Pagi itu di lapangan Nusantara Polo Club, Bogor--akhirnya saya bisa bertemu lagi dengan mas Danang W Sulistya, ST yang mempunyai nama alias Danang Dancel di Facebook ini.
Pertemuan ini memang sangat saya tunggu-tunggu mengingat ada beberapa kejadian yang mengejutkan, membuat penasaran sekaligus kemunculan pengharapan yang begitu besar untuk atmosfir politik negeri dari tempat mas Danang tinggal terakhir ini.
Ya, beliau (ehm) yang merupakan pengurus teras DPP Partai Gerindra ini saya dengar kabarnya maju menjadi Wakil Bupati di Kabupaten Sleman. Sebuah kabupaten dengan luas hampir sama dengan Provinsi DKI Jakarta.
Serta bagi penikmat cerita konspirasi--kabupaten ini diduga adalah kota dimana Nabi Sulaiman tinggal. Bahkan mengangap yang disebut "tanah yang dijanjikan" adalah daerah ini, bukan yang di Palestina sana. Beberapa kaitannya adalah nama Kabupaten ini yang sebelum digubah Belanda tahun 1916, daerah ini bernama : Kota SULAIMAN.
Kemudian, beberapa berita dari media lokal Yogyakarta atau Kabupaten Sleman telah mengangkat tajuk berita perihal ini. Bahkan sudah beberapa link berita online juga tampak serupa menghiasai tampilan laman depan akun facebooknya.
Sebuah keberanian yang luar biasa untuk orang-orang berusia muda seperti mas Danang ini.
Secara latar belakang pendidikan, pengalamannya berorganinasi baik di perusahaan ia berkerja maupun partai yang diurusnya serta sopan santunnya dalam bergaul tidak saya sangsikan. Banyaklah bukti yang tak mungkin saya tulis satu persatu disini.
Hanya saja, saya mendadak teringat seloroh bercanda dari Prabowo Subianto perihal minimnya kader partainya yang maju langsung dalam Pilkada serentak 2015 ini. Partai Gerindra lebih banyak menjadi partai pengusung/pendorong dari calon non internal partai.
"Apa karena ada isyu biaya Pilkada kelas kabupaten sekitar 20 Milyar, ya? Sedangkan kalian saya lihat ndak ada yang bertampang 20 Milyar? Jadi kalian takut maju?" kata Prabowo yang disambut gelak tawa ribuan kader yang mengikuti acara tersebut.
Ya, walau saya tahu itu hanya sebuah joke, namun tetap saja iseng saya tanyakan langsung ke mas Danang.
"Anu, njenengan punya duit 20 milyar, po?" tanyaku dengan penuh keseriusan.
"Ndaklah, mas Ndol..." jawabnya sambil tertawa.
"Lah, ndak punya kok berani maju?" tanyaku mengejar. Maklum penasaran.
"Saya menjalankan amanat dari bapak (Prabowo) untuk memajukan Sleman, mas" jawabnya memulai pembicaraan.
Dari jawaban awal itulah, akhirnya terceritakan asal muasal prosesnya maju ke Pilkada Sleman ini. Dari ketua DPC Gerindra Sleman yang sudah menjadi anggota legislatif sehingga tidak ada lagi tokoh lokal Gerindra di Sleman yang berminat maju Pilkada hingga pertemuan-pertemuan para petinggi partai lain yang ternyata sangat mendukung tampilnya sosok muda yang kompeten ini untuk tampil.
"Apa gara-gara pernah jadi pemain PSS Sleman juga menjadi penyebab dukungan ini, mas?" tanyaku lagi bercanda.
"Hahaha, itu bonus mas. Gak salah, tho, eks pemain PSS Sleman maju pilkada?" jelasnya.
Iya, deh. Kataku dalam hati sambil mendadak teringat tragedi "sepakbola gajah" antara timnya dan tim asal kampung halamaku--PSIS Semarang. Semoga dibawah kepemimpinannya, tidak ada lagi kejadian yang sama-sama memalukan bagi kedua kota ini. Baik Sleman atau Semarang. Hihihi...
Nah, paling diskusi paling menarik ketika makin terperinci tentang koalisi lokal dalam pilkada tersebut.
Ternyata, pasangan mas Danang ini adalah DR. Hj. Yuni Satia Rahayu atau akrab dipanggil "bu Yuni". Bu Yuni sendiri merupakan Wakil Bupati Sleman yang sudah resmi mengundurkan diri untuk maju dalam Pilkada serentak di Sleman ini. Dan bu Yuni sendiri adalah, hmm, ya beliau dari PDI-P...!
Kaget?
Jangan, jangan kaget dulu. Ada yang lebih seru. Pasangan Bupati dan Wakil Bupati dari PDI-P dan Gerindra ini, ternyata juga mendapat dukungan penuh dari partai islam. Partai PKS.
Padahal, yah. Di Ibukota Jakarta dan socmed nasional ketiga partai ini dianggap "kompor" panas dan mendidihnya iklim politik di Indonesia.
