan berat daripada pencitraan seperti itu. Urusan Presiden adalah kebijakan, kuncinya ya di tanda-tangan ini.

Lalu dugaan saya terbukti, jika kita anggap kesulitan kerja Presiden sekarang sama dengan zaman pak Harto (walau aslinya pasti lebih berat), berarti tinggal hitung saja berapa hari Jokowi menjabat 170 hari, berarti setidaknya ada (170x200 = 34.000) surat yang harus di baca dan di tanda tangani.

Jika sewaktu menjabat Gubernur, masih ada Ahok yang setidaknya masih mau menunggu 2 mingguan Jokowi menandatangani berkas maka apakah sekarang JK selaku wakil presiden mau melakukan hal serupa? Apalagi kewenangan JK sudah berbeda, termasuk disposisi tanda tangannya?

Kalau tidak, silahkan cek jadwal "keluar kantor" selama menjabat presiden. Kebanyakan kluyuran atau ngurusin kerjaan?

Saya yakin, kejadian asal tanda tangan ini bukan yang pertama dan terakhir. Mari kita tunggu seri berikutnya dan kejadian langka dalam sejarah republik ini. Karena bakal ada kisah kemacetan birokrasi di internal jajaran kepresidenan karena tumpukan "hutang" berkas yang harus ditandatangani.

Selamat pagi dan tetaplah rajin membaca.

Suku Dayak dalam Penemuan Tambang Freeport

Posted on Minggu, 05 April 2015 Tidak ada komentar

Minggu, 05 April 2015



Berawal dari catatan harian Jan Cartensz tahun 1623 yang menyatakan bahwa ia melihat sebuah puncak gunung yang tertutupi salju di sebuah kepulauan yang disebut orang Eropa “Ihlos dos Papuas”—dalam pelayarannya di selatan pulau tersebut. Sebuah catatan yang menjadi olok-olok dan bahan tertawaan masyarakat Eropa saat itu yang menganggap bahwa gletser di garis katulistiwa adalah sebuah kemustahilan.

Sebuah kemustahilan yang ternyata, dari sisi lain—para petualang dan pendaki gunung menjadi sangat terobsesi menjadi saksi sekaligus orang yang pertama mencapai puncak salju tersebut. Berbagai kegiatan ekspedisi mulai dilakukan untuk pembuktian tersebut.

Walaupun dalam masa kolonial Belanda, pihak kerajaan sendiri sempat tidak tertarik dan enggan mengeluarkan biaya untuk pengembangan daerah tersebut karena  luasnya yang terlalu besar, hampir tiga kali lipat pulau Jawa dan tidak dianggap menunjukan prospek ekonomis yang menguntungkan bagi Kerajaan.

Bahkan penduduk lokal yang dianggap masih suka melakukan kekerasan, diperkirakan akan menjadi beban biaya bagi kerajaan saja. Ditambah catatan banyaknya musibah dan kesulitan dalam ekspedisi menuju puncak salju tersebut yang menyebabkan Belanda lebih baik membiarkan daerah tersebut dalam pengurusan Kesultanan Tidore.

Namun, semenjak Jerman mengklaim kepemilikan sebelah barat kepulauan Papua yang disebut “Kaiser Wilhelsmland” pada tahun 1883 sebagai bagian dari kegiatan pencarian daerah koloni baru Jerman membuat Belanda gerah dan memicunya melakukan kegiatan penelitian dan pemetaan di kepulauan tersebut.

Dan benar, mulai tahun 1904—Pemerintah kolonial Belanda mulai mengirimkan pihak militer yang dipimpin kapten angkatan daratnya yang mernama Meyes dan De Rochemont untuk survey awal dan berhasil menemukan sungai yang merupakan lelehan pegunungan bersalju di daerah Asmat yang dinamakan Sungai Noord (utara).

Misi dilanjutkan dengan mengirim Dr. H. A. Lorentz pada tahun 1907 untuk menyusuri hulu Sungai Noord untuk mendaki pegunungan salju. Sayang sekali, ekpedisi ini gagal.

Setelah kegagalan tersebut, Pihak kolonial pada tahun 1907 baru menggelontorkan dana 5,5 juta Gulden untuk pembuatan peta dengan skala 1:1 juta yang selesai pada tahun 1915. Tujuh tahun dari awal ekspedisi pemetaannya. Itupun telah merenggut 79 orang meninggal dari 800 orang tim yang dikirim dalam ekspedisi.

