Responsive Ad Slot

Latest

Sports

Gossip

Covered

Video: Dubes Jepang & Prabowo Joget Poco-poco

Posted on Kamis, 25 Desember 2014 Tidak ada komentar

Kamis, 25 Desember 2014

 

Entah sudah berapa pesan yang masuk di pages FB ini baik inbox langsung atau melalui komentar yang menanyakan kabar pak Prabowo.


Kebanyakan esensinya sama, rekan-rekan sedang rindu berat kepada pak Prabowo.

Ya, saya paham. Saya mengerti. Semenjak KPU memutuskan pemenang Pilpres 2014, sedikit sekali berita soal kegiatan pak Prabowo.

Tentu ini mengundang rasa penasaran yang mendalam. Sehatkah beliau? Ceriakah beliau?

Pertanyaan yang tentu tidak mudah saya jawab jika hanya melalui tulisan atau foto saja. Jadi kali ini, saya unggah video ter-update yang sempat saya rekam via ponsel.

Video ini adalah saat-saat Prabowo menerima salah satu tamu Duta Besar dari negara luar yaitu Dubes Jepang "Tanizaki Yasuaki" yang resmi bertugas di Indonesia 20 September 2014.

Ya, usai ajang pilpres 2014 beliau malah jadi sering disambangi tokoh luar negeri. Sampai panjang daftar antriannya. Hehehe...

Nah kembali ke Ambassador, ternyata Mr. Yasuaki ini sebelumnya sudah pernah di Indonesia. Sekitar 18 tahun yang lalu. Dan kali ini, beliau mengunjungi kantor DPP Partai Gerindra (15 /12/2014).

Pihak DPP Gerindra dan Prabowo menyambut dengan memperkenalkan lingkungan sekitar dan didalam DPP serta tim inti-nya yang muda-muda serta cantik dan ganteng. Ya, mirip-mirip sayalah.. ‪#‎eh‬. Hihihi..

Tak lupa disediakan juga jamuan makan siang di aula lantai teratas. Saya menebak, pak Dubes Jepang akan ikutan berjoget jika ada musik khas acara yaitu campur sari-an dan poco-poco. Nah, akhirnya dugaan saya tepat.

Awalnya pak dubes hanya melihat saat usai makan siang pak Prabowo asyik menemani kadernya, akhirnya pak Dubes tidak tahan untuk bergabung bersama.

Walau pun tampak beberapa kali dubes tampak 'kesrimpet' langkahnya mengikuti pola joged, namun tak lama enjoy juga.

Disana terlihat sepertinya pak Prabowo tak tega dengan kesrimpetan langkah dubes--lalu mengajaknya kembali ke meja. Meski pun sebenarnya pak dubes, sih, masih ingin lama-lama. Hahaha...

Jadi saudara-saudara, menjawab pertanyaan saudara perihal pak Prabowo. Saya jawab ulang ya....

Pak Prabowo Subianto sangat sehat dan ceria.

MERDEKA!

[embed]https://www.youtube.com/watch?v=P3lNd-HXjhc[/embed]

Hari Belanja Online Nasional 2014

Posted on Senin, 15 Desember 2014 Tidak ada komentar

Senin, 15 Desember 2014

Beberapa hari yang lalu, saya sempat kaget dengan banyaknya banner-banner digital perihal perayaan Hari Belanja Online Nasional . Saya juga masih bingung, sejak kapan "hari" tersebut dicanangkan dan oleh siapa?

Jepretan Layar 2015-06-20 pada 01.16.21

Setelah mengusut diberbagai situs, ternyata "hari" ini dibuat oleh 20 toko online besar di Indonesia sejak tahun 2013 kemarin. Menyesuaikan tanggal kelahirannya--12 Desember, maka diadakan diskon/sale besar-besaran oleh beberapa situs online dengan hastaq ‪#‎1212Sale

Walau pun tidak diresmikan oleh pemerintah, memang harus diakui--potensi pasar online ini sangat luar biasa besarnya, baik omset maupun kesempatan ber-wirausaha mandiri oleh ibu-ibu rumah tangga.

Satu sisi yang menunjukan bahwa orang Indonesia sangat kreatif memanfaatkan teknologi. Walau kita sama-sama tahu, rata-rata kecepatan internet Indonesia sangat rendah.

Bahkan jauh sebelum hari belanja online ini dicanangkan, sejak lama aplikasi chat BBM ibu-ibu telah berubah menjadi lapak dagangan. Hal yang saya yakin, pihak RIM Blackberry pun tidak pernah membayangkannya. Mereka hanya tahu bahwa "Indonesia is Blackberry Country".

Sebuah peningkatan dari gelar sebelumnya sebagai "Republic of Communicator" ketika sedang jaya-jayanya produk ponsel pintar dari produsen Nokia. Bahkan kini, pages facebook hingga instagram-pun tak luput dari tempat penjelajahan bisnis online ibu-ibu.

Hal yang memang menjadi ruang positif bagi perkembangan dunia entreprenuership nasional walau pun tetap meninggalkan pertanyaan kecil perihal sistem perpajakannya. Seperti yang kita tahu, dunia e-commarce memungkinkan sebuah akun/situs yang 'parkir" di luar negeri bisa mendapatkan omset dari jual beli dari negeri ini, sedangkan pembahasan perihal pajak e-commarce nya masih juga belum selesai.

Namun, apa pun itu--walau terlambat, saya tetap ingin mengucapkan selamat berbelanja bagi pembeli serta selamat meraih keuntungan buat pelaku pasar online dan jangan lupa memberitahu suaminya kalau beli ini itu yaa...

Happy Shopping!

Gaya "Pamer Kesusahan" Ala Orangtua

Posted on Minggu, 14 Desember 2014 Tidak ada komentar

Minggu, 14 Desember 2014

Jepretan Layar 2015-06-20 pada 01.17.43

Sepertinya, ada suatu jurus turun temurun 'pendidikan' dari orang tua yang ternyata masih berlaku sampai saat ini.

Jurus itu berjudul "pamer kesusahan".

Jikalau dulu, almarhum bapakku bercerita susahnya punya buku dan sepatu saat beliau masih SD--kemana-mana membawa sablak atau sejenis ipad dari papan dan kapur serta cekeran kaki saat berangkat sekolah.

Maka, aku pun tak kalah. Kubercerita tentang zamanku yang sekolah tak pernah diantar naik motor atau mobil, jalan kaki sejak SD. Lebih mendayu ceritanya, saat SMP pun aku bercerita kesusahan serupa--tetap jalan kaki ketika banyak teman yang lain naik mikrolet atau bus Damri.

Tujuannya tentu memotivasi anak agar berprestasi tinggi setelah diberi banyak fasilitas. Walau sebenarnya, sih--terbesit rasa pamer jika bapaknya bisa sukses walau dulu menderita. Sejenis merendah meninggikan mutu lah. Hehehe...

Nah, akhirnya--jurus pamer kesusahan ini pun tampaknya harus segera di akhiri.

Soalnya ada kabar ketika ibuknya bocah hendak menjemput anak pulang UTS, mendadak si bocah sudah ujug-ujug di depan pintu rumah. Pulangnya jalan kaki.

Langsung saja kutelefon si bocah dan bertanya, "capek nggak jalannya, nak?".

Ia pun menjawab, "enggak, kan kayak bapak dulu. Nggak capek jalan kaki ke sekolah"

Aku pun terdiam dan berkata dalam hati, "Iya, bapakmu memang nggak capek jalan kaki ke sekolah, karena masih banyak teman lain juga jalan kaki. Lha kamu, jalan kan kakinya sendiriaaaann...!"

Bapaknya pun dari jauh langsung trenyuh, mbrebes mili...

***

Kidung Asmara Prabowo Subianto

Posted on Senin, 03 November 2014 Tidak ada komentar

Senin, 03 November 2014

"Saya sangat cinta dengan NKRI, saya takut melanggar konstitusi"

Kurang lebih, dua hal itulah yang sering kudengar langsung dari bibir pakPrabowo Subianto jika sedang menanyakan banyak hal. Dua hal yang selalu berulang-ulang dan menjadi ujung semua diskusi. Baik perihal konsep kenegaraan, politik, ekonomi, isyu-isyu, fitnah hingga perihal perjalanan asmara dalam kehidupannya.

Jikalau bukan perihal asmara--tentu mudah untuk menerimanya. Namununtuk yang satu ini, tak mudah untuk mencernanya. Bagaimana mungkin "cinta NKRI" dan "taat konstitusi" menjadi ujung kisah-kisah asmaranya?

Boleh kita cek saat usai pendidikan di Akabri, beliau putus hubungan dengan kekasih pertamanya gara-gara keseringan tugas masuk hutan belantara dan kelupaan apel malem minggu.

Bahkan dalam sebuah berita, pak Hasyim Djojohadikusumo pernah mengungkapkan jika kakaknya terlalu sering memilih bertiarap dalam parit dengan pasukannya saat berperang, keluar masuk hutan, mencicipi air dari sumur-sumur penduduk seantero nusantara hingga tiduran terlentang di tanah menatap bintang-bintang daripada tinggal dalam "sangkar emas" dengan istrinya--bu Titiek.

Padahal dulu untuk menikahi bu Titiek, perjuangan Prabowo tak mudah. Bapaknya terkenal sangat "kontra" Soeharto hingga saat sebelum mengenalkan ke bapaknya, dibawanya terlebih dahulu bu Titiek ke neneknya. Sempat neneknya tidak tahu bahwa bu Titiek adalah anak Soeharto. Yang Neneknya tahu, gadis yang dikenalkan Prabowo ini adalah anak "kuliahan" di Yogya yang cantik dan sangat lembut dengan tutur kata yang sangat halus dan sopan.

Bahkan usai "kejadian" di teras rumah Cendana--beliau pun tak terlihat minat untuk mencari pendamping lain. Sampai-sampai muncul berbagai isyu tak mengenakan perihal ini.

Salah satunya dari wikileak (2006) yang menyatakan Prabowo sering ke Thailand dan menyembunyikan kekasihnya disana. Bahkan dituduh mempersiapkan usaha/bisnis untuknya. Hadeh, padahal dulu pak Prabowo ke Thailand hanya sedang mengurus kuda-kuda peliharaaannya dan study banding untuk perkuatan tim nasional Polo berkudanya.

link --> http://www.wikileaks.org/plusd/cables/06JAKARTA8261_a.html

Ya, jangankan anda--saya pun bertanya-tanya, kekuatan apa yang membuat pak Prabowo begitu menikmati kesendiriannya. Cinta NKRI? Hmm...

Padahal kalau sekedar pendamping, perempuan mana sih yang menolak "ksatria" model beliau? Bukti nyatanya saat mendadak di Bukit Hambalang 29/10/2014), kediamannya di datangi ibu-ibu fans beratnya dengan membawa aneka macam makanan dan cemilan sensiri untuk selamatan hari ulang tahunnya.

Tidak usah dijelaskan bagaimana para ibu-ibu ini histeris saat Prabowo mendemonstrasikan kelihaiannya menunggang kuda dansa, belum lagi kehebohan saat berfoto ria dengan beliau sampai-sampai beliau kikuk dan berkata dengan nada bertanya "haduh, ada yang marah nggak nih?" saat para ibu-ibu ini nempel mepet-mepet seakan-akan tak mau kehilangan momen istimewa ini.

Bahkan yang paling membuat geleng-geleng kepala adalah munculnya aneka macam "tongsis" yang bersliweran dibawa ibu-ibu ini. Sampai saya sendiri kesusahan mengabadikan gambar beliau yang kebetulan berkumpul dengan para petinggi KMP seperti Amien Rais, Anis Matta, Hatta Rajasa, Aburizal Bakrie, Satya Novanto dan lain sebagainya karena lensa kamera terhalangi "senjata" narsis ibu-ibu ini.

Jepretan Layar 2015-06-20 pada 01.25.26

Tongsis 2


Nah, untung saja saya teringat acara "banawa sekar" (bahtera bunga)--sebuah tradisi Majapahit yang digalakkan kembali oleh Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) untuk mengembalikan kembali kejayaan Nusantara. Sholawat dan doa teriring di acara sarasehan “Majapahit adalah masa depan Indonesia” di Pendopo Agung Trowulan (27/5/2014) tersebut.

Dalam acara yang dulu diinisiasi oleh Mpu Tanakung, seorang pujangga kerajaan Majapahit untuk mengingatkan rakyat akan kondisi Kerajaannya yang makin terpuruk karena "kelakuan" para elitnya yang hanya mengejar kekuasaaan dan kemewahan semata sehingga lupa kepda perjuangan para "founding father"-nya. Serta ketidak pekaan dengan bahaya ideologi asing yang mengancam kerajaan.

Nah, kembali lagi ke kisah Mpu Tanakung ini, saat tak sengaja mencari-cari karya sastranya--betapa terkejut. Ada sebuah bait yang isinya menjawab semua pertanyaan dasarku tentang hubungan asmara Prabowo dengan "Cinta NKRI" ini. Ternyata, jauh sebelum Prabowo, di era Majapahit telah ada sosok yang mirip dan sangat tergambarkan kemiripan karakternya. Bait yang tertuang dalam kitab "Kakawin Wrettasancaya" ini tertulis:

"Nimitangsu yan layat anigal sang ahayu nguni ring tilam, datan lali si langening sayana, saka ring harepku laliya anggurit lango."

Artinya:

“Aku meninggalkan Jelitaku dahulu di peraduan, bukan karena aku lupa indahnya peraduan asmara, namun karena hasratku yang tak tertahankan untuk melukiskan keindahan tanah air”

(Mpu Tanakung)

Ah! ternyata...

"Warangan", Racun Arsenik dalam Sebilah Keris

Posted on Minggu, 26 Oktober 2014 Tidak ada komentar

Minggu, 26 Oktober 2014

 

"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.

Dan Kami ciptakan/turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia (supaya mereka mempergunakan besi itu), dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.

Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Maha Perkasa.” (al-Hadid 57: 25).

