Responsive Ad Slot

Latest

Sports

Gossip

Covered

"Continuous Track" (Roda Tank) dalam Gaya & Tekanan

Posted on Sabtu, 28 Juni 2014 Tidak ada komentar

Sabtu, 28 Juni 2014

Saudara-saudara,

Dalam debat capres ketiga yang lalu, ada banyak hal yang membuat saya senang sekali. Namun untuk kali ini, sementara bahasan hanya mengenai MBT (Main Battle Tank) Leopard 2A4 Evolution yang menjadi salah satu topik pembicaraan.

Sekedar mengingatkan kembali tulisan terdahulu, bahwa soal Tank Leopard ini sangat berhubungan dengan dua hal mengenai pemikiran yang luas dan aksi Prabowo mengenai dua hal, yaitu:

1. Penyelamatan "aset negara" berupa kawasan pabrik kerta KIANI yang lokasinya sangat strategis di bagian utara Indonesia (Berau-Kalimantan Timur) yang terdapat bandara dan "pangkalan militer" dimana lokasi tersebut berdekatan dengan negara tetangga Malaysia.

2. Pemahaman sistem pertahanan dan alutsista yang tepat sesuai geopolitik dan geostrategi nya.

Dan terkait dua hal diatas, mari kita cek tulisan dan berita sbb:

http://hankam.kompasiana.com/2014/04/13/prabowo-misteri-kedaulatan-negara-di-pabrik-kertas-pt-kiani-647190.html

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/07/13/164411/Kekuatan-Alutsista-Terbaru-Dikonsentrasikan-di-Berau

Dari artikel dan berita diatas, bisa langsung kita tahu dan buktikan bagaimana Prabowo paham akan posisi strategis PT KIANI yang saking strategisnya daerah Berau, Kaltim—sampai-sampai satu kompi (12 unit) main battle tank Leopard yang sedang dibeli TNI ditempatkan pertama kali di sekitar sana. Disamping tank Scorpion yang sudah exist sebagai pelengkap dari program pembangunan skuadron tempur Mi-17 dan heli Apache serta Bell-412 EP.

Nah, kembali ke pokok masalah debat capres tentang beban berat tank Leopard 2A4 yang dianggap merusak jalan--saya ingin sedikit berbagi tentang continuous track atau lazim di sebut ban tank.

Di Indonesia, ada perbedaan istilah antara "panser" dan "tank", dimana PANSER adalah sebutan untuk kendaraan lapis baja dengan roda karet bulat seperti Panser VAB Perancis, NZLAV3 Selandia Baru, APC Israel atau Panser ANOA buatan PT Pindad yang kelasnya adalah APS (Angkut Personel Sedang) yang dalam bahasa Inggris lazim disebut 'Medium Personnel Carrier'.

Sedangkan istilah TANK lebih merujuk kepada kendaraan tempur lapis baja dengan roda dari besi dan bantalan rantai lebar yang lazim disebut "CONTINUOUS TRACK".

Padahal sih, sewaktu perang dunia ke dua--Jerman yang sempat sukses menguasai eropa dengan strategi "Blitzkrieg" atau serangan kilat yang berbasis mobilisasi tank TIGER ini menyebut kendaraan lapis baja mereka dengan "Panzer" loh. Sampai-sampai timnas Jerman akhirnya juga mendapat julukan sebagai tim "der panzer". Hehehe...

Nah, kita skip aja perbedaan etimologi panzer, panser dan tank--lalu kita gunakan istilah ala Indonesia saja. Kemudian untuk mempermudah bahasan, kata "countinuous track" kita sebut roda tank saja yah? Oke? Sip!

Sejarah roda tank ini ternyata sudah sangat panjang. Dimulai era megalitum yang menggunakan bantalan kayu untuk menggelindingkan gelondongan kayu bulat pohon yang baru ditebang. Fungsi bantalan kayu ini jelas, membagi rata beban kayu gelondongan agar tidak gampang nyangkut dan ambles serta mempermudah gerak kayu yang akan di indahkan.

Sejarah berlanjut dengan hadirnya kereta api uap yang sangat berat. Untuk mengurangi beban tekanan ketanah oleh roda-rodanya, dibuatlah rel sebagai jalur kereta sekaligus membagi beban "ground pressure".

Ide dasar rel kereta api ini lah yang akhirnya melandasi munculnya sebuah bantalan "reel" yang tidak terputus dan bebas bergerak. Jikalau merunut pada hak patent nya, maka roda tank ini ditemukan oleh F'yodor Abramovich Blinov.

Waktu itu, pak Blinov sering kesulitan saat roda gerobak kudanya kesulitan bergerak di ladang dan kebun pertaniannya. Kudanya sering terseok-seok keberatan menarik rodanya yang amblas atau nyangkut.

Akhirnya, diberilah bantalan yang kini bantalan ini lazim dipakai oleh tracktor, excavator dan kendaraan tempur lapis baja. Bantalan ini disebut pak Blinov adalah "Kereta/gerobak yang bergerak pada rel yang tak berujung" sedangkan kita menyebutnya roda tank. Penemuan ini dipatentkan tahun 1877. Hmm, sudah lama juga yah?

Dalam perkembangannya, roda tank ini juga diberi bantalan karet untuk mengurangi gesekan ke jalan aspal. Serta ditemukan beberapa kelebihan antara lain:

Mobilitas yang jauh lebih baik dari ban biasa (pneumatik) di medan kasar yang banyak benjolan, parit-parit atau berbagai rintangan lainnya. Roda tank ini juga sangat tangguh karena tidak bisa robek atau kempes terkena ranjau paku. hihihi.

