Responsive Ad Slot

Latest

Sports

Gossip

Covered

Pledoi sang "Pembajak"

Posted on Selasa, 23 Februari 2010 Tidak ada komentar

Selasa, 23 Februari 2010

Oleh: Hazmi Srondol

Aku duduk terdiam di kursi. Bapak dan ibu menatapku dengan tajam. Sepertinya mereka kecewa sekali. Meja kayu jati yang membatasi kami tampak tergeletak sebuah majalah anak-anak, sumpah aku lupa apa namanya. Lengkap dengan lembar wesel dan lembaran surat beramplop putih.

Aku yang masih SD kelas 2 itu tentu saja sedikit gemetaran. Aku biasa dimarahi bapak, tapi itu juga sudah menjadi biasa bagiku menghadapi tamperamen bapak. Paling juga ujung-ujungnya dipukul kakinya pakai ikat pinggang. Udah kebal.

Cuman yang aku risau adalah ibu, ibu yang biasannya selalu membelaku tampak memendam kemarahan sekaligus kekecewaan. Aku belum pernah melihat ibu seperti itu. Ibu mulai membuka mulut dengan nada bergetar.

”bener mas ini bukan karangan kamu?” Kata ibu sambil membuka halaman kolom puisi.
"Mik, jawab! Jangan diam saja!" Bentak bapak.
”Ibu dapat teguran dari majalah, katanya puisimu ini jiplakan dari buku pelajaran sekolah. Kok kamu gitu to Le”, kata ibu dengan mata berkaca kaca.

Aku menunduk. Diam.

"Wes jan! Ngisin ngisini! Karya jiplakan kok di kirim ke majalah!" kata bapak sinis.

Mendengar kata itu, aku jadi meradang, mulai mengankat kepala dan membalas tatapan mata bapak. Aku tidak suka kalimat terakhir bapak.

Ibu mulai khawatir, saat melihat 2 mata harimau beradu.

CTAR!

Suara ikat pinggang pun akhirnya terdengar membentur sesuatu. Ya.. Itu suara benturan kakiku. Bapakku tidak suka anaknya melawan, walau cuman dengan tatapan mata. Perih. Tapi yang satu ini, aku tidak menangis. Aku tetap diam saja.

.....

Diam-diam aku membuka tutup Vicks Inhaler yang sengaja aku kantongin waktu Joe mengajakku naik busway jurusan kota itu. Itulah senjataku melawan bau ketek orang yang tangannya sedang mengangkat tangannya, berpegangan di gantungan busway. Kuhirup vicks itu denga gerakan se-elegan mungkin, aku tidak mau menyakiti hati orang itu dengan gerakan ekstrovet menutup hidung dengan tissu atau sapu tangan. Walau sebenarnya, sumpah, aku mau muntah.

Sesampainya di halte glodok, aku langsung berhamburan keluar. Selamat sudah dari bencana bau ketek itu. Untung saja busway memenuhi janjinya untuk memangkas waktu tempuhnya. Joe terkekeh melihat manuverku keluar dr busway. Seperti ninja kegendutan katanya. Kekekekeke

Glodok, itulah surga kami. Aku dan Joe suka sekali berkunjung disini. Setidaknya sebulan sekali lah. Kami selalu tepat setengah 12 kami kabur pas jam makan siang disini dan kami selalu memastikan jam setengah 2 harus sudah kembali ke kantor.

Kami merasa, Glodok mirip dengan kantong doraemon, semuanya ada. Dari baterai jenis apa saja sampai baut beraneka rupa. Dari elektronik dengan merek plesetan sampai vcd bla-bla-bla..

“Baru neh bos”, kata abang bermuka kotak menyodorkan beberapa keping vcd nya sambil colak-colek.
Aku berbalik badan dengan gaya PBB (peraturan baris berbaris) ala anak pramuka.
“Udah punya” jawabku sambil menatap si abang bermuka kotak.

Sepertinya si abang sedikit gentar, tidak melanjutkan marketing maksanya. Aku paling tidak suka di colek-colek gitu. Penjual vcd yang berada balik pagar pembatas jalan Gajahmada itu sangat menyebalkan. Aku memilih ngeloyor menuju sisi timur, mendekati arah Jalan Pinangsia. Disana penjualnya tidak terlalu arogan, mungkin karena saking banyaknya pilihan dan saingan.

Aku geleng-geleng kepala melihat tumpukan vcd yang luar biasa banyaknya. Ada lagu, film, software sampai (oke aku tulis).. Bokep. Ada!

