Responsive Ad Slot

Latest

Sports

Gossip

Covered

"Warangan", Racun Arsenik dalam Sebilah Keris

Posted on Minggu, 26 Oktober 2014 Tidak ada komentar

Minggu, 26 Oktober 2014

 

"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.

Dan Kami ciptakan/turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia (supaya mereka mempergunakan besi itu), dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.

Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Maha Perkasa.” (al-Hadid 57: 25).

=====

Ayat itulah yang pertama kali disampaikan oleh para sesepuh saat pertama kali kumasuk dalam usia yang cukup pantas untuk meneruskan perawatan pusaka keluarga.

Hal yang sebenarnya sangat berat, mengingat dalam era modern sekarang--menyimpan dan memelihara pusaka tampak begitu kuno dibandingkan menenteng gadged berlogo buah apel keroak atau yang lainnya.

Belum lagi jika mulai masuk saat Suro-an, malam 1 Muharam versi hitungan Jawa dimana tanggal itu adalah tanggal pencucian atau jamasan pusaka baik keris, mata tombak maupun senjata lainnya. Sebagian besar langsung berfikir, "Hmm, jadwal ke-syirik-an dimulai".

Ya, saya mengerti--banyak penyimpangan pemahaman tentang pemeliharaan pusaka ini. Kesan ke-mistik-an nya tampak lebih kuat daripada esensi sebenarnya. Mungkin pengaruh film horor zaman Suzana hingga acara-acara TV saat ini. Saya tidak menyalahkan siapa-siapa dalam hal ini.

Padahal, kalau sekedar dianggap rumah para jin, jangankan keris, sudut rumah yang jarang dijadikan tempat sholat atau terdengar lantunan ayat Al Quran juga biasanya otomatis ada juga tanpa diundang. Iya kan?

Nah, kali ini saya ingin sedikit berbagi perihal apa dan kenapa pusaka itu mesti di-jamas--khususnya tanggal 1 Suro ini dengan sudut pandang teknis pembuatan keris dan salah satu rahasia kecil didalamnya.

Ya, pusaka--kita sebut saja kali ini keris, yang oleh UNESCO disebut sebagai "Adikarya Peninggalan Sejarah" ini memang bukan main-main gelarnya.

Senjata yang sangat khas dan tentu saja bentuk dan fisiknya menyesuaikan karakter geografis Nusantara. Indonesia tentu berbeda dengan jazirah Arab dengan pedang lengkungnya atau Jepang dengan pedang Shinken para Samurai. Karakter pertempurannya juga berbeda.

Jikalau pedang Arab, Eropa atau Jepang tampak mengkilat seperti kaca dan tajam maka keris tampak berkelok-kelok dengan hiasan pamor yang tampak indah dan artistik. Walau kesannya tidak tajam, apalagi untuk membelah kertas--keris tetap senjata paling ditakuti dan efek membunuhnya paling kuat. Jangankan tertusuk--tergores pun orang bisa langsung wassalam....

Kenapa bisa begitu?

Ya, Keris yang dibuat berlapis-lapis dengan pamor beraneka rupa ini memang dibuat tampak berpori-pori atau jika diperbesar akan tampak seperti ada alur-alur selokan. Suatu tempat sekaligus teknik untuk menyimpan racun WARANGAN atau dizaman ini lazim disebut racun ARSENIK. Racun yang pernah heboh saat kejadian meninggalnya tokoh pengiat HAM di negeri ini--Munir.

Selain warangan, masih banyak lagi racun-racun lain yang biasa dioleskan ke keris atau mata tombak. Antara lain Bacem Kodok, Bisa Ular Weling dan lain sebagainya.

Bahkan, jika kita perhatikan keris Indonesia dan pisau Damaskus--walau sekilas tampak mirip dengan warna hitam dan motif silver/mengkilatnya, esensi keduanya sangat berbeda.

Pisau damaskus menjadi tampak berwarna hitam dengan motif beralur dibuat dari besi dan arang (karbon), fungsinya untuk menjadikan pisau tersebut menjadi sangat keras dan tajam.