Dan menariknya, roda tank ini sangat kecil kemungkinannnya terjebak dalam tanah lunak, lumpur atau salju karena sistem roda ini mendistribusikannya berat kendaraannya dia area kontak atau luas penampang yang lebih besar sehingga "ground pressure" (GP) atau tekanan ke tanahnya sangat rendah.

Untuk perbandingannya, tank Leopard 2A4 Jerman atau MIA2 Abrams yang berbobot total sekitar 60 ton ini mempunyai GP sekitar 14,1 Psi. Jauh lebih rendah daripada GP Mobil Kijang yang berbobot 1,65 ton dengan GP 33,2 psi.

Lalu pertanyaannya, kenapa mobil Kijang bisa lebih besar tekanan tanahnya? Ya iyalah, kan hukum Fisika-nya begitu. Bobot mobil Kijang hanya disangga 4 roda dengan luas penampang roda yang menyentuh aspal (13,3*13,3) * 4 rodanya = 707,56. Nah bagi aja tuh berat mobil dibagi luas penampang roda.

Sedangkan luas penampang roda tank, dengan lebarnya 63,5 cm dan panjang tapak jejak menyentuh tanah: 494,5 cm.

Untuk rumus fisikanya : p=F/A dimana p: tekanan, F: gaya dan A: luas penampang.

Dimana rumus fisika ini sering disebar dalam versi plesetannya di sosial media dengan kalimat:

"Dalam hukum fisika, tekanan sebanding gaya dibagi luas penampang, jadi jika hidup lo banyak tekanan, itu berarti--lo kebanyakan gaya buat nampang"

Selamat pagi dan tetap MERDEKA!

Dialog KADIN & Esensi Ekonomi Kerakyatan Prabowo-Hatta

Posted on Minggu, 22 Juni 2014 Tidak ada komentar

Minggu, 22 Juni 2014

Saudara-saudara,

Dalam sebuah artikel yang pernah saya tuliskan terdahulu perihal konsep ekonomi kerakyatan yang diusung oleh Prabowo, ada yang menanyakan hal yang kurang lebih begini:

"Apakah konsep ekonomi kerakyatan itu berarti langkah mundur? Pemerintah kembali menjadi interversionis seperti komunisme atau sosialis?"

Ya, memang kata "campur tangan" pemerintah ini sekilas mirip-mirip konsep madzab ekonomi diatas. Namun esesnsinya sangat berbeda jauh. Bahkan jika ekonomi kerakyatan disebut Prabowo sebagai ekonomi "jalan tengah", tentu ini juga berbeda dengan "jalan tengah" ala neolib yang berada pada konsep kapitalisme dan sosialisme. Dan konsep ini pun berbeda dengan konsep "mix economical" nya Barack Obama.

Lalu, pertanyaan dasar: apa bedanya ekonomi kerakyatan ini?

Alhamdulillah, dari acara dialog Prabowo-Hatta dengan KADIN yang semalam (20/6/2014) kita saksikan bersama di televisi--pada awal pembuka sudah dijawab oleh Prabowo. Dalam kesempatan tersebut Prabowo menjelaskan fakta tentang terbelahnya kondisi perekonomian penduduk Indonesia menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Indonesia yang hidup di abad 21 2. Indonesia yang hidup awal 19 atau abad 20 3. Indonesia yang hidup seperti era pra Industri

Sedangkan dalam amanat Undang-undang Dasar 1945 baik pembukaan maupun pasal 33 , jelas mengatakan bahwa tugas pemerintah adalah memajukan kesejahteraan secara umum, secara merata untuk segala lapis masyarakatnya.

Dalam kesempatan bersama KADIN tersebut-- Prabowo menunjukan fungsi nya sebagai pemberi arahan jalur, visi dan kebijakan publik yang akan ditempuh oleh pelaku ekonomi sekelas KADIN yang siap bertempur di era abad 21. Yang berarti--pemerintah mendukung bagi mereka yang sudah siap dengan kompetisi, namun tetap mendampingi mereka yang tidak/belum mampu bersaing di pasar global.

Nah, ini lah nilai-nilai "campur tangan" pemerintah yang dimaksud oleh Prabowo Hatta. Nilai dan filosofi yang sangat khas Nusantara--asli Indonesia. Hal yang sebenarnya sering kita dengar saat SD dahulu, jika saat itu lebih ke sisi pendidikan--sekarang implementasinya ke bidang ekonomi, yaitu:

1. ING NGARSO SUNG TULADHA,

Pada rakyat ekonomi lemah seperti buruh, petani, nelayan, karyawan kecil, PKL dan lain sebagainya--pemerintah berdiri paling DEPAN. Pro aktif, menjadi pelopor dan memberi jalan serta bantuan agar mampu mengejar ketertinggalan. Membangun bank Desa dan berbagai suntikan pemacu percepatan kemajuan dan lain sebagainya.

2. ING MADYA MANGUN KARSO,

Pada masyarakat kelas menegah seperti UKM, karyawan kelas menengah dan koperasi, Prabowo Hatta memdampingi di SAMPING mereka. Disiapkan aneka ragam fasilitas pancingan seperti bank Koperasi dan subsidi sesuai sasaran yang dituju agar segera naik kelas dan bisa berdaya saing di kelas dunia.

