Ada beberapa kawan yang benar-benar bertanya kepada saya kenapa saya terang-terangan mendukung Prabowo. Sebuah pertanyaan yang ketika saya jawab karena dia satu-satunya capres yang menjalankan prinsip
bushido, prinsip
jalan ksatria yang saya anut, barulah mereka yang gantian benar-benar tidak mengerti.
Ya, saya tidak bercanda soal ini. Saya serius. Saya terpaksa membuka rahasia paling dalam dari lubuk hati saya yang paling dalam yang sebenarnya sungkan saya sampaikan. Bukan sekedar akan sulit dijelaskan dalam waktu yang singkat, namun saya tahu, masih banyak yang belum bisa membedakan apa itu "ksatria" dan apa itu "tentara".
Mungkin karena setelah lahirnya Republik ini, tentara dan sipil seakan-akan ada dikotomi. Ada pemisahan, khususnya secara kelembagaan. Bisa jadi ini karena standar ketentaraan dunia era baru (modern) ala KNIL Belanda yang dipaksakan masuk dalam khasanah kebijaksanaan lokal ala orang Nusantara.
Bahkan dari beberapa ocehan di sosial media, konsep bushido yang dilakukan Prabowo Subianto adalah bentuk lain dari
'fasisme'--sebuah gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik yang konsepnya berujung pada pembentukan 'kesatuan' ala tentara modern.
Kesan fasisme ini semakin diperparah citranya dengan munculnya beragam ocehan lain soal latihan baris-berbaris untuk kader partainya di Bukit Hambalang.
Halooooow, apa kita lupa kata guru SD dulu saat berlatih paskibra? Bukankah para guru mengatakan bahwa latihan PBB adalah dasar kedisiplinan dan kepemimpinan? Dasar pengertian perbedaan--setidaknya tinggi badan agar ketika bergerak bersama tetap kompak? Atau coba cek saat kita sholat, apa yang pertama kali kita cek sebelum melakukan ritual ibadah tersebut? Cek barisan kan? cek shaft kan?
Saya tahu, selama ini di Indonesia baris-berbaris masih dianggap hal yang menyebalkan, membosankan dan kesannya diatur-atur. Namun, pernahkah iseng melihat youtube dengan keyword "precision walking". Lebih lengkap lagi ditambah kata "japanesse" dan silahkan kita malu bahwa budaya baris-berbaris ini sudah sangat mendarah daging dalam kehidupan warga Jepang. Bahkan menjadi salah satu seni yang di perlombakan.
contoh :
https://www.youtube.com/watch?v=jINuX_Hort8Jadi jangan kaget saat ada bencana retaknya reaktor nuklir Fukushima tahun 2013. Para korban tampak rapi mengantri dalam pembagian bantuan, pengobatan bahkan pendataan. Dan apakah semua warga Jepang itu tentara atau negara fasis? Mohon maaf, tidak.
Jadi, "ksatria" itu tidaklah identik dengan "tentara". "Jalan Ksatria" itu lebih kepada etika dan tata cara sikap serta sifat yang terhormat dalam berinteraksi dengan sesama manusia/kehidupan. Lebih sederhananya, ksatria itu karakter.
Kalau pun ada keterkaitan spirit ksatria dengan para tentara modern--tetap terlihat perbedaannya. Ksatria ibarat software dan tentara itu hardware. tak heran banyak yang berseragam tentara tetapi kelakuannya nggak ksatria banget. Seperti ada yang error atau kemasukan bug dalam softwarenya. hehehe...
Dan karakter ksatria yang asli ini sangat jelas dan terang benderang ada pada diri Prabowo. Bukan hanya sekedar kata-kata yang sering kita dengar seperti "pejuang politik", "pasang badan" atau memang kata "ksatria" itu sendiri yang meluncur dari bibirnya.
Hal yang akhirnya sangat membantu saya dalam menebak reaksi, tindakan dan statement apa yang akan diambil beliau dalam setiap kejadian atau masalah. Untuk membantu pemahaman sifat dan sikap beliau, berikut saya coba paparkan 7 pilar bushido (jalan ksatria) yang sudah terbentuk pada diri Prabowo, yaitu:
1. GI - The Truth: KebenaranKebenaran adalah titik kulminasi pencarian manusia yang tertinggi dalam hidupnya. Karena nilai kebenaran yang tertinggi hanya ada satu dan satu-satunya, yaitu Tuhan.