Sedangkan keris, warna hitam tersebut dihasilkan dari proses "warangi" atau pemberian upas/wisa/racun arsenik saat pembuatannya. Jadi, logam besi, baja, batu meteor dan wisa/racun ini sejak awal memang awal disatukan dalam pembuatannya. Hasilnya, jika saat pertempuran terjadi, jangankan tertusuk, tergores keris ini--apalagi ditambah minyak warangan yang pekat, maka dengan cepat tercabut nyawanya dengan darah yang berubah warna menjadi hitam.

Kisah legendaris tentang ini tentu saat kematian Rakrian (Ra) Tanca oleh keris Gajahmada di era Majapahit. Dan coba perhatikan keris-keris yang dibuat zaman Majapahit ini, alur pori dan rongga untuk racunnya tampat jelas terlihat atau teraba.

Nah, tak heran ketika sesepuh sudah menugaskan kita meneruskan merawat pusaka ini begitu keras agar kita hati-hati dalam menyimpan dan mencuci pusaka ini. Apalagi jenis pusaka yang pekat kandungan kristal warangan (arsenic) nya. Tidak boleh sembarangan dikeluarkan. Khawatir mengenai badan sendiri yang bisa membuat pemegangnya panas dingin kena senggolan efek racun arsenicnya. Biasanya keris yang model beginian, disimpan jauh jauh dan tersembunyi--apalagi jika ada anak kecil dirumah tersebut.

Kalau sekedar untuk dibawa-bawa dan dipakai saat hajatan, cukup keris yang kandungan warangannya paling sedikit dan tidak berbahaya.

Proses jamasan (pencucian) nya pun sangat ketat. Saking ketatnya--hal inilah yang membuat orang beranggapan keris itu penuh mistik dan cenderung syirik.

Padahal, syarat merendam dengan air kelapa muda dan digosok dengan jeruk nipis, dibilas dengan lerak--hakikatnya jelas hanya sekedar teknis pembersihan dari warangan/arsenic yang mungkin rontok akibat gesekan dengan sarungnya atau terlepas bersamaan timbulnya karat.

Sedangkan timbulnya karat sendiri--sangat disarankan untuk dihindari dan mesti diberi minyak. Biasanya sih, minyaknya terdiri minyak wangi cendana agar wangi dan , ehem, minyak warangan tipis-tipis agar keris tetap berwarna hitam yang sangat artistik jika bertemu motif pamor dari batu meteor (watu bintang/lintang). Hehehe....

Soal kenapa mesti dengan diawali puasa dan waktunya tengah malam prosesi pencuciannya--ya alasan paling sederhana adalah keamanan dari ganguan anak-anak dan saat itu adalah saat yang hening dan biasanya sehabis puasa--konsentrasi manusia dalam titik yang paling tinggi.

Sedangkan soal kenapa harus tanggal 1 Suro? Ya sebenarnya tidak mesti tanggal tersebut, kapan saja boleh. Hanya saja, jika dibandingkan dengan mobil yang ada batas kilometer servicenya--keris pun begitu. Para sesepuh dan leluhur telah mensepakati tanggal tersebut karena kalau tidak dibuat kesepakatan umum, kebanyakan orang lupa membersihkan benda "berbahaya" tersebut di rumah. Apalagi dalam masa damai dan penuh kesibukan.

Apalagi 1 Suro adalah tahun baru yang diharapkan, dalam awal perubahan tahun semuanya menjadi titik koreksi dan persiapan untuk waktu selanjutnya. Termasuk persiapan jika mendadak--ada panggilan agama atau negara untuk berperang. Jangan sampai saat-saat genting itu, tiada persiapan sama sekali. Jangankan karatan, jangan-jangan gagang pegangan kerisnya sudah copot. Iya tho?

Terakhir, perihal nama-nama keris seperti Keris Nagasasra, Keris Kyai Sengkelat, Keris Setan Kober dan lain-lain yang sering dihubungkan nengan nama-nama jin pengisi Keris, saya kok jadi mikir, jangankan kita--Rasulullah pun memberi nama-nama benda-benda kesayangannya seperti: mangkuk minum (cawan) = Ar Rayyan; mangkuk makan = Gharra; sebuah tas anyaman = Al Kafur; dan sebuah pedang mashur bernama Dzul Faqqar yang selalu dibawa saat berperang. Boleh dicek deh. Mosok kita mau menuduh Rasulullah menyimpan jin di barang-barang kesayangannya sih? Hehehe...