3. TUT WURI HANDAYANI,

Nah, pada mereka yang sudah siap masuk di era abad 21, para anggota KADIN atau pengusaha kelas kakap. Pemerintah berdiri di BELAKANG--memberi back up yang diperlukan. Tidak dibiarkan sendirian. Insting entrepreneurship di explore dan dikembangkan sehingga segera muncul brand atau merk nasional yang mendunia baik dunia fashion, elektronik, motor, mobil bahkan pesawat.

Sedangkan untuk investor, jelas posisi Prabowo Hatta yang memberikan informasi peluang masuknya investasi pada bidang pembangunan industri pertanian seperti infratrukstur, mesin pertanian, distribusi bahkan manajemen IT nya. Namun di ingatkan bahwa investasi yang masuk harus benar-benar investasi yang membawa modal untuk keuntungan bersama. Bukan investasi bodong.

Konsep ekonomi kerakyatan inilah yang cara dan jalannya sangat selaras dengan nilai kebijaksanaan lokal leluhur kita. Dimana leluhur kita, ribuan tahun lalu sudah sering menyebut tujuan sebuah utama dari negara/pemerintahan adalah: "GEMAH RIPAH LOH JINAWI, TATA TENTREM KARTA RAHARJA".

Sebuah ungkapan dan cita-cita berbahasa sansekerta yang pada awal acara diingatkan lagi oleh Prabowo Hatta.

Sekian, selamat pagi dan tetap sejahtera. MERDEKA

Cara Prabowo Ngu-WONG-ke Lawan lewat Pertanyaan

Posted on Rabu, 18 Juni 2014 Tidak ada komentar

Rabu, 18 Juni 2014

Saudara-saudara,

Seperti yang sudah saya duga sebelumnya, debat capres yang mempertemukan dua calon presiden tanpa calon wakilnya akan masuk ke pembahasan yang lebih detail. Jika sesi sebelumnya--ibarat buku, Prabowo masih membuka debat dengan pokok-pokok judul besar dan daftar isi, kini mulai masuk ke dalam paparan penjelasan yang lebih detail.

Peluru-peluru utama tetangga sudah dihamburkan dan kini Prabowo mengeluarkan satu persatu senjata visi misi dan olah fikirnya secara bertahab. Pokok fikiran utama seperti "menutup kebocoran kekayaan negara Rp. 1000 trilyun" sudah disampaikannya. Sebagian dari konsep 'strategi dorongan besar' atau "the big push strategy" dan "hattanomic" yang fokus pada re-negosiasi aset asing di republik ini juga sudah mulai sedikit dibuka.

Namun, kali ini saya tidak sedang membahas detail pokok pikiran dan penjelasan itu. Saya lebih tertarik mengamati cara berdebat Prabowo yang bagi saya pribadi lebih dari sekedar mengagumkan--namun lebih dari itu, Prabowo mampu "ngu-wong-ke" atau memanusiakan lawan bicaranya lewat pertanyaan yang diajukannya pada sesi tertentu.

Ya, kita sama-sama melihat. Pertanyaan Prabowo tampak tidak ada yang sulit. Hanya bertanya soal setuju atau tidak setuju saja perihal investasi asing. bahkan ketika sudah dijawab, pertanyaan selanjutnya juga masih tidak sulit. Kembali pertanyaan berupa persetujuan tentang renegosiasi kontrak-kontrak investasi asing--khususnya pertambangan. Itu pun penuh "clue" alias petunjuk agar tetap mudah dijawab dan dijabarkan.

Jawaban dan jabaran yang memang akan didengar dan dipandang oleh seluruh dunia.

Sungguh, saat mendengar pertanyaan itu, mendadak teringat salah atasanku yang kini sudah pensiun itu. Beliau yang terkenal "galak" sering memakai format bertanya yang sama, khususnya saat sedang akan rapat mewakili beliau atau presentasi.

Pertanyaan yang tampak mudah tetapi sebenarnya saya tahu--beliau sedang meng-explore kemampuanku serta mengontrol pamahaman tantang sesuatu hal. Jika ada yang dirasanya kurang pas atau mantab, kembali "clue-clue" pertanyaan muncul sampai titik dirasanya saya sudah pantas untuk dilepasnya.

Saya pun merasa, beliau bukan sekedar atasan--tapi beliau adalah seorang guru kehidupan.

Demikian pula Pabowo Subianto ini. Dari beberapa kali pertemuan, tak sedikit pun beliau tampak sedang menggurui. Dialog berjalan natural dengan banyak kisi-kisi pertanyaan yang secara tidak langsung merupakan cara beliau memberikan pemahaman dan mendidikku.

Cara yang merangsangku segera mencari buku-buku rujukan dan browsing di google untuk melengkapi pembendaharaan data dan mencari benang merah terhadap permasalah bangsa yang sedang terjadi untuk dicari solusinya bersama.

Saya merasa sangat dimanusiakan tanpa perlu ketakutan bahwa pertanyaan beliau adalah jebakan untuk mencari sisi salah atau bodohku.

Malah sebaliknya, menunjukan kekuranganku dengan halus dan elegan untuk diperbaiki. Saya jadi merasa tidak takut jika Prabowo sedang bertanya. Saya malah semakin menjadi penasaran dan berkata dalam hati "tanya lagi, pak... lagi!".

Saya merasa mengaku kalah tanpa beliau mengalahkan atau mempermalukan saya. Hal yang dalam bahasa Jawa sering disebut "menang tanpa ngasorake"...