=====

Ayat itulah yang pertama kali disampaikan oleh para sesepuh saat pertama kali kumasuk dalam usia yang cukup pantas untuk meneruskan perawatan pusaka keluarga.

Hal yang sebenarnya sangat berat, mengingat dalam era modern sekarang--menyimpan dan memelihara pusaka tampak begitu kuno dibandingkan menenteng gadged berlogo buah apel keroak atau yang lainnya.

Belum lagi jika mulai masuk saat Suro-an, malam 1 Muharam versi hitungan Jawa dimana tanggal itu adalah tanggal pencucian atau jamasan pusaka baik keris, mata tombak maupun senjata lainnya. Sebagian besar langsung berfikir, "Hmm, jadwal ke-syirik-an dimulai".

Ya, saya mengerti--banyak penyimpangan pemahaman tentang pemeliharaan pusaka ini. Kesan ke-mistik-an nya tampak lebih kuat daripada esensi sebenarnya. Mungkin pengaruh film horor zaman Suzana hingga acara-acara TV saat ini. Saya tidak menyalahkan siapa-siapa dalam hal ini.

Padahal, kalau sekedar dianggap rumah para jin, jangankan keris, sudut rumah yang jarang dijadikan tempat sholat atau terdengar lantunan ayat Al Quran juga biasanya otomatis ada juga tanpa diundang. Iya kan?

Nah, kali ini saya ingin sedikit berbagi perihal apa dan kenapa pusaka itu mesti di-jamas--khususnya tanggal 1 Suro ini dengan sudut pandang teknis pembuatan keris dan salah satu rahasia kecil didalamnya.

Ya, pusaka--kita sebut saja kali ini keris, yang oleh UNESCO disebut sebagai "Adikarya Peninggalan Sejarah" ini memang bukan main-main gelarnya.

Senjata yang sangat khas dan tentu saja bentuk dan fisiknya menyesuaikan karakter geografis Nusantara. Indonesia tentu berbeda dengan jazirah Arab dengan pedang lengkungnya atau Jepang dengan pedang Shinken para Samurai. Karakter pertempurannya juga berbeda.

Jikalau pedang Arab, Eropa atau Jepang tampak mengkilat seperti kaca dan tajam maka keris tampak berkelok-kelok dengan hiasan pamor yang tampak indah dan artistik. Walau kesannya tidak tajam, apalagi untuk membelah kertas--keris tetap senjata paling ditakuti dan efek membunuhnya paling kuat. Jangankan tertusuk--tergores pun orang bisa langsung wassalam....

Kenapa bisa begitu?

Ya, Keris yang dibuat berlapis-lapis dengan pamor beraneka rupa ini memang dibuat tampak berpori-pori atau jika diperbesar akan tampak seperti ada alur-alur selokan. Suatu tempat sekaligus teknik untuk menyimpan racun WARANGAN atau dizaman ini lazim disebut racun ARSENIK. Racun yang pernah heboh saat kejadian meninggalnya tokoh pengiat HAM di negeri ini--Munir.

Selain warangan, masih banyak lagi racun-racun lain yang biasa dioleskan ke keris atau mata tombak. Antara lain Bacem Kodok, Bisa Ular Weling dan lain sebagainya.

Bahkan, jika kita perhatikan keris Indonesia dan pisau Damaskus--walau sekilas tampak mirip dengan warna hitam dan motif silver/mengkilatnya, esensi keduanya sangat berbeda.

Pisau damaskus menjadi tampak berwarna hitam dengan motif beralur dibuat dari besi dan arang (karbon), fungsinya untuk menjadikan pisau tersebut menjadi sangat keras dan tajam.

Sedangkan keris, warna hitam tersebut dihasilkan dari proses "warangi" atau pemberian upas/wisa/racun arsenik saat pembuatannya. Jadi, logam besi, baja, batu meteor dan wisa/racun ini sejak awal memang awal disatukan dalam pembuatannya. Hasilnya, jika saat pertempuran terjadi, jangankan tertusuk, tergores keris ini--apalagi ditambah minyak warangan yang pekat, maka dengan cepat tercabut nyawanya dengan darah yang berubah warna menjadi hitam.

Kisah legendaris tentang ini tentu saat kematian Rakrian (Ra) Tanca oleh keris Gajahmada di era Majapahit. Dan coba perhatikan keris-keris yang dibuat zaman Majapahit ini, alur pori dan rongga untuk racunnya tampat jelas terlihat atau teraba.

Nah, tak heran ketika sesepuh sudah menugaskan kita meneruskan merawat pusaka ini begitu keras agar kita hati-hati dalam menyimpan dan mencuci pusaka ini. Apalagi jenis pusaka yang pekat kandungan kristal warangan (arsenic) nya. Tidak boleh sembarangan dikeluarkan. Khawatir mengenai badan sendiri yang bisa membuat pemegangnya panas dingin kena senggolan efek racun arsenicnya. Biasanya keris yang model beginian, disimpan jauh jauh dan tersembunyi--apalagi jika ada anak kecil dirumah tersebut.

Kalau sekedar untuk dibawa-bawa dan dipakai saat hajatan, cukup keris yang kandungan warangannya paling sedikit dan tidak berbahaya.

Proses jamasan (pencucian) nya pun sangat ketat. Saking ketatnya--hal inilah yang membuat orang beranggapan keris itu penuh mistik dan cenderung syirik.

Padahal, syarat merendam dengan air kelapa muda dan digosok dengan jeruk nipis, dibilas dengan lerak--hakikatnya jelas hanya sekedar teknis pembersihan dari warangan/arsenic yang mungkin rontok akibat gesekan dengan sarungnya atau terlepas bersamaan timbulnya karat.

Sedangkan timbulnya karat sendiri--sangat disarankan untuk dihindari dan mesti diberi minyak. Biasanya sih, minyaknya terdiri minyak wangi cendana agar wangi dan , ehem, minyak warangan tipis-tipis agar keris tetap berwarna hitam yang sangat artistik jika bertemu motif pamor dari batu meteor (watu bintang/lintang). Hehehe....

Soal kenapa mesti dengan diawali puasa dan waktunya tengah malam prosesi pencuciannya--ya alasan paling sederhana adalah keamanan dari ganguan anak-anak dan saat itu adalah saat yang hening dan biasanya sehabis puasa--konsentrasi manusia dalam titik yang paling tinggi.

Sedangkan soal kenapa harus tanggal 1 Suro? Ya sebenarnya tidak mesti tanggal tersebut, kapan saja boleh. Hanya saja, jika dibandingkan dengan mobil yang ada batas kilometer servicenya--keris pun begitu. Para sesepuh dan leluhur telah mensepakati tanggal tersebut karena kalau tidak dibuat kesepakatan umum, kebanyakan orang lupa membersihkan benda "berbahaya" tersebut di rumah. Apalagi dalam masa damai dan penuh kesibukan.

Apalagi 1 Suro adalah tahun baru yang diharapkan, dalam awal perubahan tahun semuanya menjadi titik koreksi dan persiapan untuk waktu selanjutnya. Termasuk persiapan jika mendadak--ada panggilan agama atau negara untuk berperang. Jangan sampai saat-saat genting itu, tiada persiapan sama sekali. Jangankan karatan, jangan-jangan gagang pegangan kerisnya sudah copot. Iya tho?

Terakhir, perihal nama-nama keris seperti Keris Nagasasra, Keris Kyai Sengkelat, Keris Setan Kober dan lain-lain yang sering dihubungkan nengan nama-nama jin pengisi Keris, saya kok jadi mikir, jangankan kita--Rasulullah pun memberi nama-nama benda-benda kesayangannya seperti: mangkuk minum (cawan) = Ar Rayyan; mangkuk makan = Gharra; sebuah tas anyaman = Al Kafur; dan sebuah pedang mashur bernama Dzul Faqqar yang selalu dibawa saat berperang. Boleh dicek deh. Mosok kita mau menuduh Rasulullah menyimpan jin di barang-barang kesayangannya sih? Hehehe...

Nah, selamat merawat Keris peninggalan leluhur. Percayalah, anda termasuk orang yang beruntung. Setidaknya dari sisi ekonomi. Lha bayangkan saja, keris baru dengan kualitas unggul, harganya rata-rata 7-25 jutaan. Kalau beli sendiri sih, saya jamin diomelin istri-istri kita di rumah. Hehehe...

======

CMIIW (Correct Me If I'm Wrong)

WILUJENG TAUN ENGGAL, 1 SURO 1948

 

Ide Fadli Zon Bangun Perpustakaan & Pojok Aspirasi di DPR

Posted on Sabtu, 25 Oktober 2014 Tidak ada komentar

Sabtu, 25 Oktober 2014

Sore itu, beberapa minggu yang lalu--anakku tampak bersedih saat tahu bahwa kios taman bacaan yang menyewakan aneka komik dan buku cersil itu sudah hilang dan berganti deratan pagar seng. Sebuah pagar yang merupakan tanda bahwa tempat tersebut sudah dibongkar dan bakal berganti menjadi komplek perumahan atau ruko.

Saya sendiri pun sebenarnya memendam rasa kecewa yang luar biasa. Sebuah kekecewaan yang berasal dari kesalahan diri sendiri. Kesalahan terlalu "ntar-sok" (sebentar, besok) untuk membawanya merasakan sensasi menyewa buku di taman bacaaan.

Ya, di zaman era para sarjana Google ini--sarjana yang skripsinya banyakan daftar link website daripada judul buku di halaman daftar pustakanya; membaca di taman bacaan, perpustakaan umum atau sejenisnya menjadi hal yang sangat langka.

Padahal, ada kenikmatan tersendiri di sana. Atmosfir membaca yang begitu kental dan menular--yang membuat kita semakin betah berlama-lama bercumbu dengan buku.

Atmosfir yang sebenarnya saat itu, sedang kucoba perkenalkan kepada anakku. Namun lacur, kami harus gigit jari dan terdiam hening selama berboncengan di atas motor pespa yang meluncur menuju rumah kami yang tak sebegitu jauh tempatnya.

Dan sungguh menjadi kabar gembira buat pecinta perpustakaan ketika sore tadi (23/10/2014), saat bertemu Fadli Zon di ruang kerjanya di Gd. Nusantara 2 DPR/MPR beliau mengatakan bahwa sedang menggagas berdirinya perpustakaan yang (mungkin) terbesar di Asia serta "Speakers Corner" atau pojok/area Aspirasi di dalam komplek DPR/MPR. Komplek yang masih banyak ruang terbukanya ini.

Untuk perpustakaan, tak ada sedikit pun keraguan akan manfaat dan cita rasa membaca di sana. Fadli Zon sudah terbukti mempunyai pengalaman membuat perpustakaan pribadi yang sangat nyaman dan cozy.

Jika kita mengintip di situs perpustakaannya dan catatan blog pengurus perpustakaan pribadinya di sini dan sini. Kita bisa melihat bagaimana suasana nyaman dan kecanggihan sistem pendataannya yang sudah digitalized. Penataan yang digabung sebagai tempat menyimpan benda-benda seni serta unik seperti kacamata para tokoh Indonesia seperti milik Bung Hatta, terasa begitu hommy dan sejuk. Dijamin betah...

Untuk pengurus dan manajemennya--tak perlu khawatir, bangsa kita ini banyak sekali universitas baik negeri atau swasta yang membuka jurusan perpustakaan seperti UGM, UNS, UNPAD dan lainnya. Bahkan tidak ketinggalan, jurusan Perpustakaan pun ada di Universitas Terbuka.

Terbayang di hatiku kelak, jika perpustakaan ini bisa benar-benar terwujud--mimpi menarik kembali dokumen-dokumen Nusantara yang selama ini tersimpan di Universitas Laiden, Belanda bukan hal yang mustahil. Bahkan (semoga) kelak bisa bersaing dengan Library of Congress, USA yang sangat melegenda itu. Generasi anakku dan anak Indonesia lainnya tentu akan senang.

Jepretan Layar 2015-06-20 pada 02.08.16

Dan sedikit bocoran, dalam design yang sedang dirancang--perpustakaan DPR ini akan menyimpan semua data-data DPR yang bisa diakses masyarakat. Jadi bagi anggota dewan yang selama ini jarang absen atau kurang kontribusinya akan ketahuan, setidaknya dari sedikitnya nama anggota dewan tersebut yang tidak ada catatan dokumen dalam perpustakaan tersebut. hihihi...

Belum lagi, akan ada lantai khusus riset dan penelitian serta yang paling utama--ruang baca yang luas dan bisa menampung pengunjung serta anggota dewan. Diharapkan akan mempermudah interaksi masyarakat dan legislatif dalam atmosfir yang positif. Atmosfir membaca buku dan berbagi pengetahuan.

Kemudian, hal menarik lainnya dari Fadli Zon-- seperti "Area Aspirasi" di dalam halaman DPR/MPR. Sebuah tempat/podium untuk masyarakat atau mahasiswa yang hendak menyuarakan pendapatnya.

Ide ini didasari dari pengamatan beliau yang sering melihat demonstrasi yang kadang hanya terdiri dari 20-an orang di depan pagar DPR/MPR telah membuat macet jalanan. Diharapkan, dengan area ini--aspirasi masyarakat lebih mudah disampaikan dan diterima langsung oleh anggota dewan yang membidangi persoalan tersebut.

Sudah begitu, usai menyampaikan aspirasi--pendemo atau masyarakat bisa beristirahat sambil menambah ilmunya di.... ya di Perpustakaan DPR tadi.

Setuju?

MERDEKA!

 

SBY, SMS 9949 & Kedaulatan "Sejengkal" Jalan NKRI

Posted on Selasa, 21 Oktober 2014 Tidak ada komentar

Selasa, 21 Oktober 2014

 

Dulu, sekitar tahun 2005--Stasiun Gambir masih berfungsi sebagai tempat berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang KRL Express. Saya yang berkantor di Jalan Medan Merdeka Barat, sering berjalan kali membelah lingkar Monas yang rimbun dengan pohon-pohon untuk menuju tempat kerja.