Nah, selamat merawat Keris peninggalan leluhur. Percayalah, anda termasuk orang yang beruntung. Setidaknya dari sisi ekonomi. Lha bayangkan saja, keris baru dengan kualitas unggul, harganya rata-rata 7-25 jutaan. Kalau beli sendiri sih, saya jamin diomelin istri-istri kita di rumah. Hehehe...

======

CMIIW (Correct Me If I'm Wrong)

WILUJENG TAUN ENGGAL, 1 SURO 1948

 

Ide Fadli Zon Bangun Perpustakaan & Pojok Aspirasi di DPR

Posted on Sabtu, 25 Oktober 2014 Tidak ada komentar

Sabtu, 25 Oktober 2014

Sore itu, beberapa minggu yang lalu--anakku tampak bersedih saat tahu bahwa kios taman bacaan yang menyewakan aneka komik dan buku cersil itu sudah hilang dan berganti deratan pagar seng. Sebuah pagar yang merupakan tanda bahwa tempat tersebut sudah dibongkar dan bakal berganti menjadi komplek perumahan atau ruko.

Saya sendiri pun sebenarnya memendam rasa kecewa yang luar biasa. Sebuah kekecewaan yang berasal dari kesalahan diri sendiri. Kesalahan terlalu "ntar-sok" (sebentar, besok) untuk membawanya merasakan sensasi menyewa buku di taman bacaaan.

Ya, di zaman era para sarjana Google ini--sarjana yang skripsinya banyakan daftar link website daripada judul buku di halaman daftar pustakanya; membaca di taman bacaan, perpustakaan umum atau sejenisnya menjadi hal yang sangat langka.

Padahal, ada kenikmatan tersendiri di sana. Atmosfir membaca yang begitu kental dan menular--yang membuat kita semakin betah berlama-lama bercumbu dengan buku.

Atmosfir yang sebenarnya saat itu, sedang kucoba perkenalkan kepada anakku. Namun lacur, kami harus gigit jari dan terdiam hening selama berboncengan di atas motor pespa yang meluncur menuju rumah kami yang tak sebegitu jauh tempatnya.

Dan sungguh menjadi kabar gembira buat pecinta perpustakaan ketika sore tadi (23/10/2014), saat bertemu Fadli Zon di ruang kerjanya di Gd. Nusantara 2 DPR/MPR beliau mengatakan bahwa sedang menggagas berdirinya perpustakaan yang (mungkin) terbesar di Asia serta "Speakers Corner" atau pojok/area Aspirasi di dalam komplek DPR/MPR. Komplek yang masih banyak ruang terbukanya ini.

Untuk perpustakaan, tak ada sedikit pun keraguan akan manfaat dan cita rasa membaca di sana. Fadli Zon sudah terbukti mempunyai pengalaman membuat perpustakaan pribadi yang sangat nyaman dan cozy.

Jika kita mengintip di situs perpustakaannya dan catatan blog pengurus perpustakaan pribadinya di sini dan sini. Kita bisa melihat bagaimana suasana nyaman dan kecanggihan sistem pendataannya yang sudah digitalized. Penataan yang digabung sebagai tempat menyimpan benda-benda seni serta unik seperti kacamata para tokoh Indonesia seperti milik Bung Hatta, terasa begitu hommy dan sejuk. Dijamin betah...

Untuk pengurus dan manajemennya--tak perlu khawatir, bangsa kita ini banyak sekali universitas baik negeri atau swasta yang membuka jurusan perpustakaan seperti UGM, UNS, UNPAD dan lainnya. Bahkan tidak ketinggalan, jurusan Perpustakaan pun ada di Universitas Terbuka.

Terbayang di hatiku kelak, jika perpustakaan ini bisa benar-benar terwujud--mimpi menarik kembali dokumen-dokumen Nusantara yang selama ini tersimpan di Universitas Laiden, Belanda bukan hal yang mustahil. Bahkan (semoga) kelak bisa bersaing dengan Library of Congress, USA yang sangat melegenda itu. Generasi anakku dan anak Indonesia lainnya tentu akan senang.

