Lebih dari Setengah Eksekutif APAC Mengharapkan Organisasi Mereka untuk Menjalani Transformasi Digital yang Luas Dalam Waktu 2 Tahun Kedepan |
INDONESIA – 9
Desember 2016 – Berdasarkan laporan baru berjudul “How to Win
at Digital Transformation: Insights from a Global Survey of Top Executives”
dari Forbes Insights bersama dengan Hitachi Data Systems (HDS), anak perusahaan
yang dimiliki sepenuhnya oleh Hitachi Ltd. (TSE:6501), perusahaan-perusahaan di
Asia Pasifik lebih baik dari sebelumnya dalam hal implementasi proyek-proyek
digital.
Di antara perusahan-perusahan yang ditinjau, 55% dari responden APAC
mengharapkan organisasinya menjalani transformasi digital yang luas dalam waktu
dua tahun kedepan, 6% lebih tinggi dari rata-rata global sebesar 49%.
Studi global – berdasarkan
sebuah survei pada 573 eksekutif senior di seluruh dunia, di mana 34% berasal
dari Asia Pasifik, serta percakapan satu persatu dengan para eksekutif
tertinggi – menyatakan bahwa, terlepas dari industri atau lokasinya,
perusahaan-perusahaan menghadapi tekanan yang terus meningkat untuk melakukan
transformasi demi memenuhi tuntutan pasar.
“Transformasi digital saat ini merupakan
esensi bagi korporasi untuk dapat bertahan,” kata Bruce Rogers, Chief
Insights Officer dari Forbes Media. “Dan ini lebih tentang individu dan budaya
– tentang manajemen perubahan – disertai dengan investasi dalam bidang teknologi.”
“Inti dari transformasi adalah data. Baik
kreator dan akselerator terbukti menjadi currency of IT organizations. Tanpa
pemanfaatan potensi dari data, sebuah organisasi gagal dalam transformasinya
sendiri,” kata Mark Ablett, General Manager and Senior Vice President
dari Hitachi Data Systems Asia Pasifik. “Hitachi Data Systems menjadi pusat
dari transformasi pelanggan dan merupakan pemimpin dalam strategi data,
menciptakan kesempatan bagi organisasi untuk mengatur, mengendalikan,
memobilisasi, mempelajari dan mentransformasi wawasan menjadi aksi bisnis.”
Riset menunjukkan bahwa
tingkat kematangan digital perusahaan-perusahaan APAC berada jauh di atas lawannya
di tingkat global, dengan transisi menuju kematangan digital yang merujuk pada
5 langkah utama:
·
Membuat
transformasi menjadi prioritas strategi utama:
Survei Forbes Insights-Hitachi memberikan konfirmasi bahwa transformasi digital
merupakan prioritas strategi utama di wilayah tersebut (60% versus 50% secara
global). Penekanan strategis pada tranformasi digital diperkuat oleh fokus dari
para eksekutif terhadap investasi. Investasi pada teknologi baru untuk memampukan
terjadinya digitalisasi berada pada prioritas investasi bersama yang utama bagi
para responden APAC dalam waktu 2 tahun ke depan (65%), bersama dengan kapabilitas
data dan analitik yang meningkat (65%).
·
Hasil
akhir dari bisnis perlu untuk menggerakkan transformasi digital (DX):
Model usaha yang baru dan kompetitor industri menjadi penggerak utama untuk DX
(keduanya berada pada 42%), diikuti dengan teknologi baru (38%) dan ekspektasi
pelanggan (33%). Kemampuan untuk melakukan inovasi merupakan tolak ukur teratas
dari kesuksesan DX, dipilih oleh 57% responden APAC dan lebih tinggi dari
rata-rata global sebesar 46%. Hal ini diikuti oleh pertumbuhan pendapatan atau margin
(54% di APAC versus 46% secara global) dan penurunan biaya (49% di APAC versus
43% secara global).
Pada waktu yang bersamaan,
terdapat isu-isu yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh
perusahaan-perusahaan:
·
Potensi
yang belum dimanfaatkan dari data dan analitik:
Ketika kurang dari separuh perusahaan-perusahaan APAC (45%) melihat dirinya
sebagai perusahaan terdepan atau pemimpin dalam data dan analitik, mayoritas
(95%) sudah melihat kenaikan pendapatan akibat penggunaan data dan analitik.
APAC, sekali lagi, lebih maju dari yang lainnya – 39% dari responden sudah
melihat kenaikan sebesar lebih dari 5% pada pendapatan berkat data analitik,
dibandingkan dengan 31% secara global. Hanya 5% dari responden di wilayah
tersebut yang belum melihat dampak tersebut atau belum yakin akan efeknya.
Penemuan ini mengindikasikan potensi yang amat jelas yang diberikan data analitik
kepada usaha pada tahun 2017.
