Responsive Ad Slot

Latest

Sports

Gossip

Covered

"Warangan", Racun Arsenik dalam Sebilah Keris

Minggu, 26 Oktober 2014

 

"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.

Dan Kami ciptakan/turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia (supaya mereka mempergunakan besi itu), dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.

Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Maha Perkasa.” (al-Hadid 57: 25).

=====

Ayat itulah yang pertama kali disampaikan oleh para sesepuh saat pertama kali kumasuk dalam usia yang cukup pantas untuk meneruskan perawatan pusaka keluarga.

Hal yang sebenarnya sangat berat, mengingat dalam era modern sekarang--menyimpan dan memelihara pusaka tampak begitu kuno dibandingkan menenteng gadged berlogo buah apel keroak atau yang lainnya.

Belum lagi jika mulai masuk saat Suro-an, malam 1 Muharam versi hitungan Jawa dimana tanggal itu adalah tanggal pencucian atau jamasan pusaka baik keris, mata tombak maupun senjata lainnya. Sebagian besar langsung berfikir, "Hmm, jadwal ke-syirik-an dimulai".

Ya, saya mengerti--banyak penyimpangan pemahaman tentang pemeliharaan pusaka ini. Kesan ke-mistik-an nya tampak lebih kuat daripada esensi sebenarnya. Mungkin pengaruh film horor zaman Suzana hingga acara-acara TV saat ini. Saya tidak menyalahkan siapa-siapa dalam hal ini.

Padahal, kalau sekedar dianggap rumah para jin, jangankan keris, sudut rumah yang jarang dijadikan tempat sholat atau terdengar lantunan ayat Al Quran juga biasanya otomatis ada juga tanpa diundang. Iya kan?

Nah, kali ini saya ingin sedikit berbagi perihal apa dan kenapa pusaka itu mesti di-jamas--khususnya tanggal 1 Suro ini dengan sudut pandang teknis pembuatan keris dan salah satu rahasia kecil didalamnya.

Ya, pusaka--kita sebut saja kali ini keris, yang oleh UNESCO disebut sebagai "Adikarya Peninggalan Sejarah" ini memang bukan main-main gelarnya.

Senjata yang sangat khas dan tentu saja bentuk dan fisiknya menyesuaikan karakter geografis Nusantara. Indonesia tentu berbeda dengan jazirah Arab dengan pedang lengkungnya atau Jepang dengan pedang Shinken para Samurai. Karakter pertempurannya juga berbeda.

Jikalau pedang Arab, Eropa atau Jepang tampak mengkilat seperti kaca dan tajam maka keris tampak berkelok-kelok dengan hiasan pamor yang tampak indah dan artistik. Walau kesannya tidak tajam, apalagi untuk membelah kertas--keris tetap senjata paling ditakuti dan efek membunuhnya paling kuat. Jangankan tertusuk--tergores pun orang bisa langsung wassalam....

Kenapa bisa begitu?

Ya, Keris yang dibuat berlapis-lapis dengan pamor beraneka rupa ini memang dibuat tampak berpori-pori atau jika diperbesar akan tampak seperti ada alur-alur selokan. Suatu tempat sekaligus teknik untuk menyimpan racun WARANGAN atau dizaman ini lazim disebut racun ARSENIK. Racun yang pernah heboh saat kejadian meninggalnya tokoh pengiat HAM di negeri ini--Munir.

Selain warangan, masih banyak lagi racun-racun lain yang biasa dioleskan ke keris atau mata tombak. Antara lain Bacem Kodok, Bisa Ular Weling dan lain sebagainya.

Bahkan, jika kita perhatikan keris Indonesia dan pisau Damaskus--walau sekilas tampak mirip dengan warna hitam dan motif silver/mengkilatnya, esensi keduanya sangat berbeda.

Pisau damaskus menjadi tampak berwarna hitam dengan motif beralur dibuat dari besi dan arang (karbon), fungsinya untuk menjadikan pisau tersebut menjadi sangat keras dan tajam.

Sedangkan keris, warna hitam tersebut dihasilkan dari proses "warangi" atau pemberian upas/wisa/racun arsenik saat pembuatannya. Jadi, logam besi, baja, batu meteor dan wisa/racun ini sejak awal memang awal disatukan dalam pembuatannya. Hasilnya, jika saat pertempuran terjadi, jangankan tertusuk, tergores keris ini--apalagi ditambah minyak warangan yang pekat, maka dengan cepat tercabut nyawanya dengan darah yang berubah warna menjadi hitam.

