Entah beberapa kali jari-jari ini mengetuk-ngetuk meja makan. Ketukan pelan yang tetap membuat anakku menatapku dengan wajah keheranan.
“Sebentar lagi nasi gorengnya matang kok, pak” katanya.
Aku menatap anak tertua yang sepertinya sedang mencoba menebak isi otakku. Aku tersenyum tipis saja sambil menatap matanya yang masih dikelilingi kerutan di alisnya, kerutan tanda tanya.
“Tolong masukin kecapnya, mbok. Nasi, rolade dan sosis sudah kupotong. Sekalian saja” kata istriku sedikit berteriak.
Teriakan kecil yang mau tidak mau membuatku menoleh ke sumber suara. Tampaknya istriku sudah memberikan estafet urusan dapur ke simbok. Tampak tangannya mampir sebentar ke kain serbet yang tergantung di salah satu sisi dinding dapur.
“Menyerah kan, pak? Memang tidak ada kecap di masakan Padang” katanya sambil tersenyum mendekat.
Aku memalingkan muka. Menatap kosong meja makan sambil menghirup nafas dalam-dalam.
Ya, sudah lebih dari tiga minggu ini aku didera rasa penasaran tingkat tinggi. Penasaran karena ada sebuah komentar di salah satu tulisanku tentang hadirnya kecap. Dalam komentarnya, memang hampir semua rumah keluarga di Indonesia terdapat kecap manis—kecuali di Padang.
Aku sempat ragu-ragu, harap maklum—perasaan aku pernah melihat beberapa stand masakan Padang di Festival Jajanan Bango 2013 di Malang sekitar satu bulan yang lalu. Cuma ya begitu deh, perasaan saja. Karena waktu itu kami datang terlambat. Hari sudah malam dan hujan deras mengguyur kota Malang yang membuat kami sekeluarga tidak bebas bergerak berpindah stand.
Ditambah nafsu makan yang mendadak terbang tinggi hingga waktu berkeliling terkuras habis untuk mencicipi makanan di acara tersebut.
Rasa penasaran itu pun berlanjut. Entah aku yang kurang teliti atau memang benar-benar tidak ada, acara serupa di Semarang pun aku tidak menemukan stand masakan Padang. Dengan langkah gontai aku kembali ke Jakarta dengan kesimpulan sementara. Perasaan melihat stand masakan Padang tersebut hanyalah sekedar dejavu. Arrhg!
......
“Tidak, Ndol…! Tidak ada masakan Padang yang memakai kecap” kata Atuk tegas di telefon.
“Tapi kata uda teman kantor saya ini, ada mie tahu dan pical yang memakai kecap” jelasku.
“Kalau itu bukan masakan Padang, Ndol. Itu masakan luar Padang yang masuk ke Minang. Bukan masakan utama” jelasnya lagi
“Tapi, …” kataku terputus.
Kawan di kantorku yang asli Payakumbuh--Padang itu tampak tertawa saja melihatku menelefon. Aku yang sempat kegirangan setelah di Jakarta, aku medapatkan bukti bahwa ada masakan Padang di hajatan FJB2013 seri terakhir di Plaza Barat Senayan tersebut mendadak lemas kembali.
Padahal, video penemuan soto dan sate Padang yang memakai kecap itu sudah terlanjur terunggah ke youtube seperti kebiasaanku sebelumnya. Namun bagi orang Padang asli, video itu belum bisa dijadikan pembuktian bahwa masakan Padang memakai kecap.
Ya sudahlah, aku menyerah kalah. Aku harus menerima kenyataan bahwa ungkapan dari (sebagian) orang Minang bahwa memakai kecap adalah ‘pengkhianatan’ terhadap masakan Padang.
“Ada kok, Om. Ayam manis Padang juga pakai kecap. Cuma kecapnya dikit dan tidak sekental semur Jawa” kata mbak Winda menghiburku di waktu yang lain.
Hiburan yang sedikit mengusir rasa galau di hati. Sedikiiit…
…….
“Lalu, kenapa ibuk membuat mau makan yang ada kecapnya, buk?” tanyaku serius.
Istriku tampak terkekeh kecil. Wajahnya sedikit memerah dan menatap mataku sambil berkata, “karena cinta, pak”
Eaaa! Kalau bukan istri sendiri yang mengucapkan—sudah kuanggap rayuan gombal kalimat itu. Hehehe…
“Sudah matang nasi gorengnya, bu” kata Simbok yang mendadak hadir didekat kami yang lagi mendadak romantis ini.