Lalu kembali ke acara debat capres seri kedua tersebut. Jujur saja, saya tidak tertarik untuk memberi skor atau menunjuk siapa yang menang atau kalah dalam acara tersebut.

Panggung debat tersebut bukan perandingan piala dunia, badminton atau tenis meja yang ada skor-skornya. Masyarakat luas yang menonton punya persepsi dan penilaian sendiri atas gestur, gaya bicara dan materi yang disampaikan Prabowo. Biarlah mereka yang menjawab lewat tusukan di bilik TPS tanggal 9 Juli 2014.

Kalau pun ada yang memaksa penilaianku terhadap debat tersebut, saya hanya bisa mengatakan saya sangat puas dengan penampilan Prabowo tersebut. bahkan kalau boleh saya menggambarkan, seharusnya diacara debat tersebut semestinya digubah menjadi "kuliah umum capres". Dimana saya adalah mahasiswanya dan Prabowo adalah dosennya.

Semoga "mahasiswa" yang langsung berhadapan dengannya merasakan hal serupa. Jika tidak, ya tidak apa-apa.

Sekian, selamat pagi, tetap belajar dan MERDEKA!

Antara Debat Capres & Degub Cinta

Posted on Kamis, 12 Juni 2014 Tidak ada komentar

Kamis, 12 Juni 2014

Saudara-saudara,

Kemarin kita baru saja menyaksikan salah satu bagian dari proses dan konsep demokrasi yang kita pilih dalam negara, yaitu debat capres, eh, capres cawapres.

Saya yakin, baik saudaraku yang satu pilihan dan tetangga disana juga sama-sama menanti hal ini. Kita sama-sama paham jika apa yang kita lakukan untuk mengusung calon pilihan kita lewat promosi langsung kepada masyarakat mau pun tidak langsung lewat media social seperti fesbuk & twitter--ujungnya adalah debat calon ini sendiri.

Tak ada jurkam terbaik, tak ada pembelaan terkuat kecuali oleh mereka (para calon) itu sendiri diatas panggung.

Untuk sesi pertama debat ini, secara keseluruhan--saya sangat puas. Khususnya kepada pasangan 'jagoan saya' -- Prabowo Hatta. Dari debat pertama ini, saya menemukan beberapa point penilaian pribadi yang saya harapkan. Apalagi kondisi yang dihadapi saat itu adalah kondisi yang menurut saya sangat sulit bahkan tersulit dalam kurun waktu 16 tahun terakhir beliau pensiun dari ABRI.

Kesulitan itu akhirnya bisa menampilkan jawaban dan sikap bawah sadar Prabowo secara apa-adanya. Contoh paling kentara saat Prabowo usai berdebat, beliau segera menyalami "mitra" nya pak Hatta Rajasa. Agak geli juga ketika Prabowo memeluk kompetitornya yang datang menyalami, niatnya cipika-cipiki--cium pipi kanan kiri, e, dapatnya bathuk (jidat) kanan kiri. Hahaha...

Satu kepuasan pribadi lagi adalah secara keseluruhan format debat secara tak sengaja seperti berbentuk 'burger' untuk Prabowo-Hatta. Ada dua 'kue' yang membungkus isi dagingnya. Dua kue tersebut adalah pidato pembukaan dan penutupan yang sangat pas dan mantab dengan penyampaian pokok-pokok ide serta gagasan beliau. Termasuk soal para 'perempuan' yang berkerja di luar negeri.

Hal yang sangat menambah nilai plus kepada pasangan Prabowo-Hatta. Bayaran yang setimpal dari sikap legowo beliau atau perubahan format debat secara dadakan dari debat tunggal menjadi debat pasangan ganda. Memang Tuhan tidak pernah salah dalam mengantur umatNya. Bahkan pada hal sepele yang mungkin tidak disengaja moderator.

Sedangkan isi debat, ada beberapa hal yang juga sangat memuaskan. Pertama adalah pertanyaan moderator soal ketiadaan GBHN pada era pemerintahan sekarang. Hal yang sangat dasar untuk membuatku memilih pemimpin RI masa depan.

Sedangkan jawaban dari pasangan sebelah yang menurutku sangat jauh dari esensi semakin menguatkan pilihan kepada pasangan Prabowo - Hatta. Padahal kalau timses mereka mau membaca statusku di fesbuk yang kujadikan artikel tulisan terdahulu, jawaban dan kisi-kisinya sudah ada--tinggal menyesuaikan dengan program mereka.

Selengkapnya : http://politik.kompasiana.com/2014/05/29/ketika-indonesia-tanpa-gbhn-garis-garis-besar-haluan-negara-661116.html

Dan kembali kepada moderator--walau diluar banyak pro dan kontra, secara pribadi saya tetap mengapresiasi tugasnya. Ketegasan membatasi waktu tepuk tangan, waktu menjawab dan cara bertanya sesama capres membuat acara ini beberapa tingkat diatas acara debat lain di televisi.

ya, saya paham--ada yang keberatan dengan format ini yang konon tidak demokratis karena tepuk tangan dibatasi. namun mohon diingat. Debat capres bukan debat kusir ala anak TK atau SD yang saling ngotot hingga memancing penonton melempar remote ke televisi miliknya sendiri.

Ini adalah debat kelas sidang kuliah atau tesis yang memang harus tertib. Esensi-esensi pemikiran, highligth program dan garis besar agendanya harus lebih dikedepankan. Apalagi ini sesi awal atau lebh tepat saya anggap sebagai sesi "judul buku" dan "daftar isi". Konten lengkap baru disampaikan ke debat sesi selanjutnya.

