Entah mengapa,
mendadak hari ini dada terasa sesak. Nafas berat dan isi kepala serasa
seakan-akan mendadak penuh. Bathin pun bergejolak.
Tidak. Saya
tidak sedang puber kudua atau jatuh cinta lagi. Saya hanya mendadak 'baper'
(bawa perasaan) dengan beredarnya status tentang lokasi provinsi yang pernah
dikunjungai. Status yang viral ini, kurang lebih pembukaannya begini:
"Nemu seru-seruan ini di timeline. aturannya sederhana: salin
tempel nama-nama provinsi di Indonesia ini lalu beri (emoticon senyum) jika pernah berkunjung atau 9emoticon cinta) jika
pernah tinggal di provinsi itu”.
Ya, hal perjalanan keliling Indonesia
inilah yang selama ini terus menjadi, hmm, entah obsesi atau memang panggilan
alam. Sering dalam perbincangan dengan istri, saya mengutarakan niat untuk
mengambil pensiun dini agar ada waktu sedikit waktu luang dan sisa dana untuk
mewujudkan niat ini. Tentu setelah uang pensiun dini dikurangi pelunasan hutang
dan memberi tambahan modal usaha jahitan istri yang sedang berkembang.
Ya, namanya istri--tentu iya iya saja.
Hanya saja, entah masih ragu-ragu sendiri melihat kilatan matanya jika masih
ada perasaan was-was dan khawatir. Khususnya urusan dapur rumah tangga
kedepannya.
Pernah juga mengutarakan kepada
atasan di kantor, beliau malah menyarankan sekalian mengajak kerjasama dengan
perusahaan tempat berkerja untuk mencari dana sponsorship. Tentu dengan imbal balik promosi. Kebetulan perusahaan
sebelah sudah melakukan sejenis kampanye video dengan pesawat drone keliling
Indonesia. Kenapa tidak perusahaan sendiri membuat kampanye vlogging keliling
Indonesia?
Menarik memang, hanya saja sempat
juga terlintas pikiran. Bagaimana kalau ternyata perusahaan setuju dengan
idenya, namun pelaksana bukan saya? Malah oleh vendornya saja? Mengingat saya
belum menemukan aturan boleh tidaknya karyawan mendapat sponsorship sebagai
seorang brand ambassador untuk tempatnya sendiri berkerja?
Belum lagi, atasan masih dalam masa
menghadapi tahanan di Lapas Sukamiskin akibat kriminalisasi frekuensi 3G oleh
sebuah LSM yang ketuanya sudah pernah ditahan karena kasus pemerasan atas
laporan persoalan ini. Ya masa saya tega meninggalkan beliau ketika dalam
masa-masa sulit seperti ini?
Bimbang dan ragu terus menghantui.
Sampai-sampai istri menanyakan alasan niat ber-musafir ini?
Ada dua alasan besar yang ingin
kucoba jelaskan kepadanya.
Pertama, tentang dunia menulis yang
sepertinya sudah menjadi sejenis tugas yang diberikan Allah kepadaku ini. Hal
yang penjelasannya sangat terbantu saat suatu hari kami sekeluarga menonton
film "The
Passegger" di bioskop yang dibintangi oleh Jennifer
Lawrance dan Chris Pratt.
Dalam film tersebut. Ndilallah,
muncul satu quote dalam dialognya yang sangat pas dengan apa yang aku rasakan,
yaitu: "Bagi seorang penulis, kehidupan yang
biasa-biasa akan menghasilkan tulisan yang biasa-biasa juga. Maka berpetualanglah..."
Alasan kedua, kuceritakan kepada
istriku perihal kata-kata Prabowo Subianto saat makan malam di Padepokan Garuda
Yaksa, Bukit Hambalang, Bogor.
Dalam suatu dialog, saya mencoba
mengulik pemahaman beliau tentang Indonesia. Harap maklum, tahun 2013 dan pra
Pilpres 2014--setiap statement Prabowo selalu menjadi bahan ejekan.