Kedua anakku tampak berebut nasi goeng yang masih terlihat kepulan uap panasnya itu. Istriku tampak sedikit mendelik agar anak-anak bersabar menunggu nasi gorengnya menjadi dingin. Namun seperti biasa, sepertinya anak-anak tidak terlalu memperdulikan pelototan ibuknya dan memilih mengambil sesendok nasi lalu ditiup-tiupkannya sendiri agar cepat dingin.
Tak beberapa lama nasi itu masuk ke dalam mulut anak-anak, mendadak mereka meminta air sejuk. Ya, entah dari mana awalnya, anak-anak kami ini menyebut air dingin dari kulkas itu ‘air sejuk’. Sebutan yang mendadak malah menjadi bahasa kalbu kami sekeluarga sendiri ini.
“Ah masa pedas sih, mas. Panas kali…” kata istriku.
“Tidak kok, buk. Memang pedas nasi gorengnya” jelas anakku sambil terengah-engah kepedasan.
“Emang simbok kasih sambal nasi gorengnya?” tanya istriku menyelidik kearah simbok.
“Mboten, bu. Serius” jawab Simbok—sang assisten istri itu sungguh-sungguh.
Istriku mendadak segera mengambil sesendok nasi goreng di piring anakku. Tampak wajah penuh curiga dan penasaran tingkat akut terlihat. Mungkin dibenaknya terbayang simbok salah memasukan bumbu atau jangan-jangan wajan penggorengan terdapat bumbu pedas yang menempel di pori-pori wajan. Mungkiiin loh yaaa….
Hap. Nasi goreng itu tampak lambat-lambat dikunyahnya. Mendadak, wajahnya berubah bersinar. Matanya sedikit membesar, hampir terbelalak.
“Wah, enak sekali nasi gorengnya, pak. Mantab pedasnya!”
Hah! Pedas?
Entah komando dari mana, kami berdua langsung beranjak dari kursi dan setengah berlari menuju dapur. Istriku langsung mengambil bungkus kecap yang tidak sengaja dipakai Simbok. Kecap yang hampir kami lupakan. Kecap sachet ukuran 60 ml hasil oleh-oleh souvenir acara festival jajanan tersebut ternyata…
KECAP PEDAS!
“Pak, kayaknya kecap (pedas) bakal masuk ke setiap rumah orang Padang deh” katanya menyeletuk sambil tersenyum lebar.
AHA!
[Hazmi Srondol]
VIDEO:
[embed]https://www.youtube.com/watch?v=Qy0tvPn-BC8[/embed]
“Sebentar lagi nasi gorengnya matang kok, pak” katanya.
Aku menatap anak tertua yang sepertinya sedang mencoba menebak isi otakku. Aku tersenyum tipis saja sambil menatap matanya yang masih dikelilingi kerutan di alisnya, kerutan tanda tanya.
“Tolong masukin kecapnya, mbok. Nasi, rolade dan sosis sudah kupotong. Sekalian saja” kata istriku sedikit berteriak.
Teriakan kecil yang mau tidak mau membuatku menoleh ke sumber suara. Tampaknya istriku sudah memberikan estafet urusan dapur ke simbok. Tampak tangannya mampir sebentar ke kain serbet yang tergantung di salah satu sisi dinding dapur.
“Menyerah kan, pak? Memang tidak ada kecap di masakan Padang” katanya sambil tersenyum mendekat.
Aku memalingkan muka. Menatap kosong meja makan sambil menghirup nafas dalam-dalam.
Ya, sudah lebih dari tiga minggu ini aku didera rasa penasaran tingkat tinggi. Penasaran karena ada sebuah komentar di salah satu tulisanku tentang hadirnya kecap. Dalam komentarnya, memang hampir semua rumah keluarga di Indonesia terdapat kecap manis—kecuali di Padang.
Aku sempat ragu-ragu, harap maklum—perasaan aku pernah melihat beberapa stand masakan Padang di Festival Jajanan Bango 2013 di Malang sekitar satu bulan yang lalu. Cuma ya begitu deh, perasaan saja. Karena waktu itu kami datang terlambat. Hari sudah malam dan hujan deras mengguyur kota Malang yang membuat kami sekeluarga tidak bebas bergerak berpindah stand.
Ditambah nafsu makan yang mendadak terbang tinggi hingga waktu berkeliling terkuras habis untuk mencicipi makanan di acara tersebut.
Rasa penasaran itu pun berlanjut. Entah aku yang kurang teliti atau memang benar-benar tidak ada, acara serupa di Semarang pun aku tidak menemukan stand masakan Padang. Dengan langkah gontai aku kembali ke Jakarta dengan kesimpulan sementara. Perasaan melihat stand masakan Padang tersebut hanyalah sekedar dejavu. Arrhg!
......