Namun kadangkala, saya berjalan menyisir trotoar sisi luar Monas yang tepat berada di depan deretan Kedubes AS, Istana Wakil Presiden hingga Gubernuran DKI.

Nah, saat itu ada hal yang sangat menjengkelkan dan membuat sepet mata. Ya, saat itu di depan Kedubes AS terpasang pembatas beton "Dusaspun" yang memakan setengah jalan Merdeka Selatan. Sudah begitu, tambahan lilitan kawat berduri sepanjang batas dusaspun tambah merusak pemandangan. bahkan jalan dibawah rel layang kereta yang disamping Kedubes juga ditutup. Ojek dan pengendara motor dari arah Gondangdia tak bisa melewatinya.

Ya kalau sedang ada demo sih masih bisa diterima. Tetapi ini sudah lama musim demo-demoan Kedubes AS. Kulihat, sepertinya malah area dalam kawasan "khusus" itu dipakai untuk antrian pengurus izin Visa ke Amerika.

Sebulan lewat saya masih bisa diam dan maklum, namun lama-lama, berbulan-bulan kok tidak dibongkar dan digeser-geser mendekat Kedubes.

Saat kesal memuncak, pengen sekali demo menolak pagar beton tersebut sendirian. Tapi melihat banyaknya petugas jaga berrompi dan berhelm baja dengan senjata senapan serbu yang bisa dilipat popornya--niat ini aku urungkan. Kan repot jika malah diajak main "airsoft gun" dadakan disana.

Setelah berfikir keras cara memprotes, mendadak kubaca berita jika SBY--Presiden RI baru (saat itu) membuka layanan SMS 9949 di situs berita online yang kubaca dari ponsel tipe E398 itu.

Sejenak berdiri ditrotoar seberang Kedubes AS, kukirimkan pesan penolakan pagar berduri dan beton tersebut. Tentu saja tidak kutuliskan jika pagar tersebut yang memakan setengah jalan Medan Merdeka Selatan itu sebagai bentuk merebut tanah air Indonesia walau hanya "sejengkal" saja.

Namun sedikit diplomatis, alasan menganggu pemandangan untuk wisatawan luar negeri yang hendak berjalan-jalan di Monas dan mengesankan Indonesia tidak aman lebih kuutamakan. Lengkap nama asli dan alamat rumah kumasukan dalam pesan.

Dan, setelah pesan terkirim--mengejutkan! Esok harinya, saat berjalan lagi menuju kantor. Pagar beton dan berduri itu sudah di geser tepat dibatas trotor Kedubes AS. Hal yang masih bertahan hingga saat ini di tahun 2014. Itu pun sudah semakin manusiawi, hanya tinggal pembatas beton dusaspun tanpa kawat berduri. Kalau petugas berseragan tempur lengkap, sih. Masih ada. Hahaha...

Nah, gitu dong, itu baru namanya win-win solution. Kedubes AS dan staffnya sudah menjalankan tugas mereka sesuai aturan negaranya dan kita--selaku rakyat Indonesia berhak mendapatkan hal memakai jalan Medan Merdeka Selatan secara utuh dan sempurna. Kecuali jalan dibawah rel kereta layang Gambir yang kembali tertutup untuk parkir tamu Kedubes AS sana.

Jepretan Layar 2015-06-20 pada 02.43.53

Ya, saya mungkin sedikit ke-GR-an. Bisa jadi pergeseran itu memang sudah dalam jadwalnya atau memang, (uhuk), SMS saya sangat berpengaruh. Hehehe...

Entah mana yang benar, berhubung pihak Istana waktu itu tidak konfirmasi lewat SMS balasan--setidaknya saya sudah ikut berjuang menjaga kedaulatan negara yang hanya "sejengkal" saja tersebut lewat bidang yang saya tekuni, telekomunikasi.

Sekian secuil kisah saya bersama SMS 9949 nya pak SBY .

Terucap terimakasihatas pengabdiannya selama 10 tahun dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Selamat beristirahat sejenak untuk tugas lainnya diluar jabatan Kepala Negaranya, pak SBY.

Salam,

Pelapor SMS 9949 tahun 2005

Pak Prabowo, Saya Tidak Ridho...

Posted on Minggu, 19 Oktober 2014 Tidak ada komentar

Minggu, 19 Oktober 2014

Siang tadi (17/10/2014)--tak lama sebelum waktu adzan sholat dhuhur/Jumat berkumandang, kabar jika pak Prabowo Subianto akan sholat jum'at di masjid Al Latief Lt.5 Pasaraya Blok M dari para sekretaris pribadinya kudapatkan

Lokasi sholat jum'at yang berjarak sekitar 10 km dari kantor tempatku berkerja di depan air mancur Monas, membuatku segera menuju pangkalan ojek langganan di samping kantor.

Alhamdulillah, salah satu dari dua abang ojek favoritku masih asyik duduk dibawah pohon. Seperti kuduga--melihat gelagatku yang tampak tergesa-gesa, ia pun segera sigap berdiri dan menyodorkan helm.

Hanya cukup menyebutkan nama lokasi, ojek pun berjalan dengan kecepatan dan aksi kelak-kelok yang bolehlah diadu dengan voridjer BM Polisi/Dishub. Bedanya--ojek langgananku tidak memakai sirine. Cukup klakson dan bleyer gas keras-keras.

Selama perjalanan, pikiran dan perasaanku masih berkecamuk. Hilir mudik bayangan kenangan saat memanjat pagar kantor untuk berdemo menentang penjualan perusahaan telekomunikasi tempatku berkerja dijaman pemerintahan Megawati. Kebijakan yang membuat perusahaan tempatku berkerja kini sangat amburadul dan berantakan.

Ditambah kejadian pengkhianatan perjanjian Batu Tulis. Bukan sekedar sikap inkosisten, namun yang paling mengesalkan adalah cacian pendukung lawan yang menganggap Prabowo panik dan sentimen negatif lainnya. Padahal saat itu, kutahu benar--beliau sedang memberikan pelajaran tentang etika berpolitik yang sehat. Membatalkan perjanjian itu boleh saja, tapi apa salahnya jika ngomong secara terbuka? Tidak perlu sampai tidak mau menemui saat lebaran Iedul Fitri menjelang kompetisi.

Belum lagi tikaman dari belakang yang dilakukan oleh salah satu 'anak didiknya' saat maju dalam pilgub DKI yang telah dibiayai dan diperjuangan bukan saja oleh Prabowo sendiri, namun seluruh kadernya untuk mewujudkan cita-cita Jakarta Baru yang lebih baik dan manusiawi. Namun lacur, janji Jakarta Baru sudah diingkari. Rencana membangun Jakarta Baru "ditinggal glangang colong playu" hanya untuk sebuah kompetisi jabatan duniawi yang lebih tinggi. Semua tampak jelas tergambar di kepala. Seakan sedang menonton film layar lebar dalam bioskop kelopak mata.

Dari sebagian kisah itu, aku masih tidak percaya, benarkan Prabowo memberikan ucapan selamat kepada Jokowi?

Ya, sejak semalam berita perihal pertemuan beliau dengan Jokowi sudah kubaca desas-desusnya di beberapa media. Bahkan sampai pagi hari aku coba konfirmasikan kehadiran Jokowi di Rumah Kertanegara ini. Duh, ternyata benar. Pertemuan itu ada.

Rasanya berat membendung airmata ini, apalagi sempat kudengar--pak Prabowo sempat melakukan kembali salam penghormatan ala militer kepada Jokowi. Semakin tidak nyaman saja mendengarnya.

Bagiku, apa iya pantas Prabowo melakukan itu? Kepada lawan politik yang berulang kali menyakiti hatinya serta pendukungnya? Walau kemudian beberapa saat aku mulai teringat saat beliau melakukan hal serupa kepada Megawati--ya, mungkin saja, beliau melalukan ini berdasarkan dari realitas keputusan KPU dan MK memutuskan Jokowi terpilih.

Namun, tetap saja aku khawatir, ucapan selamat ini merupakan pengakuan atas kemenangan yang penuh kecurangan yang sistematis. Pembenaran atas cara-cara yang bagiku tidak fair dalam sebuah kompetisi. Dan keberatan ini, harus aku sampaikan langsung kepada beliau.

Alhamdulillah, walau berada diposisi shaf belakang sholat Jum'at di masjid dalam mall yang besar itu. Aku masih diberi kesempatan untuk bersama-sama sholat bersama Prabowo. Walau sempat beberapa kali tak sengaja darah berdesir saat sang khatib berceramah tentang kisah pengorbanan Rasulullah semasa hidupnya.

Ditambah contoh kisah pengorbanan tersebut seperti saat Rasulullah tetap memberi makan dan merawat anjing peliharaan orang Yahudi, walau orang tersebut sering melukai perasaan Rasulullah. Jujur saja--ketika khatib menyebut kata 'anjing', rasanya kok gimanaaaaa, gitu. Beda.

Usai sholat Jumat--saat sedang menunggu hidangan makan siang hadir, aku pun segera menemui pak Prabowo.

Pertama kali tentu basa-basi dengan mengucapkan selamat ulang tahun kepada beliau. Selanjutnya dengan perasaan bergemuruh--dari persiapan kalimat yang ingin kusampaikan, namun tercekat dan hanya mampu berkata lirih kepada beliau:

"Pak, saya nggak ridho..."

Ya, saat itu kubenar-benar tidak ikhlas melihat penyataan selamat pak Prabowo. Tidak ikhlas beliau memberikan salam hormat kepada Jokowi. Dan tidak ikhlas tentang bla-bla-bla lain yang tak sanggup aku urai satu persatu.

Puk!

Aku terkejut saat mendadak beliau menepuk dan memegang pundak kiriku. Dengan tatapan yang mengingatkan tatapa almarhum bapakku, beliau berkata:

"Sabar, saya tahu kamu terluka, kamu kecewa. Tapi ingat, ada satu hal yang lebih utama dan penting dari ini semua, yaitu keselamatan bangsa dan negara...."

Tapi, pak.....

Entahlah, saya tidak mampu berkata-kata lagi. Mungkin jiwa saya yang masih sangat kerdil dibanding beliau. Saya hanya bisa terisak, menahan tangis saat menjauh, membelakangi beliau.

:-(

 

"A Day Without Fear", Games Lokal yang Patriotik

Posted on Jumat, 10 Oktober 2014 Tidak ada komentar

Jumat, 10 Oktober 2014

 

Awalnya, saya pikir teaser games yang diunggah di youtube ini hanya sekedar seperti teaser-teaser games yang lainnya.

Namun betapa terkejutnya ketika beberapa detik video di putar, muncul kata "Rooderbrug, Soerabaia - 30 Oktober 1945". Sebuah kata yang merupakan nama lama Jembatan Merah saat era perang Kemerdekaan.

Dan betul, ternyata core gamer berjudul "A Day Withou Fear" ini--sebuah kelas games yang serius yang jika diibaratkan adalah film bioskop ini sangat kental dengan nilai-nilai nasionalisme dan sejarah.

Lihat saja, bagaimana setting Jl. Karet, Surabaya sangat detail dan mohon kroscek temen-temen di Surabaya untuk kemiripannya. Kalau menurut saya pribadi sih sudah sangat mirip.

Belum lagi corat-coret di tembok "Go To Hell NICA", bayangan mobil Jenderal Malaby dibeberapa sudut gambarnya serta perban berdarah yang sekilas menggambarkan warna bendera kita, Merah Putih sangat membangkitkan kenangan sekaligus semangat perjuangan yang semakin memudar.

Saya menduga, kreator games ini memilih aliran games premium AKA "Core Gamer" yang jika dimainkan harus benar-benar meluangkan waktu dan persiapan--bukan casual games yang sekedar pengisi waktu kosong ala Angry Bird atau tontonan sinetron karena dalam games ini terdapat misi untuk membangkitkan nilai-nilai lokal yang heroik sekaligus alternatif dari core gamer lain dari barat yang selama ini "nilai-nilai" mereka yang disipkan dalam aplikasi buatannya.

Namun, seperti halnya konsep aplikasi games lokal lainnya yang layu sebelum berkembang--kali ini aplikator sudah setingkat lebih maju dengan sudah munculnya teaser.

Saya berharap, problem funding yang lazim dalam penyelesaian games lokal sudah tersedia atau adanya sponsor yang berjiwa Merah Putih yang bisa mensupport kelangsungan dan penyelesaian ide dan konsep games ini.

Jangan sampai, dalam bidang politik kita direcoki nilai-nilai Barat--sampai sisi permainan digital pun begitu.

Sekian, tetap patriotik dan GO TO HELL NICA...!

 

Ahok & Daun Telinga Kambing

Posted on Minggu, 05 Oktober 2014 Tidak ada komentar

Minggu, 05 Oktober 2014

 

"Bapak, selain menyusui--apa ciri-ciri binatang mamalia?" kata anakku bertanya pada suatu waktu.

Harus kuakui pertanyaan ini sangat sulit kujawab. Seingatku waktu kecil, pembeda binatang reptil dan mamalia ya dari kegiatan menyusui ini. Sedangkan pertanyaannya kali ini sudah membatasi apa yang biasanya kujawab

"Mamalia punya daun telinga, pak" katanya lagi dengan wajah serius.

Sungguh aku terkejut, ia benar. Ternyata, ada gunanya anak-anak menonton acara soal binatang-binatang di televisi itu.

"Hmm, kenapa daun telinga kambing panjang ya, pak?"

Aku terdiam. Bingung.

Sudah beberapa waktu berlalu, belum juga kutemukan jawaban dari pertanyaan ini. HIngga akhirnya, beberapa saat yang lalu sedang ramai-ramainya berita jika Aok--Plt. Gubernur DKI melarang penyembelihan binatang kurban di sekolah dasar.

Larangan ini disebabkan kekhawatirannya akan perilaku kekerasan yang akan timbul dari anak-anak SD yang menonton acara penyembelihan binatang kurban di hari raya Iedul Adha ini.