Untuk membayar kegagalannya, Lorentz kembali melakukan ekpedisi susulan tahun 1909. Cerdiknya, untuk mensiasati hambatan alam berupa hujan yang turun hampir 300 hari setahunnya serta alam tropis yang liar, Lorentz membawa tim khusus untuk ekpedisi ini.

Tim khusus ini ternyata adalah 82 orang dari Suku Dayak Kalimantan yang terkenal dengan kemampuan navigasi alamnya, serta beberapa orang Suku Kamoro dari pesisir Papua untuk ekpedisi susur sungai sampai kaki bukit terdekat.

Terbukti, dengan dibantu oleh orang-orang Dayak dan Kamoro ini lah, Lorentz berhasil menyusuri Sungai Noord dan membelah hutan untuk mencapai puncak yang dinamakannya Wilhelmina. Salah satu puncak tertinggi di Irian Jaya  dengan ketinggian 4730 meter. Atas keberhasilan tim yang dipimpin oleh Lorentz inilah, akhirnya Sungai Noord digubah namanya menjadi Sungai Lorentz.

Sedangkan puncak Wilhelmina, pada era Soekarno, digubah namanya menjadi puncak Trikora.

Kehebatan navigasi alam dan hutan suku Dayak yang misterius dan sampai kini belum ada rujukan akademisnya, ternyata tetap menjadi pilar dalam ekpedisi-ekspedisi selanjutnya.

Hal itu terbukti lagi saat ekpedisi yang dilakukan oleh Jean Jaquest Dozy—seorang ahli geologi muda Belanda sekaligus fotographer gelogi pertama dunia bersama manager operasinya bernama Dr. Anton H. Colijn mendapat tugas melakukan survey oleh BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij), sebuah anak perusahaan Royal Dutch/Sheel pada than 1936.

Pada awalnya, survey ini bertujuan untuk mencari lokasi sumber minyak baru dari hasil konsesi 100.000 kilometer persegi yang didapatkan oleh konsorsium NNGPM (Nederlands Nieuw Guinnea Petroleum Maatschappij) dari pemerintah kolonial Belanda. Dimana BPM sendiri mempunyai porsi saham 40% dari konsorsium tersebut.

Kali ini, untuk menghemat dan mengefisienkan ekpedisi, tim dibuat sangat ramping. Selain Colijn dan Dozy, tim hanya membawa 8 orang Dayak dan seorang pilot penerbang angkatan laut bernama Frits J. Wissel untuk bagian pengiriman barang. Ya, era Dozy agak lebih baik dari era ekspedisi sebelumnya. Saat tahun 1936 tersebut sudah tersedia pesawat terbang jenis Sikorsky.

Dalam catatan Dozy yang tersimpan di perpustakaan Leiden, Belanda, ia menulis testimoni mengenai orang-orang Dayak ini. Kutipannya adalah sebagai berikut:

“Hidup bersama orang Dayak ternyata sangat menyenangkan, mereka adalah orang-orang baik serta merupakan kawan yang menyenangkan dan yang paling penting, mereka sangat ahli tentang kehidupan di hutan.  Orang Eropa yang paling ahli belukar pun, tidak dapat menandingi (penciuman) hidung mereka.”

Sedangkan sosok orang Dayak yang ikut dalam ekpedisi Dozy tersebut, dapat kita lihat dalam dokumen milik Troppen Museum di Amterdam, Belanda.

dayak

Sumber foto: http://collectie.tropenmuseum.nl/default.aspx?ccid=36758

Ya, kekaguman ini tidak berlebihan. Dalam catatan lain, orang Dayak-lah yang membuat teknik memanjat tebing dari pohon dan membuat tangga kasar. Serta hanya dengan menggunakan indera dan intuisinya—jalan perintis menuju puncak salju terbentuk.

Bahkan ketika muncul masalah menjatuhkan barang bekal ekspedisi lewat pesawat, usai  ujicoba beberapa barang hancur atau menggelinding jauh, orang Dayak pula yang mengingatkan Dozy agar memakai kain selebar 4×4 meter yang diikat tiap ujungnya untuk dijadikan parasut. Ide yang sangat menghemat biaya.

Bayangkan, saat itu pembelian parasut asli harganya 500 gulden dan bisa menjadi hanya sekitar 10 gulden. Itu pun mendapat manfaat lebih, yaitu kain tersebut bisa menjadi terpal penutup dan pelindung barang ketika sudah jatuh di darat.