”Mbak, emang gak takut razia?” tanyaku ke mbak penjaga konter vcd.
“lah sudah jarang razia mas” jawabnya sambil menata tumpukan kepingan vcd tanpa melihat wajahku.
“oh....” hanya itu komentarku.

Jam makin mendekati pukul 13 siang. Si Joe masih belum tampak dari tempat kami janjian. Dan tiba-tiba masuk sebuah SMS dari operator seluler yang memberitahukan bahwa I-ring (NSP) ku di perpanjang otomatis dengan biaya sebesar 5000 belum termasuk PPN.

Pantes pikirku, artis sekarang gak ngamuk-ngamuk lagi ama vcd bajakan. Lha wong tolak ukur kesuksesan lagu sudah bukan hanya jumlah kaset dan cd yang terjual, tapi juga berapa banyak cuplikan lagunya di download di telepon seluler.

Aneh, dari barang yang sama. Sebuah keping copian CD Lagu, dulu adalah musuh artis yang harus diberangus, sekarang berubah fungsi malah jadi bagian promosi tak jauh berbeda dengan radio atau telivisi.

Tepat jam 13, Joe datang dengan sekantong perkakas barunya. Sepertinya dari wajahnya tersirat wajah puas, puas mendapat barang bagus dan tentunya murah. Kami langsung menuju halte busway untuk kembali berkerja di perusahaan kami. Didalam busway, sambil menatap kawasan glodok dari dalam jendela aku bergumun pelan kepada Joe.
”Joe, aku yakin dahulu kawasan ini pasti lah area persawahan yang subur.”
”Lha kok” Joe bertanya tidak mengerti.
”Iya, dahulu pasti disini banyak petani dan kerbau yang sedang membajak sawah. Berhubung sawahnya di jadiin ruko, petaninya tidak bisa membajak sawah. Makanya sekarang terpaksa mereka membajak Vcd”, jawabku.
”Gundulmu” tawa Joe terkekeh.
Sempai kulirik seorang bapak yang membawa koran dengan artikel tentang dosen di bandung yang diduga menjiplak karya tulis orang lain juga ikutan terkekeh.

Sampai dikantor, aku melihat ada beberapa spanduk bekas demonstrasi karyawan kami. Dan beberapa tuntutan kepada dirut baru. Oh, aku jadi ingat dengan dirut yang lama. Dirut lama perusahaan kami pernah juga menulis sebuah artikel tentang pesaing yang selalu memakai jurus ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi) dalam menghadapai kompetisi. Pak Dirut lama juga mengingatkan agar tidak khawatir dengan jurus pesaing tersebut dan tetep fokus dan menjaga DNA Inovasi perusahaan...

Hohoho, kata-kata yang keren. DNA Inovasi. Cuman lama-lama aku jadi berfikir, knapa kok DNA Inovasi? Knapa bukan DNA Kreasi atau DNA Pembuat?

Apa memang sebenarnya tidak ada penemuan yang benar-benar orisinil? Bahkan setelah aku melihat tontonan di BBC Channel, aku jadi berfikir bahwa bisa jadi karya Leonardo da Vinci banyak terinspirasi atau malah cuman penulisan ulang dari penemuan teknokrat muslim masa lalu. Dan setelah sedikit membaca cuplikan buku ” 1001 Inventions: Muslim Heritage in Our World” yang dijadikan referensi BBC Channel, kok rasanya semakin menguatkan dugaanku.

Aku juga pernah bertanya kepada guru Aikido-ku, sebut saja Hakim Sensei knapa kok Aikido bisa mirip esensinya dengan Silat Cikalong Pancer Bumi? Apakah jangan-jangan Aikido menjiplak Silat Cikalong atau sebaliknya? Padahal Aikido yang merupakan kristalisasi Aikijujitsu ini dipopulerkan oleh Morihei Ushieba yang lahir tahun 1883 di Jepang sedangkan Silat Cikalong adalah hasil perenungan dari Raden Haji Ibrahim Jayaperbata setelah pulang dari naik haji di Mekah. Raden Haji ini kelahiran 1816 dan tinggal di Cianjur, desa Cikalong-Cikundul Jawa Barat.

Hakim Sensei cuman tersenyum dan berkata:
”Pak Hazmi, kalo Alloh berkehendak, kepada siapa dan dimana ilmu pengetahuan di bagikan itu bukan suatu masalah. Mau yang satu di Jepang atau di Sunda itu gampang-gampang saja, itu hak preogratif Alloh untuk membaginya.”.
”Sekarang masalahnya, pak Hazmi mau rajin latihan tidak?”
”heheheh” aku hanya tersenyum nyengir, ketahuan tukang bolosnya.