Berita yang menurut Ahok adalah hoax alias palsu. Hal ini disampaikan dalam klarifikasinya di media massa. Mana yang benar, hati Ahok dan Allah-lah yang tahu. Kita hanya bisa memegang apa yang zahir terucap dalam mulutnya saja.

Ya, terlepas statemen Ahok ini benar atau hoax--tersimpan sebuah pertanyaan mendasar yang juga muncul dari para vegetarian pecinta binatang yang tidak tega memakan binatang yang disembelih.

Saya paham, manusia berbeda latar belakang agama, sosial dan pendidikannya. tentu mereka punya sudut pemikiran yang tersendiri. Namun perlu juga saya sampaikan sudut pandang perihal penyembelihan berdasarkan ajaran agama Islam yang saya anut.

Sependek pengetahuan saya, binatang dibagi dibagi berbagai macam jenis. Yaitu:

  1. Binatang liar 2. Binatang ternak 3. Binatang hama


Untung binatang liar dan ternak pun dibagi menjadi dua, halal dan haram--boleh atau tidak boleh dimakan. Seperti Rusa liar yang halal dimakan dan buaya ternak yang dipelihara para pengusaha tas kulit di Banten yang tak boleh dimakan. Syarat dan ketentuan halal dan haram ini sudah sound and clear dalam kitab Al Qur'an.

Sedangkan hama, nggak usah dibahas. Mosok kita mo makan nyamuk atau tikus rumah.

Untuk binatang ternak yang halal--ia memang disediakan Allah sebagai bahan makanan dan gizi. Namun tetap saja dalam batas-batas tertentu, apalagi kambing. Biar pun ia binatang ternak dan halal, kalau tiap hari makan ya bisa kena kolestrol dan darah tinggi. Ya tho? Hehehe...

Nah, kembali ke persoalan menyembelih ini. Islam mengajarkan tata cara dan adab menyembelih binatang termasuk untuk kurban yang diturunkan turun temurun selama ribuan tahun. Ajaran yang memang sejak dini--kalau sekarang SD sudah diajarkan.

Pokok-pokok tata cara penyembelihan hewan kurban yang kutahu sejak dahulu adalah:

  1. Menyebut nama Allah sebelum menyembelih 2. Menggunakan alat (pisau/golok) yang sangat tajam. 3. Binatang yang disembelih di lehernya, hendaklah disembelih di lehernya dengan memotong dua urat besar, yaitu tenggorokan dan kerongkongan.


Nah, mungkin ada satu hal yang secara teknis terlewat. Hal yang membuat orang menganggap acara penyembelihan hewa kurban ini seperti ajaran kekerasan. Saya menduga adalah cara penanganan hewan sebelum dipotong.

Ya, biasanya memang binatang tersebut meronta-ronta dan mengembik secara keras. Kadang pada kambing/sapi yang besar sempat ada perlawanan alias menyeruduk sebelum disembelih hingga harus dipaksa-paksa.

Untung saja, beberapa saat yang lalu kutemukan sebuah video teknik menyembelih kambing tanpa membuat kambingnya meronta-ronta. bahkan tampak tenang dan rileks.

Teknis penyembelihan tersebut adalah dengan menutup mata kambing saat akan disembelih disertai menyebut nama Allah dengan lembut. Persis dengan kejadian ditutupnya mata Nabi Ismail saat kejadian yang menjadi dasar hari raya Iedul Adha.

Lalu, bagaimana cara menutup mata kambingnya? Ya, pertanyaan ini juga sekaligus merupakan jawaban untuk anakkku. Menutupnya memakai daun telinga kambing yang diciptakan memang panjang itu.

Selengkapnya, monggo disimak link VIDEO ini --> http://www.wata.cc/up/2012/10/files/w-6e4fc57fdd.3gp

Sekian, selamat malam, selamat hari raya Iedul Adha baik yang merayakan di hari Sabtu atau Minggu besok. Semuanya boleh, yang gak boleh adalah kambngnya walk out saat akan disembelih.

MERDEKA!

 

"Bajaj" Kini Tak Hanya Bajaj, tapi Piaggio & TVS

Posted on Minggu, 21 September 2014 Tidak ada komentar

Minggu, 21 September 2014

 

Suatu sore sepulang kerja saat naik ojek menuju stasiun Gondangdia--saya agak terkejut dengan sebuah "bajaj" yang mendadak mendahului ojek kami.

Terkejut bukan karena gaya mengemudi kendaraan roda tiga yang sangat terkenal dengan slogan "hanya Tuhan dan sopirnya yang tahu kapan bajaj berbelok", namun soal tulisan logo kendaraaan berwarna kini bermutasi warna dari oranye menjadi biru. Sebuah emboss bertuliskan : PIAGGIO

Saya baru tersadar jika ternyata "bajaj" kini tak hanya ber-merek BAJAJ. Namun merek Italia juga sudah meramaikan khasanah dunia kendaraan beroda tiga di Jakarta.

Sedikit beruntung saat "bajaj" Piaggio ini berhenti pula di Stasiun Gondangdia. Sempat kuperhatikan, tipenya adalah "APE City". Modelnya sekilas mirip BAJAJ RE biru yang kebanyakan beredar, namun sedikit berbeda pada model lampu depannya.

Agak membingungkan memang mencari spesifikasi "bajaj" ini. Dari browsing di Google, ada beragam versi yang beredar. Ada yang berkapasitas mesin 200 cc, 275 hingga 395 cc. Entah mana yang beredar di Indonesia. Sepertinya perlu segera mencegat bajaj ini lagi untuk dilakukan (halah) wawancara ulang dengan abang "bajaj"-nya.

Setelah memotret "bajaj" Piaggio ini, kembali saya dikagetkan oleh beberapa "bajaj" lain yang lewat. Ditemukan "bajaj" non BAJAJ lain yang lewat.

Kali ini merek-nya TVS. dengan jenis "KING". Untuk "bajaj" TVS ini, agak mudah dicari referensinya di internet. Kapasitas mesin yang terpasang 200 cc dengan kekuatan 7,3 HP. Lumayan buat keliling Ibu Kota.

Jepretan Layar 2015-06-20 pada 02.59.04

TVS KING


Kehadiran dua merek "bajaj" baru di Jakarta ini tentu menimbulkan beberapa hal yang menarik untuk diperhatikan. Contohnya adalah rasa malu, dari sekian merek kendaraan roda tiga ini, tak ada satu pun merek Indonesia. Bayangkan, roda empat dikuasai Jepang dan Eropa trus roda tiga dikuasai India dan Italia? Lha Indonesia menguasai apa? Sopir ama penumpangnya saja? Hehehe...

Hal lain yang patut diperhatikan adalah soal mesin jenis empat tak yang memang lebih ramah lingkungan. Apalagi yang versi konversi bahan bakar gas.

Namun, coba perhatikan. Dahulu 'bajaj" lama yang susah diketahui beloknya--kita masih bisa waspada atas kehadirannya dengan surana "treng-treng-treng" yang memekakkan telinga. Bagaimana jika suara bajaj sekarang lebih senyap dan halus?

Sepertinya kita perlu "radar' khusus untuk mengetahui kehadiran mereka.

Hehehe...

====

follow : @HazmiSRONDOL

 

Kemah Pramuka & Tentara Belanda

Posted on Jumat, 19 September 2014 Tidak ada komentar

Jumat, 19 September 2014

Jepretan Layar 2015-06-20 pada 03.03.17

Sekitar kelas 2 SMP, sekolah kami mengadakan acara kemah di Sumowono--sebuah daerah yang berada di dataran ketinggian sisi selatan Kabupaten Semarang. Saya yang memang semenjak SD sangat tergila-gila dengan kegiatan "outbond" ala Pramuka ini begitu semangatnya untuk mengikuti. Ya, walau saat itu, tiga keyword "kemping, api unggun dan jalan-jalan" masih mendominasi alasan untuk aktif dalam extra kulikuler ini, namun semakin beranjak umur dan banyaknya bekal ketrampilan dasar seperti tali temali, baris berbaris, kode sandi dan lain sebagainya akhirnya menyadarkan bahwa--gerakan kepanduan ini jauh lebih besar manfaatnya dari sekedar cap sebagian orang bahwa kegiatan ini hanyalah gerakan "tepuk-tepuk tangan" belaka.

Apalagi saat suatu hari menemukan buku pegangan "boy scouting" internasional dari salah satu lapak buku bekas di Bekasi dan dihubungkan dengan beberapa buku panduan survival seperti "Outdoor Survival Guide" nya Hugh McManner, semakin menyadarkan bahwa kegiatan kepanduan ini bukan kegiatan sembarangan.

Jika memang bisa menguasai semua dasar-dasar kegiatan kepanduan tersebut, itu artinya--kemampuan anggotanyanya sudah boleh disetarakan dengan kemampuan pasukan-pasukan elit di dunia.

Tak heran, jika suatu hari--KH Facrudin, salah satu hari pernah menyatakan: "tongkat-tongkat yang kamu panggul itu pada suatu ketika nanti akan menjadi senapan dan bedil" saat dijemput oleh anggota-anggota kepanduan Muhammadiyah (Hizbul Wathan) di Stasiun Tugu, Yogyakarta.

Dan benarlah ucapan beliau, kelak muncul nama Jenderal Sudirman yang menjadi Panglima Besar Tentara Indonesia yang sangat melegenda. Seorang panglima yang lahir juga dari gerakan ini. Belum lagi Jenderal Soeharto (Presiden RI ke 2), Mulyadi Joyomartono, Kasman Singodimejo atau Yunus Anis.

Sudah begitu, bergabung dengan gerakan ini--para anak-anak dan remaja bisa bebas berkativitas tanpa perlu khawatir dicap sebagai golongan penganut paham "fasisisme", paham yang sempat 'in' dibicarakan dalam masa kampanye pilpres 2014 ini.

Bahkan, saking cintanya dengan kegiatan ini. Anak pertamaku pun kuberi nama "Pandu". Yang merujuk pada kegiatan ini sekaligus berarti "pemimpin" dan "pemberi arah/pesan".

Nah, kembali ke kegiatan kemping di Sumowono. Pada saat itu, sekitar jam dua malam mendadak saya mendapat 'panggilan alam' untuk membuang ampas makanan yang sudah sesak di perut.

Berhubung para kakak-kakak pembina yang waktu itu disebut "Instruktur Muda" tidak saya temui dan belum hapal lokasi kemping yang berada di sekitar barak tentara tersebut, akhirnya--dengan terpaksa celingak celinguk mencari info lokasi toilet terdekat.

Alhamdulillah, saat itu ada seorang bapak-bapak sedang berdiri sambil bersedekap tangan. Sekilas terlihat, wajahnya pucat dan badannya tinggi besar mirip orang eropa. Sambil bercanda saya menyapa "Halo Mister, WC sebelah pundi (mana)?"

Orang berbadan tinggi besar itu menunjukan sebuah arah dan akupun segera menuju ke tempat tersebut dan membuang hajat.

Kisah yang rada tidak penting ini hampir terlupakan setelah belasan tahun terjadi hingga suatu hari, saat iseng menonton acara TV dan acara tersebut membahas soal kisah tentara-tentara Belanda yang terbunuh dan dibuang di toilet barak tentara--saya kok jadi merinding sediri.

Soalnya, lokasi barak tentara yang dimaksud dalam acara TV tersebut sepertinya adalah tempat kempingku saat SMP dulu, di Sumowono.

Jangan-jangan....?

=====

follow: @hazmiSRONDOL

 

Prof. Suhardi & Kesederhanaan Tanpa Publikasi

Posted on Selasa, 02 September 2014 Tidak ada komentar

Selasa, 02 September 2014

Usai sholat subuh hari Jumat kemarin (29/8/2014) saya segera tancap gas menuju DPP Partai Gerindra di kawasan Jl. RM Harsono yang tak jauh dari kebun binatang Ragunan dimana jenazah Profesor Suhardi--Ketua Umum Partai Gerindra disemayamkan.

Ya, setelah dua hari sebelumnya melewati masa kritis akhirnya Allah memanggil beliau untuk menyudahi penderitaan sakit kangker paru-paru stadium empat yang dalam beberapa bulan ini cepat menjalar di tubuhnya.

Suasana duka terasa sangat dalam di ruangan tempat persemanyaman almarhum. Sejak hari kamis (28/8/2014) pukul 22.17, pelayat tak henti-henti mengalir menyampaikan rasa bela sungkawa terdalamnya.

Tak terkecuali beberapa petinggi partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih seperti terlihat sedang melakukan sholat jenazah ketika saya tiba di lokasi. Pak Anis Matta, Hidayat Nur Wahid, Hatta Rajasa, Habib Ali Mochtar dan lain-lain juga sempat terlihat saat tak sengaja berpapasan.

Kesedihan semakin terasa ketika pak Prabowo Subianto, sahabat terdekat Prof. Suhardi memberikan pidato pelepasan jenazah menuju kota Yogyakarta, tempat Prof. Suhardi sehari-hari tinggal sekaligus dimakamkan.

Prabowo terlihat sembab di matanya dan terbata-bata memberikan pidato, kami yang mendengarnya tahu, beliau sedang menahan pecahnya tangisan di depan publik. Selain sifat nasionalisme, profesional, dan segudang prestasinya--Prabowo juga menyampaikan sikap utama almarhun Prof. Suhardi: berani dan jujur.

Keberanian dan kejujuran yang mungkin inilah penyebab Prabowo bersedia menerima proposal dan ajakan Prof Suhardi untuk terlibat ke politik dan membangun partai baru yang saat itu rencananya bernama Partai Tani & Nelayan, sebuah bidang yang sangat dikuasainya sekaligus bidang yang memang menjadi solusi utama untuk mengatasi masalah dan tantangan besar bangsa ini.