Ketika Prabowo berteriak soal NKRI Harga Mati beliau di cap ultra
nasionalis. Ketika berbicara mengenai Bela
Negara, beliau di cap fasis. Ketika juga berbicara mengenai Bhinneka Tunggal Ika--Prabowo dianggap
kuno dan tidak kekinian. Kok sok memakai bahasa sansekerta, bukan bahasa
Inggris seperti "I stand on de-onde" atau lain sebagainya. Hal yang
entah mengapa disaat awal tahun 2017 ini juga malah sering dipakai tanpa
tudingan seperti apa yang pernah ditujukan ke sosok Prabowo Subianto ini.
Apalagi, dimataku ini--buku
Kembalikan Indonesia (2004) dan Membangun Kembali Indonesia Raya (2009) sangat
luar biasa isinya. Isinya membelah otak dan seakan dimasuki pandangan-pandangan
tentang Ke-Indonesia-an versi Prabowo Subianto.
Hanya saja, muncul pertanyaan kecil.
"Darimana bapak tahu soal Indonesia?"
Perntanyaan kecil yang dijawab dengan
tohokan kalimat yang akhirnya membuatku tidak bisa tidur berhari-hari.
"Bagaimana mungkin saya tidak
tahu tentang tanah air Indonesia. Sumur seluruh kota dan kabupaten sudah saya
minum airnya" jawab Prabowo.
Ya, saya lihat mimik mukanya datar.
Matanya juga seperti biasa saja. Tidak terlihat niat lebay atau mengada-ada.
Tidak pula sedang membuat sejenis diksi atau perumpamaan.
Walau entah, saya belum bertanya
lebih detai perihal air minum dari sumur seluruh kabupaten di Indonesia ini.
Apakah dalam kondisi mentah atau sudah dimasak dan dicampur kopi seperti hobi
beliau meramu kopi ini.
Istriku sepertinya juga sangat
tertegun sampai berkerut kening lalu bertanya untuk memastikan. "Minum
seluruh air sumur yang ada di semua Kabupaten di Indonesia?"
"Iya, buk. Beneran. Makanya
bapak juga pengen bikin video dengan niche ini. Niche minum air sumur di tiap
kabupaten di Indonesia".
Saya cukup lega sampai taraf ini.
Istriku paham. Suaminya juga harus bisa merasakan air tanah di Indonesia kalau
memang tidak mau tanggung-tanggung mengenal negerinya sendiri. Tentu dengan
penulisan atau pembuatan video dengan hasil yang tidak biasa-biasa saja.
"Kalau lah memang takdir dan
tugas dari Allah untuk mencatat atau mendokumentasikan tentang Indonesia, saya
yakin Allah juga akan memberi jalanNya juga. Percaya saja, pak. Kun
fayakun" katanya memberi semangat.
Hal yang akhirnya membuatnya kini
ikut bersemangat membantu mencari kontak dan referensi apabila panggilan tugas
dari Allah ini benar-benar terjadi. Dari nama-nama dan alamat saudaranya,
masjid atau tempat ibadah yang bisa ditumpangi apabila kesulitan mencari
penginapan. Bahkan menghitung investasi pembelian telefon satelit yang terdapat
fitur internetnya apabila daerah yang dikunjungi tidak dalam coverage sinyal
seluler.
Duh, saya senang sekali.
Apalagi, pernah suatu ketika
bercerita kepada mas Pras, salah satu sahabat perihal rencana ini. Ia pun
memberi satu ide yang sangat menarik.
"Coba mas Srondol ikut saya
kalau sedang tugas luar kota atau luar pulau. Enak kok, cuman modal naik bus
Damri" katanya menjelaskan.
Hah, naik bus Damri? Ke Aceh,
Balikpapan, Manado naik Damri. Hmm, baiklah.
"Ok, sip, mas. Tidak
masalah" kataku yakin.
"Maksudku, naik bus Damri sampai
bandara" katanya sambil tertawa terbahak.
Hahaha, siyal. Kena jebakan kata-kata
rupanya.
Ya, walau belum benar-benar kejadian.
Setidaknya ada harapan untuk bisa memberi tanda emotikon pada status facebook
perihal provinsi-provinsi yang sudah di kunjungi. Bila perlu mengikuti beliau,
sampai pada level Kabupaten/Kotamadya di Indonesia. Entah bagaimana nanti
jalannya.
Insya Allah. Bismillah...
Penulis,
Hazmi
Srondol
Tidak ada komentar
Posting Komentar