“Tidak, Ndol…! Tidak ada masakan Padang yang memakai kecap” kata Atuk tegas di telefon.
“Tapi kata uda teman kantor saya ini, ada mie tahu dan pical yang memakai kecap” jelasku.
“Kalau itu bukan masakan Padang, Ndol. Itu masakan luar Padang yang masuk ke Minang. Bukan masakan utama” jelasnya lagi
“Tapi, …” kataku terputus.
Kawan di kantorku yang asli Payakumbuh--Padang itu tampak tertawa saja melihatku menelefon. Aku yang sempat kegirangan setelah di Jakarta, aku medapatkan bukti bahwa ada masakan Padang di hajatan FJB2013 seri terakhir di Plaza Barat Senayan tersebut mendadak lemas kembali.
Padahal, video penemuan soto dan sate Padang yang memakai kecap itu sudah terlanjur terunggah ke youtube seperti kebiasaanku sebelumnya. Namun bagi orang Padang asli, video itu belum bisa dijadikan pembuktian bahwa masakan Padang memakai kecap.
Ya sudahlah, aku menyerah kalah. Aku harus menerima kenyataan bahwa ungkapan dari (sebagian) orang Minang bahwa memakai kecap adalah ‘pengkhianatan’ terhadap masakan Padang.
“Ada kok, Om. Ayam manis Padang juga pakai kecap. Cuma kecapnya dikit dan tidak sekental semur Jawa” kata mbak Winda menghiburku di waktu yang lain.
Hiburan yang sedikit mengusir rasa galau di hati. Sedikiiit…
…….
“Lalu, kenapa ibuk membuat mau makan yang ada kecapnya, buk?” tanyaku serius.
Istriku tampak terkekeh kecil. Wajahnya sedikit memerah dan menatap mataku sambil berkata, “karena cinta, pak”
Eaaa! Kalau bukan istri sendiri yang mengucapkan—sudah kuanggap rayuan gombal kalimat itu. Hehehe…
“Sudah matang nasi gorengnya, bu” kata Simbok yang mendadak hadir didekat kami yang lagi mendadak romantis ini.
Kedua anakku tampak berebut nasi goeng yang masih terlihat kepulan uap panasnya itu. Istriku tampak sedikit mendelik agar anak-anak bersabar menunggu nasi gorengnya menjadi dingin. Namun seperti biasa, sepertinya anak-anak tidak terlalu memperdulikan pelototan ibuknya dan memilih mengambil sesendok nasi lalu ditiup-tiupkannya sendiri agar cepat dingin.
Tak beberapa lama nasi itu masuk ke dalam mulut anak-anak, mendadak mereka meminta air sejuk. Ya, entah dari mana awalnya, anak-anak kami ini menyebut air dingin dari kulkas itu ‘air sejuk’. Sebutan yang mendadak malah menjadi bahasa kalbu kami sekeluarga sendiri ini.
“Ah masa pedas sih, mas. Panas kali…” kata istriku.
“Tidak kok, buk. Memang pedas nasi gorengnya” jelas anakku sambil terengah-engah kepedasan.
“Emang simbok kasih sambal nasi gorengnya?” tanya istriku menyelidik kearah simbok.
“Mboten, bu. Serius” jawab Simbok—sang assisten istri itu sungguh-sungguh.
Istriku mendadak segera mengambil sesendok nasi goreng di piring anakku. Tampak wajah penuh curiga dan penasaran tingkat akut terlihat. Mungkin dibenaknya terbayang simbok salah memasukan bumbu atau jangan-jangan wajan penggorengan terdapat bumbu pedas yang menempel di pori-pori wajan. Mungkiiin loh yaaa….
Hap. Nasi goreng itu tampak lambat-lambat dikunyahnya. Mendadak, wajahnya berubah bersinar. Matanya sedikit membesar, hampir terbelalak.
“Wah, enak sekali nasi gorengnya, pak. Mantab pedasnya!”
Hah! Pedas?
Kecap Manis Pedas Gurih - Bango
Entah komando dari mana, kami berdua langsung beranjak dari kursi dan setengah berlari menuju dapur. Istriku langsung mengambil bungkus kecap yang tidak sengaja dipakai Simbok. Kecap yang hampir kami lupakan. Kecap sachet ukuran 60 ml hasil oleh-oleh souvenir acara festival jajanan tersebut ternyata…
KECAP PEDAS!
“Pak, kayaknya kecap (pedas) bakal masuk ke setiap rumah orang Padang deh” katanya menyeletuk sambil tersenyum lebar.
AHA!
[Hazmi Srondol]
VIDEO:
[embed]https://www.youtube.com/watch?v=Qy0tvPn-BC8[/embed]