Walau akhirnya, Prabowo bersedia mendirikan partai yang berbasis konsep pertanian dan kelautan--namanya berubah menjadi Gerakan Indonesia Raya agar cakupan partai nya semakin meluas tanpa kehilangan ruh "kedaulatan pangan" yang dicita-citakan Prof Suhardi.

Akhirnya usai upacara pelepasan jenazah, saya pun akhirnya ikut dalam rombongan menuju Yogyakarta dengan menumpang pesawat Lion Air yang khusus disewa untuk mengantar jenazah ini.

Rasa sedih dan penasaran campur aduk menjadi satu. Khususnya rasa ingin tahu bagaimana Ketua Umum Partai terbesar ketiga di Indonesia ini hidup sehari-hari.

Sesampainya di Yogya, dalam bus yang kami tumpangi akhirnya sampai di sebuah gang yang membuat kami harus turun karena jalannya tidak muat untuk dimasuki oleh kendaraan sebesar bus ini.

Alangkah terkejutnya, gang Dahlia di Jalan kaliurang KM 7,5 Condong Catur, Sleman itu tidak menunjukan ciri-ciri kawasan kompleks atau perumahan mewah. Sekedar perkampungan ala Yogya yang biasa kutemui.

Semakin terkejut ketika disamping pendopo joglo tua tempat persemayaman jenazah terdapat rumah yang baru kusadari adalah rumah almarhum Prof Suhardi.

Sungguh mata ini terbelalak, sekelas Ketua Umum Partai serta berbagai jabatan tinggi di pemerintahan dan kampus universitas (maaf) rumahnya ya begitu-begitu saja. Standar. Khas rumah yang dibangun era 80-an.

1409631832178654335

Tampak belakang, depan dan tengah rumah mendiang Prof. Suhardi (Dok. Pribadi)


Tampak depan rumah terdapat beberapa pohon rindang. Kemudian ketika masuk, semakin terkaget. Dalam ruang tamu yang sempit, terdapat mebel yang sederhana dan beberapa piagam yang dipajang di dindingnya.

Dibatasi oleh lemari, dibelakang ruang tamu terdapat ruang tengah yang agak luas dan digelar tikar serta karpet untuk para tamu dan tetangga yang membantu mengurus pemakaman ini. Terlihat juga ada ruang kecil untuk menonton TV.

Tak jauh, berbatasan dengan ruang TV terdapat ruang makan. Ruang makan yang sangat bersahaja dengan empat kursi kayu tua dengan hidangan nasi, lauk tempe goreng, telur dadar goreng dan sayur krecek tempe serta ayam goreng yang dipotong kecil kecil. Saya sempat mencicipi masakan khas jawa tersebut, ternyata sangat nikmat. teringat masakan orang tua kami di kampung dulu.

Dan paling menyesakkan ketika masuk ke ruang belakang/dapur. Ruang dapurnya tidak ada pemisahan antara dapur basah atau kering. Pokoknya dicampur. Terdapat sumur timba yang sudah dipasang pompa air kecil tempat ibu-ibu "asah-asah" atau mencuci piring sambil duduk di "dingklik". Atapnya tidak ada plafonnya, bahkan sempat kulihat ada beberapa genteng nya sudah copot dibagian ujung.

Barang paling mewah yang kulihat dibelakang ini hanyalah mesin cuci front loading yang entah terpakai atau tidak sistem pemanasnya mengingat konsumsi watt-nya sangat besar sedangkan saya lupa cek, apakah kapasitas listrik rumah beliau mencukupi.

Nah, bagi yang sedang kebelet buang hajat--silahkan terkaget-kaget. model kakus (WC) nya masih model jongkok. Yang hobi berlama-lama di toilet duduk bakal tidak nyaman karena model ini bisa membuat orang kesemutan kakinya jika hobi nongkrong lama di kamar mandi.

Usai disemayamkan di pendopo warga, jenazah dipindahkan ke Balairung UGM untuk memberikan penghormatan terakhir kolega beliau di kampus UGM sebelum akhirnya jenazah beliau di makamkan di komplek pemakaman keluarga UGM.

1409632757513923969

Keluarga mendiang Prof. Suhardi (Dok. Pribadi)


Untung saja Gerindra mempunyai team Marching Band yang membuat pemakaman ini sedikit terlihat "mewah". Walau tetap saja, irama drum dan trompetnya malah semakin menbuncahkan rasa sedih dan mendalam. Fadli Zon, Waketum Partai Gerindra yang memimpin upacara pemakaman ini pun membacakan pidato perpisahan dan penghormatan atas jasa dan prestasi besar Prof Suhardi sebelum jenazahnya dikebumikan.

Seperti biasa, usai dikebumikan sang modin memberikan ceramah dan kesaksian atas amal-amal beliau semasa masih hidup. Terakhir, pak modin bercerita tentang sifat "ahli sedekah" nya almarhum Prof. Suhardi. Salah satu sedekah terakhirnya adalah me-wakaf-kan tanah seluas 500 meter persegi untuk pendirian pesantren khusus lansia, sebuah pesantren yang dikelola olah sang modin yang ternyata masih merupakan rekan prof. Suhardi ketika masih kuliah.

Duh, Gusti...

Urang Minang & Pertanda Politik Indonesia

Posted on Selasa, 15 Juli 2014 Tidak ada komentar

Selasa, 15 Juli 2014

Saudara-saudara,

Ada yang begitu menarik perhatian saya dalam masa menunggu hasil rekapitulasi resmi KPU dalam Pipres 2014 ini. Hal itu adalah perihal pergerakan politik masyarakat Minangkabau.

Ya, menurut informasi--sementara di Wilayah Sumatera Barat, khususnya kota Padang, pasangan Prabowo-Hatta sangat mendominasi. lebih dari 75% keterpilihannya.

Padahal, Padang dan sekitarnya termasuk daerah yang jarang dikunjungi Prabowo sewaktu kampanye Pilpres 2014 ini. Kampanye resmi terakhir yang tercatat adalah tahun 2009. Sedangkan tahun 2014 ini--pak Hatta Rajasa yang malah berkunjung.

Walaupun memang, ada salah satu komentar dari Prabowo di pages fesbuknya yang pernah mengatakan "sulit menolak ajakan untuk makan gulai ikan Padang" dari pengikutnya saat diundang mampir ke Padang dan dijanjikan ditraktir gulai ikan. Komentar ini pernah saya baca sekitar pertengahan tahun 2013-an.

Tentu kemenangan Prabowo di tanah Minang sangat mengingatkan bagaimana pergerakan Jawa-Minang era pra Kemerdekaan dan Kemerdekaan Republik ini sendiri.

Mari kita buka catatan buku PSPB zaman sekolah dasar dulu. Bagaimana Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro bergerak dalam waktu yang kurang lebih bersamaan dalam menantang penjajahan Belanda. Imam Bonjol tahun 1821-1837 sedangkan Diponegoro 1825-1830. Dua perang yang mengakibatkan Belanda dalam kebangkrutan yang luar biasa.

Dua perang yang saya yakin, secara politik tidak ada hubungannya mengingat perbedaan latar belakang pemahaman agama keduanya. Walau sama-sama Islam dan bersorban.

Saya yakin juga, hubungan ini adalah murni ikatan benang merah yang tak terlihat--hubungan emosional yang kadang saya fikir ada korelasinya dengan persaudaraan tanah Jawadwipa sebelum pulau Sumatera dan Jawa terpisah oleh letusan gunung Krakatau.

Hubungan ini pun kembali terlihat dan menjadi pertanda besar kemerdekaan Indonesia. Boleh cek status lama saya perihal kopiah Bung Karno yang merupakan koreksi model fashion dari ulama Minang, dari kopiah mendek menjadi kopiah tinggi. Lalu bersambung dengan hadirnya Bung Hatta, yang menjadi tandem proklamasi Bung Karno di Nusantara ini.

Dan sekarang, kembali Urang Minang bergerak kembali. Setelah sempat terlihat "vakum" dan menjadi kegelisahan berdua dengan istri beberapa tahun lalu. Sekarang, bisa kita cek grup-grup Facebook urang Minang, bagaimana cara mereka berifikir dan bergerak di politik tidak sama dengan di tempat lainnya.

http://politik.kompasiana.com/2013/07/12/orang-minang-dan-diplomasi-572905.html

Militansinya mengagetkan. bagi yang berbeda kubu dengan Prabowo, siapkan mata dan telingan anda, sangat pedas bagi yang tidak siap membaca dan mendengarkannya.

Pernah saya berbincang dengan beberapa pedagang Minang di Tanah Abang dan Thamrin City tentang politik di tanah air ini, mereka menjawab: dulu leluhur kami datang (berpolitik), belanda yang bercokol 350 tahun terusir, lalu kini kami kembali datang untuk kemerdekaan Indonesia jilid kedua.

Statement yang membuatku kembali tersenyum. Senyum penuh harapan dan senyum karena teringat dengan sebuah tulisan setahun lalu tentang koin Rp.100 tahun 1978.

Ya, koin itu terdapat dua gambar di kedua sisinya. gambar rumah gadang dan gunungan wayang.

Pertanda?

Wallaualam bi shawab.

Selamat siang dan tetap MERDEKA...!

Antara Jari Telunjuk Jokowi & Hazmi Srondol

Posted on Sabtu, 05 Juli 2014 Tidak ada komentar

Sabtu, 05 Juli 2014

Saudara-saudara,

Tolong jangan tertawa dulu melihat foto yang saya unggah ini. Ya, memang dua sosok yang muncul dilayar saudara-saudara adalah saya--sahabat kalian semua dan Jokowi--salah satu capres tahun 2014 ini.

Gambar Jokowi ini saya temukan sekitar satu jam yang lalu dari salah satu akun fesbuk rekan saya yang mendukung beliau. Kalau tidak salah, gambar tersebut sebenarnya berupa gambar sampul FB yang berisi kampanye dan reminder 4 hari menuju hari pencoblosan.

Kemudian gambar tersebut saya crop/potong untuk disesuaikan dengan gambar akun fesbuk saya yang kebetulan ada beberapa kemiripan serta perbedaannya.

Nah, untuk persamaannya tentu secara umum mudah terlihat, yaitu sama-sama memakai kemeja putih dengan lengan digulung serta sama-sama jari telunjuknya menunjuk arah tertentu.

Sedangkan perbedaannya, kurang lebih begini:

1. POSISI TANGAN

Saya menunjuk dengan telunjuk tangan kanan, sedangkan Jokowi dengan telunjuk tangan kiri.

2. PECI

Selain simbol nasionalisme, secara historis saya merasakan beberapa kemudahan saat memakai peci di Tanah Suci saat Umrah. Dengan peci plus sarung, alhamdulillah--saya dimudahkan oleh para askar arab untuk beribadah diberbagai tempat mustajab, contohnya saat sholat di raudhah Masjid Nabawi.

Ya, harapannya sih--semoga di tanah air juga diberi banyak kemudahan oleh Allah seperti halnya di Tanah Suci, amiiin.

3. CINCIN AKIK

Batu akik hitam yang tampak difoto profil saya adalah jenis batu akik Yaman Hitam atau lazim disebut batu Al-Jaza Al Yamani atau batu Habasyi.

Secara spiritual, diriwayatkan dari Anas bin Malik berkata bahwa cincin Rasulullah saw terbuat dari perak dan batu (cincin) nya adalah batu Habasyi. (HR. Muslim).

Konon juga, menurut riwayat dari Sayyidina Ali ra-- Rasullulah ketika usai sholat lalu memberikan akik dengan batu jenis habasyi ini kepadanya dan disebutbahwa batu yang selalu bertasbih dan beristigfar kepada Allah dan pahalanya diberikan kepada pemakainya. Alhamdulillah kalau benar, ini jadi salah satu sunah yang mudah.

Nah, kalau dari sisi pergaulan berbeda lagi. Kebetulan saat pertama memakai cincin batu ini--saya bertemu salah satu "mandor" atau jagoan kampung Betawi Bekasi yang mengatakan jika saya sudah sah jadi manusia. Saya pun binggung dengan statement tersebut lalu bertanya, "emang gak pakai cincin akik bukan manusia gitu, bang?"

Pertanyaan yang dijawab: "Ya setahu saya, saya seumur hidup belumpernah melihat monyet pakai cincin akik, om"

Hoalah, asyeeem....

4. KACAMATA HITAM

Serius, saya bukan sedang sok jadi Bung Karno atau jendral Mc Arthur. Pemakaian kacamata ini terpaksa saya pakai saat mendadak teringat kata anak pertama saya yang dulu pernah meminta dibelikan kacamata hitam/gelap.

Permintaan yang sempat membuat saya tertawa lalu mendadak tercekat diam saat ia mengatakan alasannya, alasan yang munkin ditirunya dari dialog film kartun yang ditontonnya, yaitu:

"Aku mau pakai kaca mata hitam karena aku tahu, arah masa depanku sangat terang, cerah dan menyilaukan"...

Sekian, selamat pagi, tetap semangat menuju masa depan yang terang benderang.

MERDEKA...!

"Continuous Track" (Roda Tank) dalam Gaya & Tekanan

Posted on Sabtu, 28 Juni 2014 Tidak ada komentar

Sabtu, 28 Juni 2014

Saudara-saudara,

Dalam debat capres ketiga yang lalu, ada banyak hal yang membuat saya senang sekali. Namun untuk kali ini, sementara bahasan hanya mengenai MBT (Main Battle Tank) Leopard 2A4 Evolution yang menjadi salah satu topik pembicaraan.

Sekedar mengingatkan kembali tulisan terdahulu, bahwa soal Tank Leopard ini sangat berhubungan dengan dua hal mengenai pemikiran yang luas dan aksi Prabowo mengenai dua hal, yaitu:

1. Penyelamatan "aset negara" berupa kawasan pabrik kerta KIANI yang lokasinya sangat strategis di bagian utara Indonesia (Berau-Kalimantan Timur) yang terdapat bandara dan "pangkalan militer" dimana lokasi tersebut berdekatan dengan negara tetangga Malaysia.