Konsep judul "pangan' yang menjadi salah satu BAB utama yang dibahas Prabowo jelas sangat menbahagiakan bagi saya. Bukan sekedar masalah jargon, namun secara esensial masalah pangan ini menurut buku "Dao De Jing"--buku tentang Taoisme adalah hal dasar dan utama yang wajib dijalankan oleh Shen ren (pemimpin sejati).

Dimana Shen Ren harus bisa mencukupi kebutuhan sandang-pangan rakyatnya agar tubuh mereka hangat dan perut mereka kenyang. Bila sudah kenyang, mereka baru bisa hidup dengan tenang dan pikirannya tidak macam-macam. Jikalau ternyata konsep pembangunan pangan juga berhubungan untuk menghemat anggaran dari gejala kebiasaan impor pangan atau juga bagian dari strategi pembuatan energi alternatif seperti bio diesel dan bioetanol, saya rasa itu bonus tambahan.

Moderator juga cukup tegas menegur peserta yang bertanya langsung tanpa moderasi. Apalagi saat bertanya soal HAM yang sangat esensial dalam debat pembuka kali ini.

Hal menarik untuk disimak lainnya adalah ketika moderator entah secara iseng atau memang menghemat waktu, ia menanyakan perihal apakah masih ingat soal sebelumnya kepada Prabowo. Alhamdulillah, dijawab dengan detail "Kerangka hukum yg akan dibangun untuk menjamin utk menjamin nilai Bhineka Tunggal Ika".

Jawaban dari pertanyaan sederhana namun menghasilkan nilai tambah sekaligus penegas bahwa memang Prabowo mengikuti debat ini dengan khitmat dan kesadaran mental serta intelektual yang maksimum.

Moderator pun sangat tepat menjaga ritme dalam memberikan kesempatan Prabowo dalam sesi lontaran pertanyaan. Pertanyaan soal otonomi daerah--salah satu hal yang dalam dekade ini sudah berlangsung dan hasilnya memang masih pro kontra dan perlu dievaluasi. Saya tidak mau menilai hasil jawaban kompetitornya. Bukan wilayah saya mengkritisi.

Namun satu poin saya dapatkan bahwa pertanyaan ini adalah salah satu pikiran bawah sadar Prabowo yang menjadi prioritasnya. Mohon yang setiap hari berkecimpung dalam bidang otonomi daerah mempersiapkan diri karena jelas, ini akan jadi bahasan utama saat Prabowo menjadi Presiden.

Sedangkan secara individu, jika diibaratkan cerita silat atau beladiri, Prabowo jelas sedang menggunakan prinsip dasar bertarung ala Samurai.

Pertama ia menerapkan salah satu dari 7 Pilar Bushido, yaitu : REI - Courtesy atau sopan santun yang membuat atmosfir debat kali ini mengikuti gaya Prabowo menjadi lebih adem. Emosi dan mental menjadi sangat datar dan stabil. Walau tampak membosankan, ini jelas menambah penilaian positif untuknya.

Kedua ia mengosongkan dirinya. istilahnya adalah "mushin" atau "wu wei" dalam taichi atau "ikhlas" dalam bahasa Arab/Indonesianya. Memang tampak aneh bagi yang biasa melihat gaya Prabowo di panggung yang selama ini sering ditonjolkan sisi menyerang atau berapi-api.

Mungkin banyak yang akan menertawakan, namun bagi saya pribadi--inilah sikap bertarung yang paling berbahaya. Mengutip quote salah satu ahli beladiri Jepang, Morihei Ushiba yang lazim dipanggil O' sensei mengatakan "...fokuslah pada keheningan (emptiness/kosong) bukan pada gerakan lawan..."

Dan Prabowo melakukan itu dengan sangat baik.

Posisi 'kosong' ini seperti memancing lawan untuk menyerang. Jika dihubungkan dengan konsep perang Sun Tzu, sikap ini berfungsi untuk membaca keadaan secara luas. bagaimana atmosfir penonton, bagaimana format acara, bagaimana gestur dan energi lawan. Karena mengenal alam dan lawan secara keseluruhan berarti awal kemenangan yang paripurna.

Belum lagi jika dikaitkan dengan konsep kemiliteran modern--ada satu istilah dasar logistik tempur yang disebut "BASIC LOAD" atau "BEKAL AWAL". Jika ada laporan intelejen yang menyebutkan bahwa "bekal awal satu hari" musuh berarti kemampuan logistik lawan hanya mampu bertahan pada satu hari pertempuran saja.

Ini pun terbukti, tetangga tampak terjebak untuk menghambur-hamburkan pelurunya seperti menceritakan dirinya ini itu. "Bekal Awal" nya jadi terukur. Apa yang dilakukan selama menjadi ini itu. Hal yang mungkin biasa saja bagi tentara yang biasa merayap di sawah atau mengendap di parit berhari-hari menunggu musuh datang. Lebih parahnya, senjata pamungkas bernama "HAM" yang menurut saya semestinya dikeluarkan saat debat terakhir untuk merusak emosi Prabowo terlalu dini diluncurkan.

Dengan kondisi wu wei/mushin/kosong Prabowo ini, tentu teori dasar taichi yang menunggu serangan lalu dibalikan ke lawan semakin efektif. Terlihat saat Prabowo menjelaskan fungsinya saat itu sebagai alat negara yang harus melindungi warga negara dari ancaman dari luar atau dalam negeri, terhadap nyawa rakyat yang lebih banyak sesuai hirarki kemiliterannya membuat sang penannya tampak tersenyum aneh--saya menyebutnya "meringis".

