Responsive Ad Slot

Latest

Sports

Gossip

Covered

Cara Menjadi Cantik

Selasa, 13 Juli 2010






“Mas thole, jangan banyak-banyak makan permen Sugus lagi!”, perintahku pada thole yang sedari tadi tampak terus mengunyah permen rasa jeruk kesukaannya itu.
“Tidak bapaaaak, cuman satu kok!”, jawab thole asal.
“Eeee, belajar bohong yah?”, kataku kesal.
“itu bungkusnya pada berserakan dilantai”, tambahku kemudian.
Thole diam saja, tahu bapaknya mulai marah.
“Mas, ingat yah! Bapak tidak suka anak bapak berbohong. Berbohong itu dosa. Sekali berbohong, butuh kebohongan berikutnya untuk menutupinya. Kalo ketahuan bohong, akan bapak cubit pantat mas kayak gini”.

Aku mempraktekan jurus cubitan pada pantat thole, tidak keras. Tapi cukup membuat thole menangis dihari minggu pagi itu.
….
“Bapak, itu apa?”, tanya thole menunjuk deretan mobil yang sedang dipoles diparkiran Mall.
“Oh itu, itu namanya salon mobil nak.”, jawabku.
“Trus yang di oles-oles di mobil itu apa bapak?”, tanyanya lagi
“Kalau itu namanya kompon mobil nak”.
“Kompon buat apa bapak?”
“itu biar mobilnya jadi cantik, mengkilat lagi”
“O.. begitu ya pak?”
“Iya, kalau tidak percaya ayo kita lihat” kataku mengakiri.

Setelah mendapatkan tempat parkir, kamipun turun dari mobil. Aku menggandeng tangan mungil thole untuk melihat dari dekat proses pemolesan body mobil ditempat jasa poles mobil yang banyak ditemui di tempat parkir mall- mall besar.

“Sudah belum bapak?”, tanya thole.
“Belum mas, itu baru meratakan olesan kompon seluruh body mobil”, jawabku.
“Nah, habis itu didiamkan sebentar biar mengering”, tambahku.
“Lama tidak bapak?”, tanya thole.
“Enggak kok, bentar lagi juga kelar”.

Tak lama kemudian tukang poles mobil itu tampak membawa alat listrik yang ada kayak piringnya dengan lapisan kain lunak. Aku nggak tahu namanya, tapi aku tahu jika alat itu mulai dikeluarkan, berarti proses polesan mobil akan segera berakhir.

“Itu diapain bapak, kok muter-muter?”, tanya thole takjub.
“Oh, itu lagi bersihin kompon yang sudah kering itu nak. Coba lihat, mobil jadi mengkilat lagi kan?” tanyaku.
“Iya bapak, mobilnya jadi cantik. Hebat”, kata thole makin kagum.
….
“Mbak, mie ayamnya satu, teh botolnya dua”, kataku ke mbak pelayan kantin di Mall itu.

Aku sudah kelaparan gara-gara nggak terasa sudah 3 jam di toko buku Gramedia dengan thole. Tak satupun buku yang aku beli, malah video edugames yang akhirnya kebeli. Lha daripada malu nungguin thole nyoba semua vcd edugames itu. Sempat tadi thole diajakin muter lihat buku, tapi tidak mau. Trus kalau ditinggal ntar anakku malah ilang lagi. Puyeng dah. Yaudah lah, sekali-kali ngalah demi cita-cita jadi bapak terbaik di dunia.

“Bapak, tante itu ngapain?” tanya thole
“O, itu lagi masang maskara, bulu mata palsu”
“Trus kalo itu ngapain?” tanyanya lagi.
“O, itu lagi dandan” jawabku menjelaskan.
“Dandan buat apa bapak?”, tanyanya lagi.
“itu biar tantenya jadi cantik mas”,
“O.. begitu ya pak?”

Perempuan yang duduk sendiri disebelah mejaku memang pantas jadi pusat perhatian thole. Gaya bajunya sangat aneh, lebih parah dari gaya semarak dangdut, warna-warni nabrak nggak karuan. Kalung manik-manik entah model gaya apa yang dia pakai. Rambut dicat bule, kontras dengan kulitnya yang gelap itu. Belum lagi alis mata nya dicukur dan diganti tatto alis model celurit orang madura yang biasa dipakai buat memanen padi. Parah.

Lebih parahnya lagi, dandannya makin menjadi-jadi gara-gara tahu aku dan thole memperhatikan gayanya yang luar biasa lebay mengayunkan kuas bedaknya. Perasaan istriku juga suka dandan, tapi nggak segitu-gitu amat deh. Bahkan seusai dandan dan merapikan beberapa alat dandannya yang berserak dimeja kantin itu, dia malah sok akrab dengan thole. Kemudian bahkan memanggilnya mendekat.

“Dedek, namanya siapa?”, tanyanya sok ramah.
Thole diam saja, tapi tetap mendekat.
“dandannya sudah tante?”, malah thole yang balik bertanya.
“sudah, emang kenapa dedek?”, tanyanya sambil senyum-senyum.
“Kok nggak jadi cantik?”, kata thole tiba-tiba.

Aku yang lagi nyedot teh botol itu mendadak jadi tersendak. Perempuan itu juga tampak mendelik marah. Thole masih menatap tajam tante itu dengan alis berkerutnya, khas gaya dia kalau lagi ingin tahu sesuatu.
….
“Knapa aku dicubit bapak?” tanyanya sambil menangis di gendonganku.
“Aku kan tidak bohong”
“Tantenya memang tidak cantik bapaaak!”, tangis thole sesegukan.

Aku diam saja, hanya terus diam sambil mengendong thole sambil berjalan menuju parkiran mobil kami. Aku nggak ngerti mesti menjawab apa. Tidak mungkin aku menjelaskan kalau kadangkala kebenaran itu tidak mesti diungkapkan. Nanti dikira tidak konsisten lagi.

Biarlah bapaknya yang baik ini dimaki-maki perempuan itu gara-gara pertanyaan thole. Toh aku nggak kenal ini. Malas nanggapin ocehannya, apalagi sampai aku KO di kantin itu. Mending aku pulang saja.

Capek.

[Bekasi, 20 Maret 2010]

Diposting juga di KOMPASIANA

Tidak ada komentar

Don't Miss