Bersama orang-orang Dayak inilah yang akhirnya ditemukan jalur pendakian puncak salju yang lebih efisien, sekaligus terdapat bukit yang berbau tembaga. Sebuah bukit yang berwarna hijau kebiru-biruan yang akhirnya oleh Dozy disebut sebagai “Gunung Bijih” atau dalam bahasa Belanda disebut Erstberg.

=====

follow: @hazmiSRONDOL

 

Tentang 20 Prestasi "Palsu" Jokowi

Posted on Kamis, 02 April 2015 Tidak ada komentar

Kamis, 02 April 2015

Sempat mata saya tertuju pada sebuah status di facebook di grup facebook yang menanyakan "apa prestasi Jokowi selama menjadi presiden?".

Sebuah pertanyaan kecil yang sepertinya menjadi sangat sulit dijawab, terbukti yang muncul malah "prestasi" sewaktu menjabat sebagai Gubernur DKI yang dipakai kampanye pilpres 2014 yang lalu. Seperti membangun waduk Rio-Rio dll.

Baru setelah tidak muncul jawaban yang memuaskan, kembali muncul komentar yang berisi "20 prestasi Joko selama 4 bulan menjabat Presiden.

Ya, jurus memberikan rentengan data seperti ini kembali dipakai. Mirip-miriplah saat jaman kampanye Pilpres dimana ia juga mengeluarkan deretan penghargaan yang diraihnya. Walau entah keabsahan dan sumber pemberi penghargaan itu dari mana datang. Pokoknya terlihat panjang, sudah. Dianggap keren.

Padahal, waktu sudah berjalan dan rakyat butuh prestasi riil dari Joko. Paling sederhana, berapa harga beras, harga BBM, kurs dollar, harga cabai, harga, gas 3 kg, biaya sekolah, biaya transport di era Joko dibandingkan semenjak tanggal 20 Oktober 2014 SBY berakhir menjabat sebagai presiden...???????

Baik, jika fakta ini berat dijawab--ada baiknya kita kembali mengacu atas 20 daftar yang dianggap prestasi Jokowi ini.

Ada point menarik ketika mereka memasukan soal data soal "cadangan devisa" dan "neraca perdagangan" pada poin 1 dan 19.

Disana, mereka merasa bangga dengan kenaikan cadangan devisa negara sebesar US$.5,3 milliar--dari cadangan sebelumnya US$110 milliar ke US$115,3 milliar.

Belum lagi, statement "surplus" pada neraca perdangangan yang tidak pernah terjadi dalam 5 tahun terakhir.

Hmmm, saya jadi bersemangat jika akhirnya pendukung Joko ini mulai beralih ke pembahasan yang lebih logis berbasis data. Bukan sekedar pencitraan atau main survey-surveyan seperti selama ini yang dilakukan.

Karena dalam ranah ini, saya bisa berkesempatan membahas dan mencatatkan ulang beberapa pokok pikiran Prabowo Subianto yang membuat saya sangat yakin beliau paling siap menjadi nahkoda Republik Indonesia di era "badai" ekonomi saat ini.

Begini, cadangan devisa negara sebesar $115,3 trilyun itu sebenarnya masih sangaaaaaat sedikit dari yang seharusnya kita miliki. Dasarnya adalah sebagai berikut:

Sebenarnya, tahun 1998 yang dianggap krisis moneter Indonesia--kita masih memiliki untung besar dari aktivitas ekport dan impor kita. bahkan tahn 1998 tersebut, kita mencapai rekor ekpor terbesar yang pernah kita lakukan. Impor kita jauh dibawah ekspor. Negara kita benar-benar SURPLUS.

Surplus dari ekspor inilah yang mendatangkan cadangan dollar kita menumpuk. Saya rasa benar jika ekonom kita saat itu berani menyatakan jika "pondasi ekonomi" kita kuat.

Surplus itu pun masih kita rasakan hingga periode pertama SBY menjabat Presiden. 5 tahun pertamanya, SBY pernah membukukan pencapaian hingga surplus US$ 45 Milliar. Hanya saja, pada periode kedua, tahun 2012, 2013 dan sebagian 2014 SBY mengalami masa defisit. Paling parah tahun 2013 yang mencapai - US$ 4,1 Milliar dan diperbaiki di tahun 2014 dengan defisit -US$1,8 milliar.

Artinya, semenjak tahun 2012 kita sudah jadi negara importir.

Sedangkan jika dihubungan dengan rata-rata devisa kita dari tahun 1999 sampai dengan 2014 yang mencapai US$ 25 milliar, maka seharusnya cadangan devisa kita dalam 15 tahun terakhir adalah sekitar US$ 375 milliar.