Hal yang membuat kita akhirnya paham kenapa Prabowo begitu dekatnya dengan para ulama. Boleh cek foro-foto yang beredar di social media dan gesture tubuhnya saat bertemu mereka ini. Ya karena beliau ingin terus mendapatkan update dan peringatan dari para ahli "kebenaran" untuk mempertegas dan menjaga jalan yang akan di tempuhnya agar tidak melenceng dari arti kebenaran itu sendiri.
2. MEIYO - Respect & Honor : Menghormati dan KehormatanNah, inilah yang sering membuat banyak orang kebingungan dengan Prabowo yang sering melakukan sikap "salute" atau menghormat kepada siapapun. Dari presiden SBY, lawan politik, wartawan, kadernya bahkan ke pak Wiranto. Padahal beliau sudah sama-sama pensiun. Fasis? hahahhaa...
Begini ,sikap menghormati ini merupakan gambaran dan nilai dasar kehormatan bagi para "ksatria". baik simbolik maupun bahasa tubuh lain seperti membungkuk ala jepang (rei) atau mengangguk dan tersenyum ala Jawa, dengan kata lain seorang ksatria hanya dapat dikatakan memiliki sebuah kehormatan dalam dirinya, bila ia tahu bagaimana cara menghormati orang lain terlebih dahulu.
3. MAKOTO - Honesty & Sincerity: Kejujuran dan KetulusanYa, saya tahu dalamnya lautan bisa ukur--dalamnya hati siapa yang tahu. Namun coba perhatikan statement Prabowo di socmed atau forum-forum internet awal tahun 2000-an. gaya bahasa dan kata-katanya ya itu-itu saja. tidak berubah.
Bahkan banyak yang kebingungan kenapa Prabowo tidak menjelaskan kejadian tahun 1998 ke publik dan seakan-akan menerima saja pendapat yang tumpang tindih ada di masyarakat. Kalau kita mengacu pada karakter ksatria, beliau sudah merasa cukup menjelaskan kepada anggota DKP detail kejadiannya. Lengkap dengan rekamanannya. Beliau merasa tidak perlu mengulang-ulang kepada publik, karena kesetiaan terhadap (mungkin) sumpah persidangan sangat beliau pegang.
Kalau akhirnya DKP tidak membuka rekaman dan hasil sidangnya, ya saya rasa itu urusan DKP--bukan Prabowo.
Dan soal ketulusan--inilah yang sering menjadi sinisme publik. Disebutnya Prabowo ambisius ingin jadi presiden. Halloooow. saya percaya betul ini urusan keprihatinan bangsa dimata beliau. kalau soal harta--apa tidak cukup keluarganya mempunyai 45 perusahaan diseluruh dunia dengan karyawan 200 ribuan orang? Jikalau gaji rata-rata karyawannya UMR Jakarta yang 2,5 jutaan. berarti sebulan minimal mengeluarkan uang 1/2 trilyun. Angka yang sangat berlebih kalau sekedar ber-hura-hura.
4. CHUGI -- Loyalty: Kesetiaan/PengabdianSulit untuk membantah karakter ini. Begitu jelas beliau gamblang mengatakan "Saya setia pada Pancasila dan UUD 1945" atau "saya merasa menjadi prajurit kembali dengan tugas ini" saat diminta menandatangani kontrak politik dengan para Buruh di GBK.
Hal inilah yang saya sangat paham kenapa beliau sering dikritik karena banyak mengeluarkan uang untuk membangun partainya. Ya, ini bukan soal uangnya bisa buat yang lainnya. Tapi inilah jalan yang sesuai konstitusional untuk menjadi Presiden. Korban uang, korban energi bahkan korban perasaan di jalan politik yang legal. Bukan sekonyong-konyong daftar konvensi partai tanpa melewati terjalnya menjadi anggota partai tersebut atau mendadak menjadi timses. Seperti mau gampang dan enaknya saja.
Sedangkan menjadi Presiden, ini bukan soal ambisi atau gagah-gagahan. Sudah jelas seorang ksatria butuh tempat mengabdi. Kalau menjadi anggota TNI lagi jelas tidak mungkin dengan batasan usia. Untuk menjadi sekedar menteri--kok wawasan dan karakternya lebih besar daripada itu.
hanyalan "mandat" rakyat yang beliau butuhkan. Untuk kembali mengabdi kepapa NKRI yang sangat beliau hormati dan cintai.
5. REI - Courtesy: Sopan SantunAda yang pernah ngobrol langsung dengan pak Prabowo? Coba perhatikan cara beliau mendengarkan kita yang sedang berbicara. Beliau diam, khitmad, sorot mata fokus dan menunggu kita selesai bicara baru beliau gantian berbicara.