Jepretan Layar 2015-06-20 pada 02.08.16

Dan sedikit bocoran, dalam design yang sedang dirancang--perpustakaan DPR ini akan menyimpan semua data-data DPR yang bisa diakses masyarakat. Jadi bagi anggota dewan yang selama ini jarang absen atau kurang kontribusinya akan ketahuan, setidaknya dari sedikitnya nama anggota dewan tersebut yang tidak ada catatan dokumen dalam perpustakaan tersebut. hihihi...

Belum lagi, akan ada lantai khusus riset dan penelitian serta yang paling utama--ruang baca yang luas dan bisa menampung pengunjung serta anggota dewan. Diharapkan akan mempermudah interaksi masyarakat dan legislatif dalam atmosfir yang positif. Atmosfir membaca buku dan berbagi pengetahuan.

Kemudian, hal menarik lainnya dari Fadli Zon-- seperti "Area Aspirasi" di dalam halaman DPR/MPR. Sebuah tempat/podium untuk masyarakat atau mahasiswa yang hendak menyuarakan pendapatnya.

Ide ini didasari dari pengamatan beliau yang sering melihat demonstrasi yang kadang hanya terdiri dari 20-an orang di depan pagar DPR/MPR telah membuat macet jalanan. Diharapkan, dengan area ini--aspirasi masyarakat lebih mudah disampaikan dan diterima langsung oleh anggota dewan yang membidangi persoalan tersebut.

Sudah begitu, usai menyampaikan aspirasi--pendemo atau masyarakat bisa beristirahat sambil menambah ilmunya di.... ya di Perpustakaan DPR tadi.

Setuju?

MERDEKA!

 

SBY, SMS 9949 & Kedaulatan "Sejengkal" Jalan NKRI

Posted on Selasa, 21 Oktober 2014 Tidak ada komentar

Selasa, 21 Oktober 2014

 

Dulu, sekitar tahun 2005--Stasiun Gambir masih berfungsi sebagai tempat berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang KRL Express. Saya yang berkantor di Jalan Medan Merdeka Barat, sering berjalan kali membelah lingkar Monas yang rimbun dengan pohon-pohon untuk menuju tempat kerja.

Namun kadangkala, saya berjalan menyisir trotoar sisi luar Monas yang tepat berada di depan deretan Kedubes AS, Istana Wakil Presiden hingga Gubernuran DKI.

Nah, saat itu ada hal yang sangat menjengkelkan dan membuat sepet mata. Ya, saat itu di depan Kedubes AS terpasang pembatas beton "Dusaspun" yang memakan setengah jalan Merdeka Selatan. Sudah begitu, tambahan lilitan kawat berduri sepanjang batas dusaspun tambah merusak pemandangan. bahkan jalan dibawah rel layang kereta yang disamping Kedubes juga ditutup. Ojek dan pengendara motor dari arah Gondangdia tak bisa melewatinya.

Ya kalau sedang ada demo sih masih bisa diterima. Tetapi ini sudah lama musim demo-demoan Kedubes AS. Kulihat, sepertinya malah area dalam kawasan "khusus" itu dipakai untuk antrian pengurus izin Visa ke Amerika.

Sebulan lewat saya masih bisa diam dan maklum, namun lama-lama, berbulan-bulan kok tidak dibongkar dan digeser-geser mendekat Kedubes.

Saat kesal memuncak, pengen sekali demo menolak pagar beton tersebut sendirian. Tapi melihat banyaknya petugas jaga berrompi dan berhelm baja dengan senjata senapan serbu yang bisa dilipat popornya--niat ini aku urungkan. Kan repot jika malah diajak main "airsoft gun" dadakan disana.

Setelah berfikir keras cara memprotes, mendadak kubaca berita jika SBY--Presiden RI baru (saat itu) membuka layanan SMS 9949 di situs berita online yang kubaca dari ponsel tipe E398 itu.