Jawaban balik yang secara alamiah akhirnya membuat "langit" atau semesta yang berkerja sendiri untuk mengklarifikasi masalah ini. Termasuk polemik "pemberhentian dengan hormat" dan "pemecatan". Tentu ini blunder besar bagi penanya yang secara esensi lebih tegas "terpecat" nya saat menjabat menteri pada era pemerintahan Gus Dur. Rasanya kok malah seperti membuka aib sendiri--aib yang sebenarnya banyak yang terlupa atau tidak menyadarinya.

Peluru dan senjata pamungkas yang dihambukan ini jelas merugikan pihak tetangga (jika menyadarinya). Masih tersisa empat debat lagi yang memungkinkan Prabowo - Hatta menjabarkan pokok-pokok pikirannya lebih detail dan teknis. Cerita masih panjang sedangan tetangganya mesti koordinasi lagi untuk mendaur ulang statemen dan jurus awal debat pertama.

Belum lagi, pertanyaan soal HAM dan jawabannya, suka tidak suka malah membuat calon pemilih lebih bersimpati kepada Prabowo. Suka tidak suka, harus diakui oleh tetangganya jika Prabowo merebut hati rakyat lewat serangan pertanyaan ini.

Namun, bukanlah manusia jika terlalu tampak sempurna. Ada nilai minus yang saya lihat secara tidak langsung melalui TV. Kekurangan tersebut adalah tampak 'nerveous' dan 'grogi' nya Prabowo saat 5 menit awal diacara debat.

Walau sebenarnya, ke-grogi-an ini sudah saya duga saat menerima informasi dari sekretaris pribadinya Prabowo yang mengabarkan jika mendadak, ehm... bu Titiek mendadak hadir di acara tersebut. Dan terlihat sakejap matanya menatap seseorang yang duduk agak ketengah penonton.

Beberapa kali mic dibetulkannya, seakan memastikan suaranya terdengar oleh audiens. Saya kurang tahu kondisi real di TKP. Namun menurut saya, Prabowo tidak perlu memastikan suara mic nya terdengar atau tidak. Toh kehadiran 'seseorang' itu bukan sedang mendengarkan suaranya lewat telinga--namun mendengarkan dengan hati lewat bahasa kalbu.

EAAA!

Selamat pagi dan tetap MERDEKA!

Prabowo, Antara Bushido & Tuduhan Fasis

Posted on Selasa, 03 Juni 2014 Tidak ada komentar

Selasa, 03 Juni 2014

Ada beberapa kawan yang benar-benar bertanya kepada saya kenapa saya terang-terangan mendukung Prabowo. Sebuah pertanyaan yang ketika saya jawab karena dia satu-satunya capres yang menjalankan prinsip bushido, prinsip jalan ksatria yang saya anut, barulah mereka yang gantian benar-benar tidak mengerti.

Ya, saya tidak bercanda soal ini. Saya serius. Saya terpaksa membuka rahasia paling dalam dari lubuk hati saya yang paling dalam yang sebenarnya sungkan saya sampaikan. Bukan sekedar akan sulit dijelaskan dalam waktu yang singkat, namun saya tahu, masih banyak yang belum bisa membedakan apa itu "ksatria" dan apa itu "tentara".

Mungkin karena setelah lahirnya Republik ini, tentara dan sipil seakan-akan ada dikotomi. Ada pemisahan, khususnya secara kelembagaan. Bisa jadi ini karena standar ketentaraan dunia era baru (modern) ala KNIL Belanda yang dipaksakan masuk dalam khasanah kebijaksanaan lokal ala orang Nusantara.

Bahkan dari beberapa ocehan di sosial media, konsep bushido yang dilakukan Prabowo Subianto adalah bentuk lain dari 'fasisme'--sebuah gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik yang konsepnya berujung pada pembentukan 'kesatuan' ala tentara modern.

Kesan fasisme ini semakin diperparah citranya dengan munculnya beragam ocehan lain soal latihan baris-berbaris untuk kader partainya di Bukit Hambalang.

Halooooow, apa kita lupa kata guru SD dulu saat berlatih paskibra? Bukankah para guru mengatakan bahwa latihan PBB adalah dasar kedisiplinan dan kepemimpinan? Dasar pengertian perbedaan--setidaknya tinggi badan agar ketika bergerak bersama tetap kompak? Atau coba cek saat kita sholat, apa yang pertama kali kita cek sebelum melakukan ritual ibadah tersebut? Cek barisan kan? cek shaft kan?

Saya tahu, selama ini di Indonesia baris-berbaris masih dianggap hal yang menyebalkan, membosankan dan kesannya diatur-atur. Namun, pernahkah iseng melihat youtube dengan keyword "precision walking". Lebih lengkap lagi ditambah kata "japanesse" dan silahkan kita malu bahwa budaya baris-berbaris ini sudah sangat mendarah daging dalam kehidupan warga Jepang. Bahkan menjadi salah satu seni yang di perlombakan.

contoh : https://www.youtube.com/watch?v=jINuX_Hort8

Jadi jangan kaget saat ada bencana retaknya reaktor nuklir Fukushima tahun 2013. Para korban tampak rapi mengantri dalam pembagian bantuan, pengobatan bahkan pendataan. Dan apakah semua warga Jepang itu tentara atau negara fasis? Mohon maaf, tidak.