2. Pemahaman sistem pertahanan dan alutsista yang tepat sesuai geopolitik dan geostrategi nya.

Dan terkait dua hal diatas, mari kita cek tulisan dan berita sbb:

http://hankam.kompasiana.com/2014/04/13/prabowo-misteri-kedaulatan-negara-di-pabrik-kertas-pt-kiani-647190.html

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/07/13/164411/Kekuatan-Alutsista-Terbaru-Dikonsentrasikan-di-Berau

Dari artikel dan berita diatas, bisa langsung kita tahu dan buktikan bagaimana Prabowo paham akan posisi strategis PT KIANI yang saking strategisnya daerah Berau, Kaltim—sampai-sampai satu kompi (12 unit) main battle tank Leopard yang sedang dibeli TNI ditempatkan pertama kali di sekitar sana. Disamping tank Scorpion yang sudah exist sebagai pelengkap dari program pembangunan skuadron tempur Mi-17 dan heli Apache serta Bell-412 EP.

Nah, kembali ke pokok masalah debat capres tentang beban berat tank Leopard 2A4 yang dianggap merusak jalan--saya ingin sedikit berbagi tentang continuous track atau lazim di sebut ban tank.

Di Indonesia, ada perbedaan istilah antara "panser" dan "tank", dimana PANSER adalah sebutan untuk kendaraan lapis baja dengan roda karet bulat seperti Panser VAB Perancis, NZLAV3 Selandia Baru, APC Israel atau Panser ANOA buatan PT Pindad yang kelasnya adalah APS (Angkut Personel Sedang) yang dalam bahasa Inggris lazim disebut 'Medium Personnel Carrier'.

Sedangkan istilah TANK lebih merujuk kepada kendaraan tempur lapis baja dengan roda dari besi dan bantalan rantai lebar yang lazim disebut "CONTINUOUS TRACK".

Padahal sih, sewaktu perang dunia ke dua--Jerman yang sempat sukses menguasai eropa dengan strategi "Blitzkrieg" atau serangan kilat yang berbasis mobilisasi tank TIGER ini menyebut kendaraan lapis baja mereka dengan "Panzer" loh. Sampai-sampai timnas Jerman akhirnya juga mendapat julukan sebagai tim "der panzer". Hehehe...

Nah, kita skip aja perbedaan etimologi panzer, panser dan tank--lalu kita gunakan istilah ala Indonesia saja. Kemudian untuk mempermudah bahasan, kata "countinuous track" kita sebut roda tank saja yah? Oke? Sip!

Sejarah roda tank ini ternyata sudah sangat panjang. Dimulai era megalitum yang menggunakan bantalan kayu untuk menggelindingkan gelondongan kayu bulat pohon yang baru ditebang. Fungsi bantalan kayu ini jelas, membagi rata beban kayu gelondongan agar tidak gampang nyangkut dan ambles serta mempermudah gerak kayu yang akan di indahkan.

Sejarah berlanjut dengan hadirnya kereta api uap yang sangat berat. Untuk mengurangi beban tekanan ketanah oleh roda-rodanya, dibuatlah rel sebagai jalur kereta sekaligus membagi beban "ground pressure".

Ide dasar rel kereta api ini lah yang akhirnya melandasi munculnya sebuah bantalan "reel" yang tidak terputus dan bebas bergerak. Jikalau merunut pada hak patent nya, maka roda tank ini ditemukan oleh F'yodor Abramovich Blinov.

Waktu itu, pak Blinov sering kesulitan saat roda gerobak kudanya kesulitan bergerak di ladang dan kebun pertaniannya. Kudanya sering terseok-seok keberatan menarik rodanya yang amblas atau nyangkut.

Akhirnya, diberilah bantalan yang kini bantalan ini lazim dipakai oleh tracktor, excavator dan kendaraan tempur lapis baja. Bantalan ini disebut pak Blinov adalah "Kereta/gerobak yang bergerak pada rel yang tak berujung" sedangkan kita menyebutnya roda tank. Penemuan ini dipatentkan tahun 1877. Hmm, sudah lama juga yah?

Dalam perkembangannya, roda tank ini juga diberi bantalan karet untuk mengurangi gesekan ke jalan aspal. Serta ditemukan beberapa kelebihan antara lain:

Mobilitas yang jauh lebih baik dari ban biasa (pneumatik) di medan kasar yang banyak benjolan, parit-parit atau berbagai rintangan lainnya. Roda tank ini juga sangat tangguh karena tidak bisa robek atau kempes terkena ranjau paku. hihihi.

Dan menariknya, roda tank ini sangat kecil kemungkinannnya terjebak dalam tanah lunak, lumpur atau salju karena sistem roda ini mendistribusikannya berat kendaraannya dia area kontak atau luas penampang yang lebih besar sehingga "ground pressure" (GP) atau tekanan ke tanahnya sangat rendah.

Untuk perbandingannya, tank Leopard 2A4 Jerman atau MIA2 Abrams yang berbobot total sekitar 60 ton ini mempunyai GP sekitar 14,1 Psi. Jauh lebih rendah daripada GP Mobil Kijang yang berbobot 1,65 ton dengan GP 33,2 psi.

Lalu pertanyaannya, kenapa mobil Kijang bisa lebih besar tekanan tanahnya? Ya iyalah, kan hukum Fisika-nya begitu. Bobot mobil Kijang hanya disangga 4 roda dengan luas penampang roda yang menyentuh aspal (13,3*13,3) * 4 rodanya = 707,56. Nah bagi aja tuh berat mobil dibagi luas penampang roda.

Sedangkan luas penampang roda tank, dengan lebarnya 63,5 cm dan panjang tapak jejak menyentuh tanah: 494,5 cm.

Untuk rumus fisikanya : p=F/A dimana p: tekanan, F: gaya dan A: luas penampang.

Dimana rumus fisika ini sering disebar dalam versi plesetannya di sosial media dengan kalimat:

"Dalam hukum fisika, tekanan sebanding gaya dibagi luas penampang, jadi jika hidup lo banyak tekanan, itu berarti--lo kebanyakan gaya buat nampang"

Selamat pagi dan tetap MERDEKA!

Dialog KADIN & Esensi Ekonomi Kerakyatan Prabowo-Hatta

Posted on Minggu, 22 Juni 2014 Tidak ada komentar

Minggu, 22 Juni 2014

Saudara-saudara,

Dalam sebuah artikel yang pernah saya tuliskan terdahulu perihal konsep ekonomi kerakyatan yang diusung oleh Prabowo, ada yang menanyakan hal yang kurang lebih begini:

"Apakah konsep ekonomi kerakyatan itu berarti langkah mundur? Pemerintah kembali menjadi interversionis seperti komunisme atau sosialis?"

Ya, memang kata "campur tangan" pemerintah ini sekilas mirip-mirip konsep madzab ekonomi diatas. Namun esesnsinya sangat berbeda jauh. Bahkan jika ekonomi kerakyatan disebut Prabowo sebagai ekonomi "jalan tengah", tentu ini juga berbeda dengan "jalan tengah" ala neolib yang berada pada konsep kapitalisme dan sosialisme. Dan konsep ini pun berbeda dengan konsep "mix economical" nya Barack Obama.

Lalu, pertanyaan dasar: apa bedanya ekonomi kerakyatan ini?

Alhamdulillah, dari acara dialog Prabowo-Hatta dengan KADIN yang semalam (20/6/2014) kita saksikan bersama di televisi--pada awal pembuka sudah dijawab oleh Prabowo. Dalam kesempatan tersebut Prabowo menjelaskan fakta tentang terbelahnya kondisi perekonomian penduduk Indonesia menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Indonesia yang hidup di abad 21 2. Indonesia yang hidup awal 19 atau abad 20 3. Indonesia yang hidup seperti era pra Industri

Sedangkan dalam amanat Undang-undang Dasar 1945 baik pembukaan maupun pasal 33 , jelas mengatakan bahwa tugas pemerintah adalah memajukan kesejahteraan secara umum, secara merata untuk segala lapis masyarakatnya.

Dalam kesempatan bersama KADIN tersebut-- Prabowo menunjukan fungsi nya sebagai pemberi arahan jalur, visi dan kebijakan publik yang akan ditempuh oleh pelaku ekonomi sekelas KADIN yang siap bertempur di era abad 21. Yang berarti--pemerintah mendukung bagi mereka yang sudah siap dengan kompetisi, namun tetap mendampingi mereka yang tidak/belum mampu bersaing di pasar global.

Nah, ini lah nilai-nilai "campur tangan" pemerintah yang dimaksud oleh Prabowo Hatta. Nilai dan filosofi yang sangat khas Nusantara--asli Indonesia. Hal yang sebenarnya sering kita dengar saat SD dahulu, jika saat itu lebih ke sisi pendidikan--sekarang implementasinya ke bidang ekonomi, yaitu:

1. ING NGARSO SUNG TULADHA,

Pada rakyat ekonomi lemah seperti buruh, petani, nelayan, karyawan kecil, PKL dan lain sebagainya--pemerintah berdiri paling DEPAN. Pro aktif, menjadi pelopor dan memberi jalan serta bantuan agar mampu mengejar ketertinggalan. Membangun bank Desa dan berbagai suntikan pemacu percepatan kemajuan dan lain sebagainya.

2. ING MADYA MANGUN KARSO,

Pada masyarakat kelas menegah seperti UKM, karyawan kelas menengah dan koperasi, Prabowo Hatta memdampingi di SAMPING mereka. Disiapkan aneka ragam fasilitas pancingan seperti bank Koperasi dan subsidi sesuai sasaran yang dituju agar segera naik kelas dan bisa berdaya saing di kelas dunia.

3. TUT WURI HANDAYANI,

Nah, pada mereka yang sudah siap masuk di era abad 21, para anggota KADIN atau pengusaha kelas kakap. Pemerintah berdiri di BELAKANG--memberi back up yang diperlukan. Tidak dibiarkan sendirian. Insting entrepreneurship di explore dan dikembangkan sehingga segera muncul brand atau merk nasional yang mendunia baik dunia fashion, elektronik, motor, mobil bahkan pesawat.

Sedangkan untuk investor, jelas posisi Prabowo Hatta yang memberikan informasi peluang masuknya investasi pada bidang pembangunan industri pertanian seperti infratrukstur, mesin pertanian, distribusi bahkan manajemen IT nya. Namun di ingatkan bahwa investasi yang masuk harus benar-benar investasi yang membawa modal untuk keuntungan bersama. Bukan investasi bodong.

Konsep ekonomi kerakyatan inilah yang cara dan jalannya sangat selaras dengan nilai kebijaksanaan lokal leluhur kita. Dimana leluhur kita, ribuan tahun lalu sudah sering menyebut tujuan sebuah utama dari negara/pemerintahan adalah: "GEMAH RIPAH LOH JINAWI, TATA TENTREM KARTA RAHARJA".

Sebuah ungkapan dan cita-cita berbahasa sansekerta yang pada awal acara diingatkan lagi oleh Prabowo Hatta.

Sekian, selamat pagi dan tetap sejahtera. MERDEKA

Cara Prabowo Ngu-WONG-ke Lawan lewat Pertanyaan

Posted on Rabu, 18 Juni 2014 Tidak ada komentar

Rabu, 18 Juni 2014

Saudara-saudara,

Seperti yang sudah saya duga sebelumnya, debat capres yang mempertemukan dua calon presiden tanpa calon wakilnya akan masuk ke pembahasan yang lebih detail. Jika sesi sebelumnya--ibarat buku, Prabowo masih membuka debat dengan pokok-pokok judul besar dan daftar isi, kini mulai masuk ke dalam paparan penjelasan yang lebih detail.

Peluru-peluru utama tetangga sudah dihamburkan dan kini Prabowo mengeluarkan satu persatu senjata visi misi dan olah fikirnya secara bertahab. Pokok fikiran utama seperti "menutup kebocoran kekayaan negara Rp. 1000 trilyun" sudah disampaikannya. Sebagian dari konsep 'strategi dorongan besar' atau "the big push strategy" dan "hattanomic" yang fokus pada re-negosiasi aset asing di republik ini juga sudah mulai sedikit dibuka.

Namun, kali ini saya tidak sedang membahas detail pokok pikiran dan penjelasan itu. Saya lebih tertarik mengamati cara berdebat Prabowo yang bagi saya pribadi lebih dari sekedar mengagumkan--namun lebih dari itu, Prabowo mampu "ngu-wong-ke" atau memanusiakan lawan bicaranya lewat pertanyaan yang diajukannya pada sesi tertentu.

Ya, kita sama-sama melihat. Pertanyaan Prabowo tampak tidak ada yang sulit. Hanya bertanya soal setuju atau tidak setuju saja perihal investasi asing. bahkan ketika sudah dijawab, pertanyaan selanjutnya juga masih tidak sulit. Kembali pertanyaan berupa persetujuan tentang renegosiasi kontrak-kontrak investasi asing--khususnya pertambangan. Itu pun penuh "clue" alias petunjuk agar tetap mudah dijawab dan dijabarkan.

Jawaban dan jabaran yang memang akan didengar dan dipandang oleh seluruh dunia.

Sungguh, saat mendengar pertanyaan itu, mendadak teringat salah atasanku yang kini sudah pensiun itu. Beliau yang terkenal "galak" sering memakai format bertanya yang sama, khususnya saat sedang akan rapat mewakili beliau atau presentasi.

Pertanyaan yang tampak mudah tetapi sebenarnya saya tahu--beliau sedang meng-explore kemampuanku serta mengontrol pamahaman tantang sesuatu hal. Jika ada yang dirasanya kurang pas atau mantab, kembali "clue-clue" pertanyaan muncul sampai titik dirasanya saya sudah pantas untuk dilepasnya.

Saya pun merasa, beliau bukan sekedar atasan--tapi beliau adalah seorang guru kehidupan.