.........

”Bapak, komputelnya lusak”, kata thole suatu sore.
”aku jadi nggak bisa main Bobbi Bola” imbuhnya.
”ah, itu dirusakin mas Thole pak!” seru istriku.
”loh, kok dirusakin mas?”, tanyaku kepada thole.
”Nggak nglusakin, aku kan pengen kayak bapak, mencet-mencet komputel”. Jawab anakku yang masih berumur 3 tahun tapi hobbi main edugames Bobi Bola polos.

......

Jawaban thole jadi membuatku jadi terseret dimasa lalu. Saat itu aku juga suka sekali meniru bapak dan ibuku. Apalagi kalau diajak ke kantornya ibuku pada hari minggu. Aku suka sekali mendengar suara mesin ketik dan dentingan ’ting’ kala spasinya sudah mentok di meja kantornya.

Aku menulis apa sa ja yang aku hapal dari buku pelajaran, dari Pancasila, UUD45, nama-nama menteri kabinet sampai puisi Ibu Kartini yang semuanya sangat aku hapal luar kepala. Dari semua ketikan, puisi Ibu Kartini lah yang paling rapi. Aku suka sekali melihatnya. Sepertinya, ketikankulah yang paling indah. Aku juga mengetik amplop surat dengan alamat majalah yang juga aku hapal luar biasa, karena seringnya mengirim kuis TTS di majalah tersebut.

Tiba-tiba, ibuku sudah selesai dari tugasnya di meja sebelah ku. Ibu menyuruhku menyingkirkan kertas-kertas berantakan dimeja tempat aku mengetik. Aku menurut saja, sambil membuang lembar ketikan yang tidak rapi. Kecuali puisi Ibu Kartini yang aku masukan amplop yang rencananya akan aku simpan untuk aku lihat-lihat, aku merasa, ketikan itu adalah hasil prakarya yang hebat.

Tapi entah kenapa ibuku sangat tergesa-gesa, belum sempat aku titipkan ke tas ibu. Ibu menarikku dari kursi dan bergegas keluar dari kantornya.

Sambil diseret ibu keluar ruangan, aku sempat melirik kembali amplop puisi itu. Aku ingat sekali, amplop itu tergeletak di meja sebelah meja ibuku tempatku mengetik.

Dan amplop putih itu, tidak ada perangko-nya..


[Jakarta, 23 Februari 2010]

buku 1001 Inventions :
http://www.al-rashad.com/index.php?main_page=product_info&products_id=861
Aikido dan Silat Cikalong :
http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=1050
http://silatbogor.multiply.com/photos/album/21

Antara Pawang Hujan & Celana Dalam

Posted on Sabtu, 20 Februari 2010 Tidak ada komentar

Sabtu, 20 Februari 2010

Bresssh!

Hujan mendadak tumpah dr langit saat tepat beberapa meter dari keluar tempat parkir. Tumben-tumbenan gak ada intronya dulu kayak biasanya. Standarnya kan rintik-rintik dulu kek, biar ada persiapan buat muter balik ngumpetin mobil di basement atau di selimutin cover mobil. Bukan apa apa, tuh mobil nggak sampai sejam yang lalu habis di cuci steam, komplit dengan paket semprot bawahnya pakai dongkrak hidrolik gede. Dongkrak yang sering membuat anakku, sebut saja Thole terkagum kagum sambil bertanya: “knapa mobilnya bisa diangkat pak? Mobilkan berat?”.

Sudahlah, Le. Menurut info guru fisika dulu, itu karena adanya gaya hidrolik, gaya yang memanfaatkan zat cair. Mohon maaf bapak tidak terlalu kompeten dengan pelajaran ilmu fisika, jadi nggak bisa menjelaskan dengan detail. Dipaksa menjawab pun pasti malah membuatmu makin memberondong dengan pertanyaan-pertanyaan anehmu lain. tapi kalo kamu tanya mengenai perihal ilmu gaib, ilmu tentang yang tidak terlihat alias tidak kasat mata mungkin bapak bisa bantu setidaknya menjawab pertanyaan asal usul bau menyengat tajam yang tak terlihat itu, yang semalam telah berhasil membuat bapakmu ini jadi mencak-mencak namun malah membuat ibumu tertawa ternahak-bahak. Itu berasal dari gas perutmu, nak, yang kebanyakan makan telor asin brebes favoritmu. Yang sebenarnya bisa terdeteksi sumbernya dari suaranya, namun suara guntur geledek telah menenggelamkan suara itu nak.