Jadi, "ksatria" itu tidaklah identik dengan "tentara". "Jalan Ksatria" itu lebih kepada etika dan tata cara sikap serta sifat yang terhormat dalam berinteraksi dengan sesama manusia/kehidupan. Lebih sederhananya, ksatria itu karakter.

Kalau pun ada keterkaitan spirit ksatria dengan para tentara modern--tetap terlihat perbedaannya. Ksatria ibarat software dan tentara itu hardware. tak heran banyak yang berseragam tentara tetapi kelakuannya nggak ksatria banget. Seperti ada yang error atau kemasukan bug dalam softwarenya. hehehe...

Dan karakter ksatria yang asli ini sangat jelas dan terang benderang ada pada diri Prabowo. Bukan hanya sekedar kata-kata yang sering kita dengar seperti "pejuang politik", "pasang badan" atau memang kata "ksatria" itu sendiri yang meluncur dari bibirnya.

Hal yang akhirnya sangat membantu saya dalam menebak reaksi, tindakan dan statement apa yang akan diambil beliau dalam setiap kejadian atau masalah. Untuk membantu pemahaman sifat dan sikap beliau, berikut saya coba paparkan 7 pilar bushido (jalan ksatria) yang sudah terbentuk pada diri Prabowo, yaitu:

1. GI - The Truth: Kebenaran

Kebenaran adalah titik kulminasi pencarian manusia yang tertinggi dalam hidupnya. Karena nilai kebenaran yang tertinggi hanya ada satu dan satu-satunya, yaitu Tuhan.

Hal yang membuat kita akhirnya paham kenapa Prabowo begitu dekatnya dengan para ulama. Boleh cek foro-foto yang beredar di social media dan gesture tubuhnya saat bertemu mereka ini. Ya karena beliau ingin terus mendapatkan update dan peringatan dari para ahli "kebenaran" untuk mempertegas dan menjaga jalan yang akan di tempuhnya agar tidak melenceng dari arti kebenaran itu sendiri.

2. MEIYO - Respect & Honor : Menghormati dan Kehormatan

Nah, inilah yang sering membuat banyak orang kebingungan dengan Prabowo yang sering melakukan sikap "salute" atau menghormat kepada siapapun. Dari presiden SBY, lawan politik, wartawan, kadernya bahkan ke pak Wiranto. Padahal beliau sudah sama-sama pensiun. Fasis? hahahhaa...

Begini ,sikap menghormati ini merupakan gambaran dan nilai dasar kehormatan bagi para "ksatria". baik simbolik maupun bahasa tubuh lain seperti membungkuk ala jepang (rei) atau mengangguk dan tersenyum ala Jawa, dengan kata lain seorang ksatria hanya dapat dikatakan memiliki sebuah kehormatan dalam dirinya, bila ia tahu bagaimana cara menghormati orang lain terlebih dahulu.

3. MAKOTO - Honesty & Sincerity: Kejujuran dan Ketulusan

Ya, saya tahu dalamnya lautan bisa ukur--dalamnya hati siapa yang tahu. Namun coba perhatikan statement Prabowo di socmed atau forum-forum internet awal tahun 2000-an. gaya bahasa dan kata-katanya ya itu-itu saja. tidak berubah.

Bahkan banyak yang kebingungan kenapa Prabowo tidak menjelaskan kejadian tahun 1998 ke publik dan seakan-akan menerima saja pendapat yang tumpang tindih ada di masyarakat. Kalau kita mengacu pada karakter ksatria, beliau sudah merasa cukup menjelaskan kepada anggota DKP detail kejadiannya. Lengkap dengan rekamanannya. Beliau merasa tidak perlu mengulang-ulang kepada publik, karena kesetiaan terhadap (mungkin) sumpah persidangan sangat beliau pegang.

Kalau akhirnya DKP tidak membuka rekaman dan hasil sidangnya, ya saya rasa itu urusan DKP--bukan Prabowo.

Dan soal ketulusan--inilah yang sering menjadi sinisme publik. Disebutnya Prabowo ambisius ingin jadi presiden. Halloooow. saya percaya betul ini urusan keprihatinan bangsa dimata beliau. kalau soal harta--apa tidak cukup keluarganya mempunyai 45 perusahaan diseluruh dunia dengan karyawan 200 ribuan orang? Jikalau gaji rata-rata karyawannya UMR Jakarta yang 2,5 jutaan. berarti sebulan minimal mengeluarkan uang 1/2 trilyun. Angka yang sangat berlebih kalau sekedar ber-hura-hura.

4. CHUGI -- Loyalty: Kesetiaan/Pengabdian

Sulit untuk membantah karakter ini. Begitu jelas beliau gamblang mengatakan "Saya setia pada Pancasila dan UUD 1945" atau "saya merasa menjadi prajurit kembali dengan tugas ini" saat diminta menandatangani kontrak politik dengan para Buruh di GBK.

Hal inilah yang saya sangat paham kenapa beliau sering dikritik karena banyak mengeluarkan uang untuk membangun partainya. Ya, ini bukan soal uangnya bisa buat yang lainnya. Tapi inilah jalan yang sesuai konstitusional untuk menjadi Presiden. Korban uang, korban energi bahkan korban perasaan di jalan politik yang legal. Bukan sekonyong-konyong daftar konvensi partai tanpa melewati terjalnya menjadi anggota partai tersebut atau mendadak menjadi timses. Seperti mau gampang dan enaknya saja.