Sejenak berdiri ditrotoar seberang Kedubes AS, kukirimkan pesan penolakan pagar berduri dan beton tersebut. Tentu saja tidak kutuliskan jika pagar tersebut yang memakan setengah jalan Medan Merdeka Selatan itu sebagai bentuk merebut tanah air Indonesia walau hanya "sejengkal" saja.

Namun sedikit diplomatis, alasan menganggu pemandangan untuk wisatawan luar negeri yang hendak berjalan-jalan di Monas dan mengesankan Indonesia tidak aman lebih kuutamakan. Lengkap nama asli dan alamat rumah kumasukan dalam pesan.

Dan, setelah pesan terkirim--mengejutkan! Esok harinya, saat berjalan lagi menuju kantor. Pagar beton dan berduri itu sudah di geser tepat dibatas trotor Kedubes AS. Hal yang masih bertahan hingga saat ini di tahun 2014. Itu pun sudah semakin manusiawi, hanya tinggal pembatas beton dusaspun tanpa kawat berduri. Kalau petugas berseragan tempur lengkap, sih. Masih ada. Hahaha...

Nah, gitu dong, itu baru namanya win-win solution. Kedubes AS dan staffnya sudah menjalankan tugas mereka sesuai aturan negaranya dan kita--selaku rakyat Indonesia berhak mendapatkan hal memakai jalan Medan Merdeka Selatan secara utuh dan sempurna. Kecuali jalan dibawah rel kereta layang Gambir yang kembali tertutup untuk parkir tamu Kedubes AS sana.

Jepretan Layar 2015-06-20 pada 02.43.53

Ya, saya mungkin sedikit ke-GR-an. Bisa jadi pergeseran itu memang sudah dalam jadwalnya atau memang, (uhuk), SMS saya sangat berpengaruh. Hehehe...

Entah mana yang benar, berhubung pihak Istana waktu itu tidak konfirmasi lewat SMS balasan--setidaknya saya sudah ikut berjuang menjaga kedaulatan negara yang hanya "sejengkal" saja tersebut lewat bidang yang saya tekuni, telekomunikasi.

Sekian secuil kisah saya bersama SMS 9949 nya pak SBY .

Terucap terimakasihatas pengabdiannya selama 10 tahun dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Selamat beristirahat sejenak untuk tugas lainnya diluar jabatan Kepala Negaranya, pak SBY.

Salam,

Pelapor SMS 9949 tahun 2005

Pak Prabowo, Saya Tidak Ridho...

Posted on Minggu, 19 Oktober 2014 Tidak ada komentar

Minggu, 19 Oktober 2014

Siang tadi (17/10/2014)--tak lama sebelum waktu adzan sholat dhuhur/Jumat berkumandang, kabar jika pak Prabowo Subianto akan sholat jum'at di masjid Al Latief Lt.5 Pasaraya Blok M dari para sekretaris pribadinya kudapatkan

Lokasi sholat jum'at yang berjarak sekitar 10 km dari kantor tempatku berkerja di depan air mancur Monas, membuatku segera menuju pangkalan ojek langganan di samping kantor.

Alhamdulillah, salah satu dari dua abang ojek favoritku masih asyik duduk dibawah pohon. Seperti kuduga--melihat gelagatku yang tampak tergesa-gesa, ia pun segera sigap berdiri dan menyodorkan helm.

Hanya cukup menyebutkan nama lokasi, ojek pun berjalan dengan kecepatan dan aksi kelak-kelok yang bolehlah diadu dengan voridjer BM Polisi/Dishub. Bedanya--ojek langgananku tidak memakai sirine. Cukup klakson dan bleyer gas keras-keras.

Selama perjalanan, pikiran dan perasaanku masih berkecamuk. Hilir mudik bayangan kenangan saat memanjat pagar kantor untuk berdemo menentang penjualan perusahaan telekomunikasi tempatku berkerja dijaman pemerintahan Megawati. Kebijakan yang membuat perusahaan tempatku berkerja kini sangat amburadul dan berantakan.