"Wah, ya beda mas di daerah ama di pusat. Bergabungnya PDI-P dan Gerindra sebagai dua partai terbesar di Sleman malah disambut hangat dan simpatik oleh warga. Ditambah hadirnya PKS dalam koalisi ini, banyak masyarakat Sleman berharap (pasangan) kita ini menjadi titik awal dari adem-nya (cooling down) tensi politik di Indonesia".
"Bagaimana program-nya, mas? Ada benturan-kah?" Tanyaku makin penasaran.
"Oh tidak, mas. 6 Program Aksi Gerindra dan Nawacita PDI-P itu pada dasaranya banyak kemiripan prinsip. Tinggal pelaksanannya, saja. Kita temukan persamaannya dan untuk perbedaan yang sedikit itu tidak usah dikedepankan. Niat kita sama, mas. Membangun Sleman dengan pencapaian besar yang seharusnya. Bukan asal cari aman saja jadi pemimpin. Tetapi memaksimalkan..!"
"Bapak (Prabowo) dan mbak Mega gimana mas?" tanyaku lagi menelisik.
"Loh, kami sama-sama dipilih oleh ketua partai, mas. Saya ama bapak dan bu Yuni oleh mbak Mega. Bapak dan mbak Mega sama-sama nggak masalah kok kami maju. Bahkan bapak bilang: 'asalkan untuk kemajuan bangsa, saya dukung'. Tuh, mas. Paham, tho?"
"Oh iya, ya. Semangat banget jawabnya, mas. Masa kampanye belum mulai, loh" sindirku menggoda.
Kami pun tertawa.
Memang atmosfir politik pusat dan daerah ternyata berbeda. Saya juga harus jujur mengakui adanya perbedaan ini. Memang sudah rejeki saya kenal dan bertemu kembali dengan mas Danang ini. Saya seperti sedang diajari, eh, diingatkan bahwa diatas tampilan politik media yang lebih banyak menyorot Pusat dan Jakarta yang penuh gesekan, di daerah lain di Indonesia--lebih banyak harmoni-harmoni indah tentang beberapa tokoh lokal yang masih tulus berjuang untuk kemajuan daerahnya.
Lalu sebelum mas Danang pamit untuk mengurus hal lainnya di acara 17-an, sempat saya iseng bertanya: "Mas, kok fotonya mirip MEGA-PRO pas jaman Pilpres 2009, yah? Mas Danang ada 'bau-bau" bapak dan bu Yuni--Masya Allah, mirip banget Mbak Mega"
"Ho-oh, banyak yang bilang begitu, mas"
Hahaha...
[Hazmi Srondol]
Pertemuan ini memang sangat saya tunggu-tunggu mengingat ada beberapa kejadian yang mengejutkan, membuat penasaran sekaligus kemunculan pengharapan yang begitu besar untuk atmosfir politik negeri dari tempat mas Danang tinggal terakhir ini.
Ya, beliau (ehm) yang merupakan pengurus teras DPP Partai Gerindra ini saya dengar kabarnya maju menjadi Wakil Bupati di Kabupaten Sleman. Sebuah kabupaten dengan luas hampir sama dengan Provinsi DKI Jakarta.
Serta bagi penikmat cerita konspirasi--kabupaten ini diduga adalah kota dimana Nabi Sulaiman tinggal. Bahkan mengangap yang disebut "tanah yang dijanjikan" adalah daerah ini, bukan yang di Palestina sana. Beberapa kaitannya adalah nama Kabupaten ini yang sebelum digubah Belanda tahun 1916, daerah ini bernama : Kota SULAIMAN.
Kemudian, beberapa berita dari media lokal Yogyakarta atau Kabupaten Sleman telah mengangkat tajuk berita perihal ini. Bahkan sudah beberapa link berita online juga tampak serupa menghiasai tampilan laman depan akun facebooknya.
Sebuah keberanian yang luar biasa untuk orang-orang berusia muda seperti mas Danang ini.
Secara latar belakang pendidikan, pengalamannya berorganinasi baik di perusahaan ia berkerja maupun partai yang diurusnya serta sopan santunnya dalam bergaul tidak saya sangsikan. Banyaklah bukti yang tak mungkin saya tulis satu persatu disini.
Hanya saja, saya mendadak teringat seloroh bercanda dari Prabowo Subianto perihal minimnya kader partainya yang maju langsung dalam Pilkada serentak 2015 ini. Partai Gerindra lebih banyak menjadi partai pengusung/pendorong dari calon non internal partai.
"Apa karena ada isyu biaya Pilkada kelas kabupaten sekitar 20 Milyar, ya? Sedangkan kalian saya lihat ndak ada yang bertampang 20 Milyar? Jadi kalian takut maju?" kata Prabowo yang disambut gelak tawa ribuan kader yang mengikuti acara tersebut.
Ya, walau saya tahu itu hanya sebuah joke, namun tetap saja iseng saya tanyakan langsung ke mas Danang.
"Anu, njenengan punya duit 20 milyar, po?" tanyaku dengan penuh keseriusan.