Kisah legendaris tentang ini tentu saat kematian Rakrian (Ra) Tanca oleh keris Gajahmada di era Majapahit. Dan coba perhatikan keris-keris yang dibuat zaman Majapahit ini, alur pori dan rongga untuk racunnya tampat jelas terlihat atau teraba.

Nah, tak heran ketika sesepuh sudah menugaskan kita meneruskan merawat pusaka ini begitu keras agar kita hati-hati dalam menyimpan dan mencuci pusaka ini. Apalagi jenis pusaka yang pekat kandungan kristal warangan (arsenic) nya. Tidak boleh sembarangan dikeluarkan. Khawatir mengenai badan sendiri yang bisa membuat pemegangnya panas dingin kena senggolan efek racun arsenicnya. Biasanya keris yang model beginian, disimpan jauh jauh dan tersembunyi--apalagi jika ada anak kecil dirumah tersebut.

Kalau sekedar untuk dibawa-bawa dan dipakai saat hajatan, cukup keris yang kandungan warangannya paling sedikit dan tidak berbahaya.

Proses jamasan (pencucian) nya pun sangat ketat. Saking ketatnya--hal inilah yang membuat orang beranggapan keris itu penuh mistik dan cenderung syirik.

Padahal, syarat merendam dengan air kelapa muda dan digosok dengan jeruk nipis, dibilas dengan lerak--hakikatnya jelas hanya sekedar teknis pembersihan dari warangan/arsenic yang mungkin rontok akibat gesekan dengan sarungnya atau terlepas bersamaan timbulnya karat.

Sedangkan timbulnya karat sendiri--sangat disarankan untuk dihindari dan mesti diberi minyak. Biasanya sih, minyaknya terdiri minyak wangi cendana agar wangi dan , ehem, minyak warangan tipis-tipis agar keris tetap berwarna hitam yang sangat artistik jika bertemu motif pamor dari batu meteor (watu bintang/lintang). Hehehe....

Soal kenapa mesti dengan diawali puasa dan waktunya tengah malam prosesi pencuciannya--ya alasan paling sederhana adalah keamanan dari ganguan anak-anak dan saat itu adalah saat yang hening dan biasanya sehabis puasa--konsentrasi manusia dalam titik yang paling tinggi.

Sedangkan soal kenapa harus tanggal 1 Suro? Ya sebenarnya tidak mesti tanggal tersebut, kapan saja boleh. Hanya saja, jika dibandingkan dengan mobil yang ada batas kilometer servicenya--keris pun begitu. Para sesepuh dan leluhur telah mensepakati tanggal tersebut karena kalau tidak dibuat kesepakatan umum, kebanyakan orang lupa membersihkan benda "berbahaya" tersebut di rumah. Apalagi dalam masa damai dan penuh kesibukan.

Apalagi 1 Suro adalah tahun baru yang diharapkan, dalam awal perubahan tahun semuanya menjadi titik koreksi dan persiapan untuk waktu selanjutnya. Termasuk persiapan jika mendadak--ada panggilan agama atau negara untuk berperang. Jangan sampai saat-saat genting itu, tiada persiapan sama sekali. Jangankan karatan, jangan-jangan gagang pegangan kerisnya sudah copot. Iya tho?

Terakhir, perihal nama-nama keris seperti Keris Nagasasra, Keris Kyai Sengkelat, Keris Setan Kober dan lain-lain yang sering dihubungkan nengan nama-nama jin pengisi Keris, saya kok jadi mikir, jangankan kita--Rasulullah pun memberi nama-nama benda-benda kesayangannya seperti: mangkuk minum (cawan) = Ar Rayyan; mangkuk makan = Gharra; sebuah tas anyaman = Al Kafur; dan sebuah pedang mashur bernama Dzul Faqqar yang selalu dibawa saat berperang. Boleh dicek deh. Mosok kita mau menuduh Rasulullah menyimpan jin di barang-barang kesayangannya sih? Hehehe...

Nah, selamat merawat Keris peninggalan leluhur. Percayalah, anda termasuk orang yang beruntung. Setidaknya dari sisi ekonomi. Lha bayangkan saja, keris baru dengan kualitas unggul, harganya rata-rata 7-25 jutaan. Kalau beli sendiri sih, saya jamin diomelin istri-istri kita di rumah. Hehehe...

======

CMIIW (Correct Me If I'm Wrong)

WILUJENG TAUN ENGGAL, 1 SURO 1948

 

Tidak ada komentar

Don't Miss