Ditambah kejadian pengkhianatan perjanjian Batu Tulis. Bukan sekedar sikap inkosisten, namun yang paling mengesalkan adalah cacian pendukung lawan yang menganggap Prabowo panik dan sentimen negatif lainnya. Padahal saat itu, kutahu benar--beliau sedang memberikan pelajaran tentang etika berpolitik yang sehat. Membatalkan perjanjian itu boleh saja, tapi apa salahnya jika ngomong secara terbuka? Tidak perlu sampai tidak mau menemui saat lebaran Iedul Fitri menjelang kompetisi.

Belum lagi tikaman dari belakang yang dilakukan oleh salah satu 'anak didiknya' saat maju dalam pilgub DKI yang telah dibiayai dan diperjuangan bukan saja oleh Prabowo sendiri, namun seluruh kadernya untuk mewujudkan cita-cita Jakarta Baru yang lebih baik dan manusiawi. Namun lacur, janji Jakarta Baru sudah diingkari. Rencana membangun Jakarta Baru "ditinggal glangang colong playu" hanya untuk sebuah kompetisi jabatan duniawi yang lebih tinggi. Semua tampak jelas tergambar di kepala. Seakan sedang menonton film layar lebar dalam bioskop kelopak mata.

Dari sebagian kisah itu, aku masih tidak percaya, benarkan Prabowo memberikan ucapan selamat kepada Jokowi?

Ya, sejak semalam berita perihal pertemuan beliau dengan Jokowi sudah kubaca desas-desusnya di beberapa media. Bahkan sampai pagi hari aku coba konfirmasikan kehadiran Jokowi di Rumah Kertanegara ini. Duh, ternyata benar. Pertemuan itu ada.

Rasanya berat membendung airmata ini, apalagi sempat kudengar--pak Prabowo sempat melakukan kembali salam penghormatan ala militer kepada Jokowi. Semakin tidak nyaman saja mendengarnya.

Bagiku, apa iya pantas Prabowo melakukan itu? Kepada lawan politik yang berulang kali menyakiti hatinya serta pendukungnya? Walau kemudian beberapa saat aku mulai teringat saat beliau melakukan hal serupa kepada Megawati--ya, mungkin saja, beliau melalukan ini berdasarkan dari realitas keputusan KPU dan MK memutuskan Jokowi terpilih.

Namun, tetap saja aku khawatir, ucapan selamat ini merupakan pengakuan atas kemenangan yang penuh kecurangan yang sistematis. Pembenaran atas cara-cara yang bagiku tidak fair dalam sebuah kompetisi. Dan keberatan ini, harus aku sampaikan langsung kepada beliau.

Alhamdulillah, walau berada diposisi shaf belakang sholat Jum'at di masjid dalam mall yang besar itu. Aku masih diberi kesempatan untuk bersama-sama sholat bersama Prabowo. Walau sempat beberapa kali tak sengaja darah berdesir saat sang khatib berceramah tentang kisah pengorbanan Rasulullah semasa hidupnya.

Ditambah contoh kisah pengorbanan tersebut seperti saat Rasulullah tetap memberi makan dan merawat anjing peliharaan orang Yahudi, walau orang tersebut sering melukai perasaan Rasulullah. Jujur saja--ketika khatib menyebut kata 'anjing', rasanya kok gimanaaaaa, gitu. Beda.

Usai sholat Jumat--saat sedang menunggu hidangan makan siang hadir, aku pun segera menemui pak Prabowo.

Pertama kali tentu basa-basi dengan mengucapkan selamat ulang tahun kepada beliau. Selanjutnya dengan perasaan bergemuruh--dari persiapan kalimat yang ingin kusampaikan, namun tercekat dan hanya mampu berkata lirih kepada beliau:

"Pak, saya nggak ridho..."

Ya, saat itu kubenar-benar tidak ikhlas melihat penyataan selamat pak Prabowo. Tidak ikhlas beliau memberikan salam hormat kepada Jokowi. Dan tidak ikhlas tentang bla-bla-bla lain yang tak sanggup aku urai satu persatu.

Puk!

Aku terkejut saat mendadak beliau menepuk dan memegang pundak kiriku. Dengan tatapan yang mengingatkan tatapa almarhum bapakku, beliau berkata:

"Sabar, saya tahu kamu terluka, kamu kecewa. Tapi ingat, ada satu hal yang lebih utama dan penting dari ini semua, yaitu keselamatan bangsa dan negara...."

