Kadangkala, kalimat yang sering kubaca di medsos atau chat broadcast tampak biasa-biasa saja. Namun ketika diucapkan dalam situasi dan diskusi langsung menjadi berbeda.
Contohnya sohib saya yang satu ini, mas Anjar Priyatna misalnya. Sosok yang jaman pilpres beda kubu, namun sepulang dari tanah suci kok mendadak jadi satu barisan. Bahkan dalam aksi 411 & 212 ia pun termasuk dalam shaf terdepan.
Padahal saya sama sekali nggak pernah ngojok-ojokin loh. Boleh tanya, kalau sama sahabat yang berbeda pandangan, saya cenderung membiarkan pilihan mereka masing-masing.
Cukup menunjukan kepada mereka, pilihan apa yang sudah saya putuskan dan dukung. Sekali saja cukup. Sisanya bahas yang lain.
Nah, siang tadi di Resto Ke'Ku:n seberang kantor--ia mengunjungi saya untuk bersilaturahmi.
Tak ada bahasan politik kecuali sambung rasa dan kangen-kangenan karena walau sama-sama berkerja di Jakarta, pertemuan langsung itu menjadi hal yang sangat sulit dalam benaman kesibukan dan tanggung jawab kehidupan masing-masing.
Kemudian, entah bagaimana--terucap kata dari bibir yang baru seminggu kembali ke tanah air dari ibadah umrahnya yang kedua kalinya:
"Rezeki itu kejutan dari Allah, sedangkan perkerjaan yang kita lakukan sehari-hari adalah ibadah"
Benar sekali, bro. Sekali lagi, kalimat ini sering kubaca. Namun siang ini begitu berbeda rasanya. Menggetarkan hati dan menembus kalbu.
Eniwai, kopi dan cemilan tadi juga bagian dari rezeki kan? Soalnya saya sangat terkejut ditraktir dadakan di siang bolong.
Alhamdulillah, barokah ya, sob atas hidangannya.
😊
Hazmi Srondol
Tidak ada komentar
Posting Komentar