"Ndaklah, mas Ndol..." jawabnya sambil tertawa.
"Lah, ndak punya kok berani maju?" tanyaku mengejar. Maklum penasaran.
"Saya menjalankan amanat dari bapak (Prabowo) untuk memajukan Sleman, mas" jawabnya memulai pembicaraan.
Dari jawaban awal itulah, akhirnya terceritakan asal muasal prosesnya maju ke Pilkada Sleman ini. Dari ketua DPC Gerindra Sleman yang sudah menjadi anggota legislatif sehingga tidak ada lagi tokoh lokal Gerindra di Sleman yang berminat maju Pilkada hingga pertemuan-pertemuan para petinggi partai lain yang ternyata sangat mendukung tampilnya sosok muda yang kompeten ini untuk tampil.
"Apa gara-gara pernah jadi pemain PSS Sleman juga menjadi penyebab dukungan ini, mas?" tanyaku lagi bercanda.
"Hahaha, itu bonus mas. Gak salah, tho, eks pemain PSS Sleman maju pilkada?" jelasnya.
Iya, deh. Kataku dalam hati sambil mendadak teringat tragedi "sepakbola gajah" antara timnya dan tim asal kampung halamaku--PSIS Semarang. Semoga dibawah kepemimpinannya, tidak ada lagi kejadian yang sama-sama memalukan bagi kedua kota ini. Baik Sleman atau Semarang. Hihihi...
Nah, paling diskusi paling menarik ketika makin terperinci tentang koalisi lokal dalam pilkada tersebut.
Ternyata, pasangan mas Danang ini adalah DR. Hj. Yuni Satia Rahayu atau akrab dipanggil "bu Yuni". Bu Yuni sendiri merupakan Wakil Bupati Sleman yang sudah resmi mengundurkan diri untuk maju dalam Pilkada serentak di Sleman ini. Dan bu Yuni sendiri adalah, hmm, ya beliau dari PDI-P...!
Kaget?
Jangan, jangan kaget dulu. Ada yang lebih seru. Pasangan Bupati dan Wakil Bupati dari PDI-P dan Gerindra ini, ternyata juga mendapat dukungan penuh dari partai islam. Partai PKS.
Padahal, yah. Di Ibukota Jakarta dan socmed nasional ketiga partai ini dianggap "kompor" panas dan mendidihnya iklim politik di Indonesia.
"Wah, ya beda mas di daerah ama di pusat. Bergabungnya PDI-P dan Gerindra sebagai dua partai terbesar di Sleman malah disambut hangat dan simpatik oleh warga. Ditambah hadirnya PKS dalam koalisi ini, banyak masyarakat Sleman berharap (pasangan) kita ini menjadi titik awal dari adem-nya (cooling down) tensi politik di Indonesia".
"Bagaimana program-nya, mas? Ada benturan-kah?" Tanyaku makin penasaran.
"Oh tidak, mas. 6 Program Aksi Gerindra dan Nawacita PDI-P itu pada dasaranya banyak kemiripan prinsip. Tinggal pelaksanannya, saja. Kita temukan persamaannya dan untuk perbedaan yang sedikit itu tidak usah dikedepankan. Niat kita sama, mas. Membangun Sleman dengan pencapaian besar yang seharusnya. Bukan asal cari aman saja jadi pemimpin. Tetapi memaksimalkan..!"
"Bapak (Prabowo) dan mbak Mega gimana mas?" tanyaku lagi menelisik.
"Loh, kami sama-sama dipilih oleh ketua partai, mas. Saya ama bapak dan bu Yuni oleh mbak Mega. Bapak dan mbak Mega sama-sama nggak masalah kok kami maju. Bahkan bapak bilang: 'asalkan untuk kemajuan bangsa, saya dukung'. Tuh, mas. Paham, tho?"
"Oh iya, ya. Semangat banget jawabnya, mas. Masa kampanye belum mulai, loh" sindirku menggoda.
Kami pun tertawa.
Memang atmosfir politik pusat dan daerah ternyata berbeda. Saya juga harus jujur mengakui adanya perbedaan ini. Memang sudah rejeki saya kenal dan bertemu kembali dengan mas Danang ini. Saya seperti sedang diajari, eh, diingatkan bahwa diatas tampilan politik media yang lebih banyak menyorot Pusat dan Jakarta yang penuh gesekan, di daerah lain di Indonesia--lebih banyak harmoni-harmoni indah tentang beberapa tokoh lokal yang masih tulus berjuang untuk kemajuan daerahnya.
Lalu sebelum mas Danang pamit untuk mengurus hal lainnya di acara 17-an, sempat saya iseng bertanya: "Mas, kok fotonya mirip MEGA-PRO pas jaman Pilpres 2009, yah? Mas Danang ada 'bau-bau" bapak dan bu Yuni--Masya Allah, mirip banget Mbak Mega"
"Ho-oh, banyak yang bilang begitu, mas"
Hahaha...
[Hazmi Srondol]