Sedangkan menjadi Presiden, ini bukan soal ambisi atau gagah-gagahan. Sudah jelas seorang ksatria butuh tempat mengabdi. Kalau menjadi anggota TNI lagi jelas tidak mungkin dengan batasan usia. Untuk menjadi sekedar menteri--kok wawasan dan karakternya lebih besar daripada itu.

hanyalan "mandat" rakyat yang beliau butuhkan. Untuk kembali mengabdi kepapa NKRI yang sangat beliau hormati dan cintai.

5. REI - Courtesy: Sopan Santun

Ada yang pernah ngobrol langsung dengan pak Prabowo? Coba perhatikan cara beliau mendengarkan kita yang sedang berbicara. Beliau diam, khitmad, sorot mata fokus dan menunggu kita selesai bicara baru beliau gantian berbicara.

Hanya sayangnya, entah budaya baru macam apa yang tengah terjadi pada rakyat Indonesia kini. Menyela pembicaraaan atau ngobrol sendiri saat orang lain sedang berbicara menjadi hal biasa. Perdebatan dan cek-cok seperti menjadi gaya baru berkomunikasi anak bangsa era kini. Duuh....

Jadi jangan heran beliau kurang respek dengan orang/profesi yang bicaranya suka memotong pembicaraan atau bicara sendiri saat yang lain berbicara. Khususnya pada kegiatan/pertemuan resmi dan formal. Kalau lagi personal dan santai, ledek-ledekan sih biasa. Hahahaha...

6. JIN - Knowledge and Wisdom: Pengetahuan dan Kebijaksanaan

Hayoo, mari cek foto kediaman pak Prabowo. Cek ruang tamunya yang merangkap perpustakaan ini. Bagi yang kutu buku seperti Prabowo bisa "gila" dan histeris melihat koleksi bukunya yang rrruaaar biasa. Penataannya juga asyik, ada yang dalam lemari dan ada yang ditata di meja untuk mempermudah pengambilan. Tak perlu dijelaskan bagaimana banyaknya wacana pengetahuan yang sudah diketahui atau dipelajarinya.

Dan saya sangat bangga, ada dua buku tulisan saya masuk dalam rak koleksi bukunya. hahahahah...

7. YUKI - Courage: Keberanian

Untuk hal terakhir ini, tak perlu lah membahas yang tinggi-tinggi seperti keberaniannya menantang arogansi bangsa luar.

Dari hal sepele seperti memakai nama asli di socmed atau forum-forum internet jalan dulu. Bukan memakai akun palsu/anonim layaknya netizen/blogger/kompasianer era sekarang. Banci, eh, cemen, eh. Hehehe...

Hal yang sering membuat komentatornya penasaran dan bertanya: "Ini pak Prabowo Subianto asli?" karena saking penasarannya. Jawaban yang sudah pasti dijawab "Asli".

....

Nah, dari tujuh pilar bushido (jalan ksatria) yang sepertinya ditularkan karakternya kepada seluruh kader dan simpatisannya. Karena beliau tahu, karakter ini bukan hanya baik untuk membangun kembali Indonesia--namun secara otomatis sebuah cara pembentukan karakter bangsa yang sebenarnya. Hal yang sudah dari dahulu kita ketahui, hanya terlupakan saja.

Walau pun memang, karakter ksatria yang cenderung polos, to the point, blak-blakan, bloko suto dan lurus-lurus saja kadang menjadi bulan-bulanan bagi mereka yang berkarakter terbalik. Pengecut, mencla-mencle, ingkar janji, watak "ular" atau apa pun namanya.

Namun, dalam sejarahnya--sikap ksatria ini akan selalu menang diatas cara-cara rendahan, picik dan berbagai sikap lain khas manusia yang lemah.

Padahal, bagi yang pernah belajar tasawuf tentu sudah paham juga. Nilai-nilai bushido atau ksatria ini sudah sering dibahas. Contohnya pada kitab "futtuwah" yang ditulis Ali bin Abu Thalib--salah satu khalifaur rasyidin umat Islam yang terkenal dengan kisah membatalkan membunuh lawannya karena musuhnya meludahinya. Meludah yang membelokkan niatnya dari berjuang atas nama Tuhan menjadi atas nama pribadi.

Dimana ketujuh pilar ala bushido ini juga disebutnya dalam bukunya sebagai "keperwiraan spiritual" yang jauh dari kata 'fasisme'. Kalau 'militan' memang iya. Karena militan itu kata sifat, bukan kata benda.

Karena dalam dunia tasawuf, tentara dan rakyat itu adalah satu hal yang sama. Ada saatnya mereka menjadi rakyat biasa yang hidup bertani, berdagang atau yang lainnya. Namun ada saatnya panggilan agama/negara membuat mereka mesti menjadi "tentara" pada suatu ketika. Hal ini jelas hanya bisa terbentuk jika karakter ksatria/keperwiraannya sangat tinggi.

Dan hal ini, juga identik dengan falsafah Jawa "manunggaling kawula gusti". Bersatunya raja dengan rakyat, tentara adalah rakyat. Karena menang itu fitrahnya sebuah negara/bangsa.

Kalau tidak percaya, boleh cek negara-negara tetangga. Untuk menyatukan tentara dengan rakyat atau sebaliknya, mereka mesti repot-repot menjadi mengadakan wajib militer. Sedangkan kita? Ya memang sudah dari sononya begitu.

Sekian, selamat malam dan tetap militan. MERDEKA!
Don't Miss