Tapi, pak.....

Entahlah, saya tidak mampu berkata-kata lagi. Mungkin jiwa saya yang masih sangat kerdil dibanding beliau. Saya hanya bisa terisak, menahan tangis saat menjauh, membelakangi beliau.

:-(

 

"A Day Without Fear", Games Lokal yang Patriotik

Posted on Jumat, 10 Oktober 2014 Tidak ada komentar

Jumat, 10 Oktober 2014

 

Awalnya, saya pikir teaser games yang diunggah di youtube ini hanya sekedar seperti teaser-teaser games yang lainnya.

Namun betapa terkejutnya ketika beberapa detik video di putar, muncul kata "Rooderbrug, Soerabaia - 30 Oktober 1945". Sebuah kata yang merupakan nama lama Jembatan Merah saat era perang Kemerdekaan.

Dan betul, ternyata core gamer berjudul "A Day Withou Fear" ini--sebuah kelas games yang serius yang jika diibaratkan adalah film bioskop ini sangat kental dengan nilai-nilai nasionalisme dan sejarah.

Lihat saja, bagaimana setting Jl. Karet, Surabaya sangat detail dan mohon kroscek temen-temen di Surabaya untuk kemiripannya. Kalau menurut saya pribadi sih sudah sangat mirip.

Belum lagi corat-coret di tembok "Go To Hell NICA", bayangan mobil Jenderal Malaby dibeberapa sudut gambarnya serta perban berdarah yang sekilas menggambarkan warna bendera kita, Merah Putih sangat membangkitkan kenangan sekaligus semangat perjuangan yang semakin memudar.

Saya menduga, kreator games ini memilih aliran games premium AKA "Core Gamer" yang jika dimainkan harus benar-benar meluangkan waktu dan persiapan--bukan casual games yang sekedar pengisi waktu kosong ala Angry Bird atau tontonan sinetron karena dalam games ini terdapat misi untuk membangkitkan nilai-nilai lokal yang heroik sekaligus alternatif dari core gamer lain dari barat yang selama ini "nilai-nilai" mereka yang disipkan dalam aplikasi buatannya.

Namun, seperti halnya konsep aplikasi games lokal lainnya yang layu sebelum berkembang--kali ini aplikator sudah setingkat lebih maju dengan sudah munculnya teaser.

Saya berharap, problem funding yang lazim dalam penyelesaian games lokal sudah tersedia atau adanya sponsor yang berjiwa Merah Putih yang bisa mensupport kelangsungan dan penyelesaian ide dan konsep games ini.

Jangan sampai, dalam bidang politik kita direcoki nilai-nilai Barat--sampai sisi permainan digital pun begitu.

Sekian, tetap patriotik dan GO TO HELL NICA...!

 

Ahok & Daun Telinga Kambing

Posted on Minggu, 05 Oktober 2014 Tidak ada komentar

Minggu, 05 Oktober 2014

 

"Bapak, selain menyusui--apa ciri-ciri binatang mamalia?" kata anakku bertanya pada suatu waktu.

Harus kuakui pertanyaan ini sangat sulit kujawab. Seingatku waktu kecil, pembeda binatang reptil dan mamalia ya dari kegiatan menyusui ini. Sedangkan pertanyaannya kali ini sudah membatasi apa yang biasanya kujawab

"Mamalia punya daun telinga, pak" katanya lagi dengan wajah serius.

Sungguh aku terkejut, ia benar. Ternyata, ada gunanya anak-anak menonton acara soal binatang-binatang di televisi itu.

"Hmm, kenapa daun telinga kambing panjang ya, pak?"

Aku terdiam. Bingung.

Sudah beberapa waktu berlalu, belum juga kutemukan jawaban dari pertanyaan ini. HIngga akhirnya, beberapa saat yang lalu sedang ramai-ramainya berita jika Aok--Plt. Gubernur DKI melarang penyembelihan binatang kurban di sekolah dasar.

Larangan ini disebabkan kekhawatirannya akan perilaku kekerasan yang akan timbul dari anak-anak SD yang menonton acara penyembelihan binatang kurban di hari raya Iedul Adha ini.