Hanya sayangnya, entah budaya baru macam apa yang tengah terjadi pada rakyat Indonesia kini. Menyela pembicaraaan atau ngobrol sendiri saat orang lain sedang berbicara menjadi hal biasa. Perdebatan dan cek-cok seperti menjadi gaya baru berkomunikasi anak bangsa era kini. Duuh....
Jadi jangan heran beliau kurang respek dengan orang/profesi yang bicaranya suka memotong pembicaraan atau bicara sendiri saat yang lain berbicara. Khususnya pada kegiatan/pertemuan resmi dan formal. Kalau lagi personal dan santai, ledek-ledekan sih biasa. Hahahaha...
6. JIN - Knowledge and Wisdom: Pengetahuan dan KebijaksanaanHayoo, mari cek foto kediaman pak Prabowo. Cek ruang tamunya yang merangkap perpustakaan ini. Bagi yang kutu buku seperti Prabowo bisa "gila" dan histeris melihat koleksi bukunya yang rrruaaar biasa. Penataannya juga asyik, ada yang dalam lemari dan ada yang ditata di meja untuk mempermudah pengambilan. Tak perlu dijelaskan bagaimana banyaknya wacana pengetahuan yang sudah diketahui atau dipelajarinya.
Dan saya sangat bangga, ada dua buku tulisan saya masuk dalam rak koleksi bukunya. hahahahah...
7. YUKI - Courage: KeberanianUntuk hal terakhir ini, tak perlu lah membahas yang tinggi-tinggi seperti keberaniannya menantang arogansi bangsa luar.
Dari hal sepele seperti memakai nama asli di socmed atau forum-forum internet jalan dulu. Bukan memakai akun palsu/anonim layaknya netizen/blogger/kompasianer era sekarang. Banci, eh, cemen, eh. Hehehe...
Hal yang sering membuat komentatornya penasaran dan bertanya: "Ini pak Prabowo Subianto asli?" karena saking penasarannya. Jawaban yang sudah pasti dijawab "Asli".
....
Nah, dari tujuh pilar bushido (jalan ksatria) yang sepertinya ditularkan karakternya kepada seluruh kader dan simpatisannya. Karena beliau tahu, karakter ini bukan hanya baik untuk membangun kembali Indonesia--namun secara otomatis sebuah cara pembentukan karakter bangsa yang sebenarnya. Hal yang sudah dari dahulu kita ketahui, hanya terlupakan saja.
Walau pun memang, karakter ksatria yang cenderung polos, to the point, blak-blakan, bloko suto dan lurus-lurus saja kadang menjadi bulan-bulanan bagi mereka yang berkarakter terbalik. Pengecut, mencla-mencle, ingkar janji, watak "ular" atau apa pun namanya.
Namun, dalam sejarahnya--sikap ksatria ini akan selalu menang diatas cara-cara rendahan, picik dan berbagai sikap lain khas manusia yang lemah.
Padahal, bagi yang pernah belajar tasawuf tentu sudah paham juga. Nilai-nilai bushido atau ksatria ini sudah sering dibahas. Contohnya pada kitab "futtuwah" yang ditulis Ali bin Abu Thalib--salah satu khalifaur rasyidin umat Islam yang terkenal dengan kisah membatalkan membunuh lawannya karena musuhnya meludahinya. Meludah yang membelokkan niatnya dari berjuang atas nama Tuhan menjadi atas nama pribadi.
Dimana ketujuh pilar ala bushido ini juga disebutnya dalam bukunya sebagai "keperwiraan spiritual" yang jauh dari kata 'fasisme'. Kalau 'militan' memang iya. Karena militan itu kata sifat, bukan kata benda.
Karena dalam dunia tasawuf, tentara dan rakyat itu adalah satu hal yang sama. Ada saatnya mereka menjadi rakyat biasa yang hidup bertani, berdagang atau yang lainnya. Namun ada saatnya panggilan agama/negara membuat mereka mesti menjadi "tentara" pada suatu ketika. Hal ini jelas hanya bisa terbentuk jika karakter ksatria/keperwiraannya sangat tinggi.
Dan hal ini, juga identik dengan falsafah Jawa "manunggaling kawula gusti". Bersatunya raja dengan rakyat, tentara adalah rakyat. Karena menang itu fitrahnya sebuah negara/bangsa.
Kalau tidak percaya, boleh cek negara-negara tetangga. Untuk menyatukan tentara dengan rakyat atau sebaliknya, mereka mesti repot-repot menjadi mengadakan wajib militer. Sedangkan kita? Ya memang sudah dari sononya begitu.
Sekian, selamat malam dan tetap militan. MERDEKA!