Demikian pula Pabowo Subianto ini. Dari beberapa kali pertemuan, tak sedikit pun beliau tampak sedang menggurui. Dialog berjalan natural dengan banyak kisi-kisi pertanyaan yang secara tidak langsung merupakan cara beliau memberikan pemahaman dan mendidikku.

Cara yang merangsangku segera mencari buku-buku rujukan dan browsing di google untuk melengkapi pembendaharaan data dan mencari benang merah terhadap permasalah bangsa yang sedang terjadi untuk dicari solusinya bersama.

Saya merasa sangat dimanusiakan tanpa perlu ketakutan bahwa pertanyaan beliau adalah jebakan untuk mencari sisi salah atau bodohku.

Malah sebaliknya, menunjukan kekuranganku dengan halus dan elegan untuk diperbaiki. Saya jadi merasa tidak takut jika Prabowo sedang bertanya. Saya malah semakin menjadi penasaran dan berkata dalam hati "tanya lagi, pak... lagi!".

Saya merasa mengaku kalah tanpa beliau mengalahkan atau mempermalukan saya. Hal yang dalam bahasa Jawa sering disebut "menang tanpa ngasorake"...

Lalu kembali ke acara debat capres seri kedua tersebut. Jujur saja, saya tidak tertarik untuk memberi skor atau menunjuk siapa yang menang atau kalah dalam acara tersebut.

Panggung debat tersebut bukan perandingan piala dunia, badminton atau tenis meja yang ada skor-skornya. Masyarakat luas yang menonton punya persepsi dan penilaian sendiri atas gestur, gaya bicara dan materi yang disampaikan Prabowo. Biarlah mereka yang menjawab lewat tusukan di bilik TPS tanggal 9 Juli 2014.

Kalau pun ada yang memaksa penilaianku terhadap debat tersebut, saya hanya bisa mengatakan saya sangat puas dengan penampilan Prabowo tersebut. bahkan kalau boleh saya menggambarkan, seharusnya diacara debat tersebut semestinya digubah menjadi "kuliah umum capres". Dimana saya adalah mahasiswanya dan Prabowo adalah dosennya.

Semoga "mahasiswa" yang langsung berhadapan dengannya merasakan hal serupa. Jika tidak, ya tidak apa-apa.

Sekian, selamat pagi, tetap belajar dan MERDEKA!

Antara Debat Capres & Degub Cinta

Posted on Kamis, 12 Juni 2014 Tidak ada komentar

Kamis, 12 Juni 2014

Saudara-saudara,

Kemarin kita baru saja menyaksikan salah satu bagian dari proses dan konsep demokrasi yang kita pilih dalam negara, yaitu debat capres, eh, capres cawapres.

Saya yakin, baik saudaraku yang satu pilihan dan tetangga disana juga sama-sama menanti hal ini. Kita sama-sama paham jika apa yang kita lakukan untuk mengusung calon pilihan kita lewat promosi langsung kepada masyarakat mau pun tidak langsung lewat media social seperti fesbuk & twitter--ujungnya adalah debat calon ini sendiri.

Tak ada jurkam terbaik, tak ada pembelaan terkuat kecuali oleh mereka (para calon) itu sendiri diatas panggung.

Untuk sesi pertama debat ini, secara keseluruhan--saya sangat puas. Khususnya kepada pasangan 'jagoan saya' -- Prabowo Hatta. Dari debat pertama ini, saya menemukan beberapa point penilaian pribadi yang saya harapkan. Apalagi kondisi yang dihadapi saat itu adalah kondisi yang menurut saya sangat sulit bahkan tersulit dalam kurun waktu 16 tahun terakhir beliau pensiun dari ABRI.

Kesulitan itu akhirnya bisa menampilkan jawaban dan sikap bawah sadar Prabowo secara apa-adanya. Contoh paling kentara saat Prabowo usai berdebat, beliau segera menyalami "mitra" nya pak Hatta Rajasa. Agak geli juga ketika Prabowo memeluk kompetitornya yang datang menyalami, niatnya cipika-cipiki--cium pipi kanan kiri, e, dapatnya bathuk (jidat) kanan kiri. Hahaha...

Satu kepuasan pribadi lagi adalah secara keseluruhan format debat secara tak sengaja seperti berbentuk 'burger' untuk Prabowo-Hatta. Ada dua 'kue' yang membungkus isi dagingnya. Dua kue tersebut adalah pidato pembukaan dan penutupan yang sangat pas dan mantab dengan penyampaian pokok-pokok ide serta gagasan beliau. Termasuk soal para 'perempuan' yang berkerja di luar negeri.

Hal yang sangat menambah nilai plus kepada pasangan Prabowo-Hatta. Bayaran yang setimpal dari sikap legowo beliau atau perubahan format debat secara dadakan dari debat tunggal menjadi debat pasangan ganda. Memang Tuhan tidak pernah salah dalam mengantur umatNya. Bahkan pada hal sepele yang mungkin tidak disengaja moderator.

Sedangkan isi debat, ada beberapa hal yang juga sangat memuaskan. Pertama adalah pertanyaan moderator soal ketiadaan GBHN pada era pemerintahan sekarang. Hal yang sangat dasar untuk membuatku memilih pemimpin RI masa depan.

Sedangkan jawaban dari pasangan sebelah yang menurutku sangat jauh dari esensi semakin menguatkan pilihan kepada pasangan Prabowo - Hatta. Padahal kalau timses mereka mau membaca statusku di fesbuk yang kujadikan artikel tulisan terdahulu, jawaban dan kisi-kisinya sudah ada--tinggal menyesuaikan dengan program mereka.

Selengkapnya : http://politik.kompasiana.com/2014/05/29/ketika-indonesia-tanpa-gbhn-garis-garis-besar-haluan-negara-661116.html

Dan kembali kepada moderator--walau diluar banyak pro dan kontra, secara pribadi saya tetap mengapresiasi tugasnya. Ketegasan membatasi waktu tepuk tangan, waktu menjawab dan cara bertanya sesama capres membuat acara ini beberapa tingkat diatas acara debat lain di televisi.

ya, saya paham--ada yang keberatan dengan format ini yang konon tidak demokratis karena tepuk tangan dibatasi. namun mohon diingat. Debat capres bukan debat kusir ala anak TK atau SD yang saling ngotot hingga memancing penonton melempar remote ke televisi miliknya sendiri.

Ini adalah debat kelas sidang kuliah atau tesis yang memang harus tertib. Esensi-esensi pemikiran, highligth program dan garis besar agendanya harus lebih dikedepankan. Apalagi ini sesi awal atau lebh tepat saya anggap sebagai sesi "judul buku" dan "daftar isi". Konten lengkap baru disampaikan ke debat sesi selanjutnya.

Konsep judul "pangan' yang menjadi salah satu BAB utama yang dibahas Prabowo jelas sangat menbahagiakan bagi saya. Bukan sekedar masalah jargon, namun secara esensial masalah pangan ini menurut buku "Dao De Jing"--buku tentang Taoisme adalah hal dasar dan utama yang wajib dijalankan oleh Shen ren (pemimpin sejati).

Dimana Shen Ren harus bisa mencukupi kebutuhan sandang-pangan rakyatnya agar tubuh mereka hangat dan perut mereka kenyang. Bila sudah kenyang, mereka baru bisa hidup dengan tenang dan pikirannya tidak macam-macam. Jikalau ternyata konsep pembangunan pangan juga berhubungan untuk menghemat anggaran dari gejala kebiasaan impor pangan atau juga bagian dari strategi pembuatan energi alternatif seperti bio diesel dan bioetanol, saya rasa itu bonus tambahan.

Moderator juga cukup tegas menegur peserta yang bertanya langsung tanpa moderasi. Apalagi saat bertanya soal HAM yang sangat esensial dalam debat pembuka kali ini.

Hal menarik untuk disimak lainnya adalah ketika moderator entah secara iseng atau memang menghemat waktu, ia menanyakan perihal apakah masih ingat soal sebelumnya kepada Prabowo. Alhamdulillah, dijawab dengan detail "Kerangka hukum yg akan dibangun untuk menjamin utk menjamin nilai Bhineka Tunggal Ika".

Jawaban dari pertanyaan sederhana namun menghasilkan nilai tambah sekaligus penegas bahwa memang Prabowo mengikuti debat ini dengan khitmat dan kesadaran mental serta intelektual yang maksimum.

Moderator pun sangat tepat menjaga ritme dalam memberikan kesempatan Prabowo dalam sesi lontaran pertanyaan. Pertanyaan soal otonomi daerah--salah satu hal yang dalam dekade ini sudah berlangsung dan hasilnya memang masih pro kontra dan perlu dievaluasi. Saya tidak mau menilai hasil jawaban kompetitornya. Bukan wilayah saya mengkritisi.

Namun satu poin saya dapatkan bahwa pertanyaan ini adalah salah satu pikiran bawah sadar Prabowo yang menjadi prioritasnya. Mohon yang setiap hari berkecimpung dalam bidang otonomi daerah mempersiapkan diri karena jelas, ini akan jadi bahasan utama saat Prabowo menjadi Presiden.

Sedangkan secara individu, jika diibaratkan cerita silat atau beladiri, Prabowo jelas sedang menggunakan prinsip dasar bertarung ala Samurai.

Pertama ia menerapkan salah satu dari 7 Pilar Bushido, yaitu : REI - Courtesy atau sopan santun yang membuat atmosfir debat kali ini mengikuti gaya Prabowo menjadi lebih adem. Emosi dan mental menjadi sangat datar dan stabil. Walau tampak membosankan, ini jelas menambah penilaian positif untuknya.

Kedua ia mengosongkan dirinya. istilahnya adalah "mushin" atau "wu wei" dalam taichi atau "ikhlas" dalam bahasa Arab/Indonesianya. Memang tampak aneh bagi yang biasa melihat gaya Prabowo di panggung yang selama ini sering ditonjolkan sisi menyerang atau berapi-api.

Mungkin banyak yang akan menertawakan, namun bagi saya pribadi--inilah sikap bertarung yang paling berbahaya. Mengutip quote salah satu ahli beladiri Jepang, Morihei Ushiba yang lazim dipanggil O' sensei mengatakan "...fokuslah pada keheningan (emptiness/kosong) bukan pada gerakan lawan..."

Dan Prabowo melakukan itu dengan sangat baik.

Posisi 'kosong' ini seperti memancing lawan untuk menyerang. Jika dihubungkan dengan konsep perang Sun Tzu, sikap ini berfungsi untuk membaca keadaan secara luas. bagaimana atmosfir penonton, bagaimana format acara, bagaimana gestur dan energi lawan. Karena mengenal alam dan lawan secara keseluruhan berarti awal kemenangan yang paripurna.

Belum lagi jika dikaitkan dengan konsep kemiliteran modern--ada satu istilah dasar logistik tempur yang disebut "BASIC LOAD" atau "BEKAL AWAL". Jika ada laporan intelejen yang menyebutkan bahwa "bekal awal satu hari" musuh berarti kemampuan logistik lawan hanya mampu bertahan pada satu hari pertempuran saja.

Ini pun terbukti, tetangga tampak terjebak untuk menghambur-hamburkan pelurunya seperti menceritakan dirinya ini itu. "Bekal Awal" nya jadi terukur. Apa yang dilakukan selama menjadi ini itu. Hal yang mungkin biasa saja bagi tentara yang biasa merayap di sawah atau mengendap di parit berhari-hari menunggu musuh datang. Lebih parahnya, senjata pamungkas bernama "HAM" yang menurut saya semestinya dikeluarkan saat debat terakhir untuk merusak emosi Prabowo terlalu dini diluncurkan.

Dengan kondisi wu wei/mushin/kosong Prabowo ini, tentu teori dasar taichi yang menunggu serangan lalu dibalikan ke lawan semakin efektif. Terlihat saat Prabowo menjelaskan fungsinya saat itu sebagai alat negara yang harus melindungi warga negara dari ancaman dari luar atau dalam negeri, terhadap nyawa rakyat yang lebih banyak sesuai hirarki kemiliterannya membuat sang penannya tampak tersenyum aneh--saya menyebutnya "meringis".

Jawaban balik yang secara alamiah akhirnya membuat "langit" atau semesta yang berkerja sendiri untuk mengklarifikasi masalah ini. Termasuk polemik "pemberhentian dengan hormat" dan "pemecatan". Tentu ini blunder besar bagi penanya yang secara esensi lebih tegas "terpecat" nya saat menjabat menteri pada era pemerintahan Gus Dur. Rasanya kok malah seperti membuka aib sendiri--aib yang sebenarnya banyak yang terlupa atau tidak menyadarinya.

Peluru dan senjata pamungkas yang dihambukan ini jelas merugikan pihak tetangga (jika menyadarinya). Masih tersisa empat debat lagi yang memungkinkan Prabowo - Hatta menjabarkan pokok-pokok pikirannya lebih detail dan teknis. Cerita masih panjang sedangan tetangganya mesti koordinasi lagi untuk mendaur ulang statemen dan jurus awal debat pertama.

Belum lagi, pertanyaan soal HAM dan jawabannya, suka tidak suka malah membuat calon pemilih lebih bersimpati kepada Prabowo. Suka tidak suka, harus diakui oleh tetangganya jika Prabowo merebut hati rakyat lewat serangan pertanyaan ini.

Namun, bukanlah manusia jika terlalu tampak sempurna. Ada nilai minus yang saya lihat secara tidak langsung melalui TV. Kekurangan tersebut adalah tampak 'nerveous' dan 'grogi' nya Prabowo saat 5 menit awal diacara debat.

Walau sebenarnya, ke-grogi-an ini sudah saya duga saat menerima informasi dari sekretaris pribadinya Prabowo yang mengabarkan jika mendadak, ehm... bu Titiek mendadak hadir di acara tersebut. Dan terlihat sakejap matanya menatap seseorang yang duduk agak ketengah penonton.