Berita yang menurut Ahok adalah hoax alias palsu. Hal ini disampaikan dalam klarifikasinya di media massa. Mana yang benar, hati Ahok dan Allah-lah yang tahu. Kita hanya bisa memegang apa yang zahir terucap dalam mulutnya saja.

Ya, terlepas statemen Ahok ini benar atau hoax--tersimpan sebuah pertanyaan mendasar yang juga muncul dari para vegetarian pecinta binatang yang tidak tega memakan binatang yang disembelih.

Saya paham, manusia berbeda latar belakang agama, sosial dan pendidikannya. tentu mereka punya sudut pemikiran yang tersendiri. Namun perlu juga saya sampaikan sudut pandang perihal penyembelihan berdasarkan ajaran agama Islam yang saya anut.

Sependek pengetahuan saya, binatang dibagi dibagi berbagai macam jenis. Yaitu:

  1. Binatang liar 2. Binatang ternak 3. Binatang hama


Untung binatang liar dan ternak pun dibagi menjadi dua, halal dan haram--boleh atau tidak boleh dimakan. Seperti Rusa liar yang halal dimakan dan buaya ternak yang dipelihara para pengusaha tas kulit di Banten yang tak boleh dimakan. Syarat dan ketentuan halal dan haram ini sudah sound and clear dalam kitab Al Qur'an.

Sedangkan hama, nggak usah dibahas. Mosok kita mo makan nyamuk atau tikus rumah.

Untuk binatang ternak yang halal--ia memang disediakan Allah sebagai bahan makanan dan gizi. Namun tetap saja dalam batas-batas tertentu, apalagi kambing. Biar pun ia binatang ternak dan halal, kalau tiap hari makan ya bisa kena kolestrol dan darah tinggi. Ya tho? Hehehe...

Nah, kembali ke persoalan menyembelih ini. Islam mengajarkan tata cara dan adab menyembelih binatang termasuk untuk kurban yang diturunkan turun temurun selama ribuan tahun. Ajaran yang memang sejak dini--kalau sekarang SD sudah diajarkan.

Pokok-pokok tata cara penyembelihan hewan kurban yang kutahu sejak dahulu adalah:

  1. Menyebut nama Allah sebelum menyembelih 2. Menggunakan alat (pisau/golok) yang sangat tajam. 3. Binatang yang disembelih di lehernya, hendaklah disembelih di lehernya dengan memotong dua urat besar, yaitu tenggorokan dan kerongkongan.


Nah, mungkin ada satu hal yang secara teknis terlewat. Hal yang membuat orang menganggap acara penyembelihan hewa kurban ini seperti ajaran kekerasan. Saya menduga adalah cara penanganan hewan sebelum dipotong.

Ya, biasanya memang binatang tersebut meronta-ronta dan mengembik secara keras. Kadang pada kambing/sapi yang besar sempat ada perlawanan alias menyeruduk sebelum disembelih hingga harus dipaksa-paksa.

Untung saja, beberapa saat yang lalu kutemukan sebuah video teknik menyembelih kambing tanpa membuat kambingnya meronta-ronta. bahkan tampak tenang dan rileks.

Teknis penyembelihan tersebut adalah dengan menutup mata kambing saat akan disembelih disertai menyebut nama Allah dengan lembut. Persis dengan kejadian ditutupnya mata Nabi Ismail saat kejadian yang menjadi dasar hari raya Iedul Adha.

Lalu, bagaimana cara menutup mata kambingnya? Ya, pertanyaan ini juga sekaligus merupakan jawaban untuk anakkku. Menutupnya memakai daun telinga kambing yang diciptakan memang panjang itu.

Selengkapnya, monggo disimak link VIDEO ini --> http://www.wata.cc/up/2012/10/files/w-6e4fc57fdd.3gp

Sekian, selamat malam, selamat hari raya Iedul Adha baik yang merayakan di hari Sabtu atau Minggu besok. Semuanya boleh, yang gak boleh adalah kambngnya walk out saat akan disembelih.

MERDEKA!

 
Don't Miss