Jadi, kenapa sekarang hanya ada US$ 115,3 Milliar? kemana US$.259,7 millar atau Rp.2.597 Trilyun cadangan devisa kita? Bocor?

Padahal angka tersebut sangat besar, senilai APBN negara kita yang mencapai Rp.3000 Trilyun.

Belum lagi jika dikembalikan dengan statement 20 prestasi Joko yang mengatakan bahwa Indonesia "surplus" sebesar US$ 1,4 millar, kenapa dalam chart kurs dollar kita pada bulan Januari-Februari 2015 masih merangkak naik dan masuk daerah kritis? (dalam chart saya beri tanda dua garis merah).

Padahal, jika memang kita surplus--ini berkaitan erat dengan masuknya dollar ke Indonesia yang berimbas pada penguatan Rupiah.

Boleh cek kondisi jatuhnya dollar tahun 1998. Kejatuhan yang tidak masuk akal dan disinyalir adanya campur tangan asing yang berupa gerakan konspirasi global untuk menjatuhkan nilai rupiah. Itu pun di masa Presiden Habibie, cepat di recovery dengan kenaikan nilai rupiah diangka 7000-an.

Ya, hal ini memang bisa terjadi karena saat itu kita negara "eksportir". Seperti halnya sekarang RRC yang begitu kuat nilai mata uangnya karena negara tersebut mempunyai produk-produk eksport yang luar biasa banyaknya. Bahkan sampai-sampai, mereka pun mampu meng-ekspor batik ke Indonesia. Batik? Ya, batik. Cek saja di Thamrin City Mall, Jakarta dan tempat lainnya.

Saya jadi curiga, apakah kesan "surplus" di bulan Januari-Februari adalah data yang akan berlangsung terus menerus? Atau sekedar sementara, sejauh masyarakat masih mampu membeli BBM premium oktan 86 yang oleh Faizal Basri pun kebingungan tolak ukur penentuan harganya? Apakah ini sekedar cara pemerintah memeras uang rakyatnya untuk menutupi kerapuhan anggaran nya?

Kalau iya, betapa naifnya. kenapa tidak mencari cara lain untuk mengurangi defisit devisa yang memang berasal dari impor minyak yang mencapai US$30 milliar?

Contohnya menerapkan teknik penurunan jenis oktan 86 menjadi 83 agar harga lebih murah dan pemakainya hanya kelas motor dan mobil angkot bermesin karburator. Untuk mesin Injeksi seperti Xenia-Avanza silahkan pindah ke Pertamax 92. Kalau masih ngeyel silahkan mogok di tengah jalan. Jadi rakyat kecil tidak terlalu terganggu.

Subsidi tersebut juga bisa ditambal sulam dengan menaikan cukai rokok dari sebelumnya 50% menjadi 67%. Contohnya, jika harga sebungkus rokok yang awalnya 10 ribu bisa menjadi 15 ribu. Kan sangat lumayan bisa menaikan pendapatan pajak dari rokok 100%.

Bayangkan, dengan cukai 50% saja, kita berhasi mendapatkan Rp. 150 trilyun. Dikalilipatkan menjadi 100% sudah setara biaaya subsidi BBM. Ini pun pasti tidak akan menganggu roda produksi dan distribusi masyarakat yang berbasis pada energi BBM.

Atau mulai konversi BBM ke BBN bio-ethanol dari perkebungan nabati, sesuai program pertanian pangan dan energinya Prabowo Subianto agar mengurani import BBM. Atau dengan atau-atau yang lain yang tidak membebani masyarakat.

Sedangkan perihal klaim 18 "prestasi" lain Joko yang "akan" membangun ini itu. Sudahlah, saya sekedar mengulang pertanyaan dari Prabowo saat debat capres: "UANGNYA DARI MANA?". Nambah hutang lagi buat anak cucu?

Apa mau mencabut subsidi-subsidi lain dan membiarkan rakyat kesetanan jungkir balik saling "makan" untuk bisa bertahan hidup?

Ya Allah, Ya Rabbi... kemanakah kau sembunyikan kata “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur” yang pernah engkau sematkan ke negeri ini?

Negeri gemah ripah loh jinawi, dengan suasana yang aman dan tenteram, di bawah naungan ridha dan ampunan Allah SWT.

Sekian, selamat sore dan selamat memasuki libur panjang...
Don't Miss