·
Pendekatan
pada tingkat perusahaan mengenai DX perlu untuk diadopsi: Para
tim lintas fungsi sementara ini tidak
cukup terlibat dalam mengembangkan (40%) atau mengimplementasikan (juga 40%)
strategi; sebagian besar dari pekerjaan ini diselesaikan oleh IT (57% dan 59%
secara berurutan). Di dalam APAC, 55 % responden yakin bahwa IT sudah siap
sepenuhnya untuk transformasi digital, sedangkan hanya 42% berpikir bahwa
fungsi-fungsi bisnis lainnya akan siap sepenuhnya.
·
Perusahaan-perusahaan
harus belajar bagaimana menggabungkan teknologi dengan sumber daya manusia: Teknologi
sudah menjadi fokus utama dari strategi DX sejak lama. Akan tetapi, sebagaimana
ditekankan penelitian tersebut, manusia juga memiliki peran besar di dalam
wilayah APAC. Teknologi dilihat sebagai satu dari tiga tantangan utama (26%)
dan kontributor utama transformasi digital (54%) yang berhasil di wilayah Asia
Pasifik. Hampir separuh (42%) dari responden merasa eksekutif tingkat atas
merupakan kontributor teratas nomor dua dari kesuksesan DX (dibandingkan hanya
29% secara global). Demikian pula, ‘kekurangan bakat’ dinilai menjadi tantangan
utama dalam implementasi DX oleh beberapa responden APAC (29%).
Perusahaan-perusahaan yang ingin sukses harus mengerti peran dari bakat dan
kemampuan dalam bidang baru ini dan harus memastikan bahwa mereka memiliki
orang yang tepat untuk pekerjaan tersebut.
Penemuan-penemuan tersebut
juga mengacu pada peningkatan kesadaran mengenai cloud dan internet of things (IoT) pada wilayah tersebut. Ketika ditanya mengenai fokus teknologi
untuk transformasi digital, 64% dari responden di APAC memilih cloud sebagai prioritas (sama seperti
rata-rata global), sedangkan 41% memilih IoT, yang jumlahnya 10% lebih besar
daripada rata-rata global, sehingga IoT menjadi fokus terpenting nomor dua bagi
para responden APAC. Lebih daripada itu, ketika ditanya mengenai
prioritas-prioritas investasi yang utama, 45% dari para responden APAC memilih
teknologi IoT, dibandingkan rata-rata global sebesar 38%.
Tentang Riset Ini
Penemuan-penemuan dalam laporan ini dibuat berdasarkan respon dari
573 Eksekutif Kelas-C dari Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa dan Asia
Pasifik. Para eksekutif tersebut mewakili perusahaan-perusahaan dengan
pendapatan di atas 500 juta dolar Amerika, dengan 62% perusahaan tersebut memiliki
pendapatan lebih dari 1 miliar dolar Amerika, dan 19% dengan pendapatan 10
miliar dolar Amerika atau lebih. Mayoritas responden merupakan Chief Executive Officers (CEO) (23%), Chief Technology Officers (20%), Chief Information Officers (15%) dan Chief Financial Officers (7%), dan
semuanya terlibat dalam perencanaan atau implementasi transformasi digital
dalam organisasi mereka. Para responden mewakili industri dengan lingkup yang
luas, termasuk teknologi dan jasa (20%), telekomunikasi (10%), jasa finansial
(14%), dan kesehatan (10%).
Laporan tersebut juga mencakup penelitian ekonometrik, yang dilakukan
oleh Departement of Business Technology, University of Miami, bekerjasama
dengan Forbes Insights. Riset ini meneliti hubungan antara peningkatan
pengeluaran untuk teknologi selama kemunduran yang terjadi pada tahun 2007
hingga 2009 dan peningkatan dari tingkat pertumbuhan majemuk tahunan selama
pemulihan ekonomi (2010 hingga 2015). Hal tersebut didasari oleh analisis
terhadap 99 perusahaan terbesar di dunia. Di dalam APAC, perusahaan-perusahaan
yang memprioritaskan pengeluaran untuk teknologi selama kemunduran tersebut
mengalami peningkatan pertumbuhan pendapatan sebesar 86% selama pemulihan, yang
lebih tinggi secara signifikan daripada rata-rata global sebesar 61%.
Tentang Forbes Insight
Forbes Insights merupakan penelitian strategis dan praktik dari thought leadership milik Forbes Media,
sebuah perusahaan global di bidang media, branding, dan teknologi dengan jumlah platform
yang menjangkau hampir 75 miliar pengambil keputusan bisnis di seluruh dunia
secara bulanan. Dengan memanfaatkan database milik eksekutif tingkat
senior di komunitas Forbes, Forbes Insights melakukan penelitian terhadap
berbagai macam topik untuk memposisikan brand
sebagai thought leaders dan mendorong
keterlibatan para pemangku kepentingan. Penemuan-penemuan dalam riset disampaikan
melalui bermacam-macam wujud digital, print, dan live, dan diperkuat di platform sosial dan media milik
Forbes.
Editor: Hazmi Srondol
Tidak ada komentar
Posting Komentar