Suara hujan deras itu bukan lagi tik-tik tik seperti lagu anak-anak, tapi sudah serupa suara pasir yang ditumpahkan dari langit. Saking derasnya, suara jatuhan air itu sudah menembus kabin mobil sejuta umat yang peredamnya ternyata tidak cukup kuat utk menepisnya. Seram memang, walau tidak menakutkan. Sapuan wiper kaca depan yg berirama itu seperti mengingatkanku akan nostalgia masa kecilku dengan almarhum ibu, nenekmu.

Ibu dahulu sering kali mengajakku duduk di teras rumah. Ya, duduk di teras rumah sambil bengong melihat hujan. Aku sering binggung, kenapa almarhum suka sekali melihat hujan. Tidak perduli hujan gerimis atau hujan besar. Kadang kadang, acara menonton hujan ini baru bubar jika mulai ada tetesan air yang menembus atap dan membuat genangan di lantai rumah. Karena tidak tahan, aku akhirnya bertanya juga kepada almarhum, "bu, kenapa ibu suka lihat hujan?". Almarhum menjawab: "Mas, hujan itu rejeki. Hujan itu ajaib, banyak-banyaklah berdoa, apa kamu ndak bisa lihat kalo ada satu malaikat di setiap tetesnya?"

Saat itu aku hanya bisa diam dan menggeleng saja.

Bertahun tahun aku tidak terlalu peduli dengan ucapan ibu. Aku kadang merasa, ibu hanya terlalu sering ngobrol dan ngrumpi dengan teman-teman tionghoa-nya. Jadi terpengaruh dengan mitos hujan di malam Imlek. Aku rasa, bukan hanya aku saja yang tidak percaya. Bahkan bukan rahasia umum kalo hujan adalah situasi yang paling di takuti atau setidaknya tidak harapkan oleh sebagian besar masyarakat kita. Apalagi kalo ada yang sedang mengelar hajatan pesta atau kenduri. Belum lagi dengan efek banjir kirimannya setelah hujan besar.

Saking dimusuhinya, hujan sudah dianggap sebagai lawan atau bahkan gejala alam yang buas. Sampai-sampai di Indonesia ini terdapat profesi paling unik di dunia yaitu Pawang Hujan. Profesi ini memang samar-samar keberadaanya, namun fenomenanya sangat nyata. Bahkan, dengar-dengar dari sopir kantor yang tinggal di Rawamangun, daerah di Jakarta yang paling jarang kena hujan atau paling terakhir kena hujan adalah sekitaran lapangan Golf Rawamangun. Katanya, ini akibat peninggalan ilmu pawang hujan pak Harto yang selalu stand by kalau pak Harto tiba-tiba pengen berolahraga Golf disana dan sebisa mungkin hujan tidak menganggu kegiatannya.

Belum lagi berita menarik yang sempat dimuat di majalah National Geographic Indonesia. Majalah ini menulis berita tentang perseteruan antara pawang hujan dan satelit cuaca milik Jepang dan Amerika. Kalo gak salah, waktu itu sedang ada pembangunan pengecoran pondasi aquarium raksasa Sea World di Ancol. Hari itu mestinya adalah jadwal pengecorannya, dan pengecoran harus dalam kondisi tidak hujan. Karena kalo terjadi hujan akan membuat konstruksi tidak akan berfungsi seperti design yang di harapkan. Ahli cuaca jepang dan Amerika sudah meragukan keberhasilan pengecoran hari itu. Satelit cuaca milik Jepang dan Amerika sudah menyatakan kalo hari itu bakal hujan besar. Pengecoran harus ditunda. Namun, sepertinya pihak kontraktor tidak mau mengikuti penundaan jadwal itu. Mungkin mereka takut rugi waktu jika pekerjaan tersebut ditunda. Mereka memilih memanggil pawang hujan. Dan sudah diduga, orang asing itu mencibir dan mentertawakan prosesi menahan hujan tersebut. Apalagi melihat lidi-lidi bercabe merah yg di tancapin di pasir dan tarian gak jelas sang pawang hujan…. (Terbayang deh gaya tarian dukun india di komik Hiawata nya donal bebek… Kekekek).

Ajaib, setelah prosesi itu. Cibiran dan tawa mengejek sang ahli cuaca itu mendadak berganti menjadi kerutan di alis dan dahi sang ahli cuaca sambil mulut ternganga. Ramalan satelit kalah. Hari pengecoran itu sangat cerah, pengecoran berjalan sukses dan kekuatannya cor-coran terbukti sampai sekarang. Saya yakin, pasti malam itu malam panjang bagi sang ahli cuaca. Malam yang paling membingunggkan sekaligus memalukan.