Beberapa kali mic dibetulkannya, seakan memastikan suaranya terdengar oleh audiens. Saya kurang tahu kondisi real di TKP. Namun menurut saya, Prabowo tidak perlu memastikan suara mic nya terdengar atau tidak. Toh kehadiran 'seseorang' itu bukan sedang mendengarkan suaranya lewat telinga--namun mendengarkan dengan hati lewat bahasa kalbu.

EAAA!

Selamat pagi dan tetap MERDEKA!

Prabowo, Antara Bushido & Tuduhan Fasis

Posted on Selasa, 03 Juni 2014 Tidak ada komentar

Selasa, 03 Juni 2014

Ada beberapa kawan yang benar-benar bertanya kepada saya kenapa saya terang-terangan mendukung Prabowo. Sebuah pertanyaan yang ketika saya jawab karena dia satu-satunya capres yang menjalankan prinsip bushido, prinsip jalan ksatria yang saya anut, barulah mereka yang gantian benar-benar tidak mengerti.

Ya, saya tidak bercanda soal ini. Saya serius. Saya terpaksa membuka rahasia paling dalam dari lubuk hati saya yang paling dalam yang sebenarnya sungkan saya sampaikan. Bukan sekedar akan sulit dijelaskan dalam waktu yang singkat, namun saya tahu, masih banyak yang belum bisa membedakan apa itu "ksatria" dan apa itu "tentara".

Mungkin karena setelah lahirnya Republik ini, tentara dan sipil seakan-akan ada dikotomi. Ada pemisahan, khususnya secara kelembagaan. Bisa jadi ini karena standar ketentaraan dunia era baru (modern) ala KNIL Belanda yang dipaksakan masuk dalam khasanah kebijaksanaan lokal ala orang Nusantara.

Bahkan dari beberapa ocehan di sosial media, konsep bushido yang dilakukan Prabowo Subianto adalah bentuk lain dari 'fasisme'--sebuah gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik yang konsepnya berujung pada pembentukan 'kesatuan' ala tentara modern.

Kesan fasisme ini semakin diperparah citranya dengan munculnya beragam ocehan lain soal latihan baris-berbaris untuk kader partainya di Bukit Hambalang.

Halooooow, apa kita lupa kata guru SD dulu saat berlatih paskibra? Bukankah para guru mengatakan bahwa latihan PBB adalah dasar kedisiplinan dan kepemimpinan? Dasar pengertian perbedaan--setidaknya tinggi badan agar ketika bergerak bersama tetap kompak? Atau coba cek saat kita sholat, apa yang pertama kali kita cek sebelum melakukan ritual ibadah tersebut? Cek barisan kan? cek shaft kan?

Saya tahu, selama ini di Indonesia baris-berbaris masih dianggap hal yang menyebalkan, membosankan dan kesannya diatur-atur. Namun, pernahkah iseng melihat youtube dengan keyword "precision walking". Lebih lengkap lagi ditambah kata "japanesse" dan silahkan kita malu bahwa budaya baris-berbaris ini sudah sangat mendarah daging dalam kehidupan warga Jepang. Bahkan menjadi salah satu seni yang di perlombakan.

contoh : https://www.youtube.com/watch?v=jINuX_Hort8

Jadi jangan kaget saat ada bencana retaknya reaktor nuklir Fukushima tahun 2013. Para korban tampak rapi mengantri dalam pembagian bantuan, pengobatan bahkan pendataan. Dan apakah semua warga Jepang itu tentara atau negara fasis? Mohon maaf, tidak.

Jadi, "ksatria" itu tidaklah identik dengan "tentara". "Jalan Ksatria" itu lebih kepada etika dan tata cara sikap serta sifat yang terhormat dalam berinteraksi dengan sesama manusia/kehidupan. Lebih sederhananya, ksatria itu karakter.

Kalau pun ada keterkaitan spirit ksatria dengan para tentara modern--tetap terlihat perbedaannya. Ksatria ibarat software dan tentara itu hardware. tak heran banyak yang berseragam tentara tetapi kelakuannya nggak ksatria banget. Seperti ada yang error atau kemasukan bug dalam softwarenya. hehehe...

Dan karakter ksatria yang asli ini sangat jelas dan terang benderang ada pada diri Prabowo. Bukan hanya sekedar kata-kata yang sering kita dengar seperti "pejuang politik", "pasang badan" atau memang kata "ksatria" itu sendiri yang meluncur dari bibirnya.

Hal yang akhirnya sangat membantu saya dalam menebak reaksi, tindakan dan statement apa yang akan diambil beliau dalam setiap kejadian atau masalah. Untuk membantu pemahaman sifat dan sikap beliau, berikut saya coba paparkan 7 pilar bushido (jalan ksatria) yang sudah terbentuk pada diri Prabowo, yaitu:

1. GI - The Truth: Kebenaran

Kebenaran adalah titik kulminasi pencarian manusia yang tertinggi dalam hidupnya. Karena nilai kebenaran yang tertinggi hanya ada satu dan satu-satunya, yaitu Tuhan.

Hal yang membuat kita akhirnya paham kenapa Prabowo begitu dekatnya dengan para ulama. Boleh cek foro-foto yang beredar di social media dan gesture tubuhnya saat bertemu mereka ini. Ya karena beliau ingin terus mendapatkan update dan peringatan dari para ahli "kebenaran" untuk mempertegas dan menjaga jalan yang akan di tempuhnya agar tidak melenceng dari arti kebenaran itu sendiri.

2. MEIYO - Respect & Honor : Menghormati dan Kehormatan

Nah, inilah yang sering membuat banyak orang kebingungan dengan Prabowo yang sering melakukan sikap "salute" atau menghormat kepada siapapun. Dari presiden SBY, lawan politik, wartawan, kadernya bahkan ke pak Wiranto. Padahal beliau sudah sama-sama pensiun. Fasis? hahahhaa...

Begini ,sikap menghormati ini merupakan gambaran dan nilai dasar kehormatan bagi para "ksatria". baik simbolik maupun bahasa tubuh lain seperti membungkuk ala jepang (rei) atau mengangguk dan tersenyum ala Jawa, dengan kata lain seorang ksatria hanya dapat dikatakan memiliki sebuah kehormatan dalam dirinya, bila ia tahu bagaimana cara menghormati orang lain terlebih dahulu.

3. MAKOTO - Honesty & Sincerity: Kejujuran dan Ketulusan

Ya, saya tahu dalamnya lautan bisa ukur--dalamnya hati siapa yang tahu. Namun coba perhatikan statement Prabowo di socmed atau forum-forum internet awal tahun 2000-an. gaya bahasa dan kata-katanya ya itu-itu saja. tidak berubah.

Bahkan banyak yang kebingungan kenapa Prabowo tidak menjelaskan kejadian tahun 1998 ke publik dan seakan-akan menerima saja pendapat yang tumpang tindih ada di masyarakat. Kalau kita mengacu pada karakter ksatria, beliau sudah merasa cukup menjelaskan kepada anggota DKP detail kejadiannya. Lengkap dengan rekamanannya. Beliau merasa tidak perlu mengulang-ulang kepada publik, karena kesetiaan terhadap (mungkin) sumpah persidangan sangat beliau pegang.

Kalau akhirnya DKP tidak membuka rekaman dan hasil sidangnya, ya saya rasa itu urusan DKP--bukan Prabowo.

Dan soal ketulusan--inilah yang sering menjadi sinisme publik. Disebutnya Prabowo ambisius ingin jadi presiden. Halloooow. saya percaya betul ini urusan keprihatinan bangsa dimata beliau. kalau soal harta--apa tidak cukup keluarganya mempunyai 45 perusahaan diseluruh dunia dengan karyawan 200 ribuan orang? Jikalau gaji rata-rata karyawannya UMR Jakarta yang 2,5 jutaan. berarti sebulan minimal mengeluarkan uang 1/2 trilyun. Angka yang sangat berlebih kalau sekedar ber-hura-hura.

4. CHUGI -- Loyalty: Kesetiaan/Pengabdian

Sulit untuk membantah karakter ini. Begitu jelas beliau gamblang mengatakan "Saya setia pada Pancasila dan UUD 1945" atau "saya merasa menjadi prajurit kembali dengan tugas ini" saat diminta menandatangani kontrak politik dengan para Buruh di GBK.

Hal inilah yang saya sangat paham kenapa beliau sering dikritik karena banyak mengeluarkan uang untuk membangun partainya. Ya, ini bukan soal uangnya bisa buat yang lainnya. Tapi inilah jalan yang sesuai konstitusional untuk menjadi Presiden. Korban uang, korban energi bahkan korban perasaan di jalan politik yang legal. Bukan sekonyong-konyong daftar konvensi partai tanpa melewati terjalnya menjadi anggota partai tersebut atau mendadak menjadi timses. Seperti mau gampang dan enaknya saja.

Sedangkan menjadi Presiden, ini bukan soal ambisi atau gagah-gagahan. Sudah jelas seorang ksatria butuh tempat mengabdi. Kalau menjadi anggota TNI lagi jelas tidak mungkin dengan batasan usia. Untuk menjadi sekedar menteri--kok wawasan dan karakternya lebih besar daripada itu.

hanyalan "mandat" rakyat yang beliau butuhkan. Untuk kembali mengabdi kepapa NKRI yang sangat beliau hormati dan cintai.

5. REI - Courtesy: Sopan Santun

Ada yang pernah ngobrol langsung dengan pak Prabowo? Coba perhatikan cara beliau mendengarkan kita yang sedang berbicara. Beliau diam, khitmad, sorot mata fokus dan menunggu kita selesai bicara baru beliau gantian berbicara.

Hanya sayangnya, entah budaya baru macam apa yang tengah terjadi pada rakyat Indonesia kini. Menyela pembicaraaan atau ngobrol sendiri saat orang lain sedang berbicara menjadi hal biasa. Perdebatan dan cek-cok seperti menjadi gaya baru berkomunikasi anak bangsa era kini. Duuh....

Jadi jangan heran beliau kurang respek dengan orang/profesi yang bicaranya suka memotong pembicaraan atau bicara sendiri saat yang lain berbicara. Khususnya pada kegiatan/pertemuan resmi dan formal. Kalau lagi personal dan santai, ledek-ledekan sih biasa. Hahahaha...

6. JIN - Knowledge and Wisdom: Pengetahuan dan Kebijaksanaan

Hayoo, mari cek foto kediaman pak Prabowo. Cek ruang tamunya yang merangkap perpustakaan ini. Bagi yang kutu buku seperti Prabowo bisa "gila" dan histeris melihat koleksi bukunya yang rrruaaar biasa. Penataannya juga asyik, ada yang dalam lemari dan ada yang ditata di meja untuk mempermudah pengambilan. Tak perlu dijelaskan bagaimana banyaknya wacana pengetahuan yang sudah diketahui atau dipelajarinya.

Dan saya sangat bangga, ada dua buku tulisan saya masuk dalam rak koleksi bukunya. hahahahah...

7. YUKI - Courage: Keberanian

Untuk hal terakhir ini, tak perlu lah membahas yang tinggi-tinggi seperti keberaniannya menantang arogansi bangsa luar.

Dari hal sepele seperti memakai nama asli di socmed atau forum-forum internet jalan dulu. Bukan memakai akun palsu/anonim layaknya netizen/blogger/kompasianer era sekarang. Banci, eh, cemen, eh. Hehehe...

Hal yang sering membuat komentatornya penasaran dan bertanya: "Ini pak Prabowo Subianto asli?" karena saking penasarannya. Jawaban yang sudah pasti dijawab "Asli".

....

Nah, dari tujuh pilar bushido (jalan ksatria) yang sepertinya ditularkan karakternya kepada seluruh kader dan simpatisannya. Karena beliau tahu, karakter ini bukan hanya baik untuk membangun kembali Indonesia--namun secara otomatis sebuah cara pembentukan karakter bangsa yang sebenarnya. Hal yang sudah dari dahulu kita ketahui, hanya terlupakan saja.

Walau pun memang, karakter ksatria yang cenderung polos, to the point, blak-blakan, bloko suto dan lurus-lurus saja kadang menjadi bulan-bulanan bagi mereka yang berkarakter terbalik. Pengecut, mencla-mencle, ingkar janji, watak "ular" atau apa pun namanya.

Namun, dalam sejarahnya--sikap ksatria ini akan selalu menang diatas cara-cara rendahan, picik dan berbagai sikap lain khas manusia yang lemah.

Padahal, bagi yang pernah belajar tasawuf tentu sudah paham juga. Nilai-nilai bushido atau ksatria ini sudah sering dibahas. Contohnya pada kitab "futtuwah" yang ditulis Ali bin Abu Thalib--salah satu khalifaur rasyidin umat Islam yang terkenal dengan kisah membatalkan membunuh lawannya karena musuhnya meludahinya. Meludah yang membelokkan niatnya dari berjuang atas nama Tuhan menjadi atas nama pribadi.

Dimana ketujuh pilar ala bushido ini juga disebutnya dalam bukunya sebagai "keperwiraan spiritual" yang jauh dari kata 'fasisme'. Kalau 'militan' memang iya. Karena militan itu kata sifat, bukan kata benda.

Karena dalam dunia tasawuf, tentara dan rakyat itu adalah satu hal yang sama. Ada saatnya mereka menjadi rakyat biasa yang hidup bertani, berdagang atau yang lainnya. Namun ada saatnya panggilan agama/negara membuat mereka mesti menjadi "tentara" pada suatu ketika. Hal ini jelas hanya bisa terbentuk jika karakter ksatria/keperwiraannya sangat tinggi.

Dan hal ini, juga identik dengan falsafah Jawa "manunggaling kawula gusti". Bersatunya raja dengan rakyat, tentara adalah rakyat. Karena menang itu fitrahnya sebuah negara/bangsa.

Kalau tidak percaya, boleh cek negara-negara tetangga. Untuk menyatukan tentara dengan rakyat atau sebaliknya, mereka mesti repot-repot menjadi mengadakan wajib militer. Sedangkan kita? Ya memang sudah dari sononya begitu.

Sekian, selamat malam dan tetap militan. MERDEKA!
Don't Miss