Itu baru tentang pawang hujan, belum lagi mitos lempar celana dalam yg sangat populer di negeri ini. Bahkan jadi anekdot dan olok-olok. Tapi, anehnya, aku sempat juga mencobanya. Waktu itu sekitar bulan desember. Aku dan istri masih pasangan baru yang belum dikaruniai momongan. Berhubung belum punya momongan, aku berinisiatip melakukan perjalan darat ke Bali dengan istri, Dian adik istri dan Imam Mambu sahabat karibku naik mobil Jimmy 4WD ku yang warna biru. Road trip istilah kerennya.

Sepanjang perjalanan hujan turun terus menerus. Deras lagi. Padahal kami mesti mampir ke berbagai tempat sebelum ke Bali, seperti ke Semarang dan Malang. Mobil itu tanpa AC, jadi selama perjalanan Mambu harus mengelap embun didalam mobil. Benar-benar merepotkan.

Sebenarnya bukan itu yg aku khawatirkan, aku mengkhawatirkan jika sampai Bali cuaca masih hujan terus. Tentu liburan jadi tidak menyenangkan. Nah, tiba2 aku ingat tentang mitos lempar celana dalam ini. Sebelum perjalanan dari Malang, aku jepitkan Ex-caldam sekali pakaiku ke roofrack Jimmy biruku dengan jepitan jemuran baju yg ukurannya besar. Bagi yang gak ngerti celdam sekali pakai, itu celdan yang bahannya seperti kertas, tapi bukan kertas. Cocok buat traveling, karena nggak ada beban buat mikirin cuciannya dalam perjalanan. Banyak kok yg jual di swalayan Ind*maret atau Alf*maret.

Dan sungguh mengagumkan, selama perjalanan dr malang menuju Bali, bahkan selama di Bali tak setetespun hujan terjadi. Liburan itu jadi sungguh nikmat. Bahkan celana dalam diatas roofrack itupun hampir-hampir terlupakan sendiri olehku kalau saja tidak ada teriakan pertanyaan Mambu perihal buntelan ajaib yang di jepitkan di atas mobil itu. Saat itu dia lagi mencuci mobil. Tentu saja aku jawab, ”celana dalam Mbu”

”Duwek’e sopo? (punya siapa?)” tanya Mambu. ”Duwekku lah.. (punyaku lah)” jawabku. Wah, langsung saja Mambu misuh-misuh gak karuan, aku gak tau apa yang dia lakukan dengan celdam bekas itu. Jangan-jangan dia pakai buat lap tangan atau bisa jadi malah buat lap muka waktu nyuci mobil. Sumpah, aku gak bisa menahan cekakak tawa di sela-sela misuh-misuhnya.

….

Setelah besar, aku baru menyadari maksud Ibuku. Aku pernah membaca sekilas Hadist tentang Do’a yang tidak pernah di tolak, yaitu:

“doa ketika waktu adzan dan doa ketika waktu hujan”.

Mungkin inilah alasan knapa Ibuku suka sekali menonton hujan. Mungkin yang sedang beliau lakukan adalah diam-diam berdoa buat anak lelakinya dan anak-anaknya yang lain agar dimudahkan segala urusan. Bisa jadi pula, beliau sangat menikmati saat-saat yang disebut waktu mustajab itu. Makanya sekarang aku tidak heran betapa betah Ibuku menonton hujan. Gara-gara itu, sempat tanpa sadar aku pernah diam-diam menitikkan airmata saat hujan juga mulai menitik ke bumi. Aku teringat Almarhumah Ibu.



Diin-Diiin!

Tak terasa aku sudah sampai depan rumah, dan langsung aku berlari ke dalam rumah setelah keluar dari mobilku agar tidak terlalu kebasahan terkena siraman hujan. Sempat aku belihat ada tabung gas kosong di depan pintu rumah. Belum sempat aku bertanya ke istri, istriku langsung meminta tolong mengambil tabung gas besar lain belakang. “Cepet banget habisnya bu?” Tanyaku keheranan, padahal sepertinya belum lama aku ganti tabungnya. “Iyalah pak, mesin pengering kita kerja keras kalo musim hujan gini, ya wajarlah kalo nyedot gas nya. Sebanding kok ama omset dan pendapatan kita yang naik” jawab istriku datar.

Hohoho, ternyata benar kata almarhum Ibuku, Hujan itu rejeki. Setidaknya buat bisnis paling basah didunia, bisnis Laundry Kiloan istriku.

[Hazmi Srondol]
Don't Miss