Usai ulang tahun Partai Gerindra ke-7 beberapa minggu yang lalu, saya duduk di karpet gedung/tenda serbaguna yang dipakai untuk sholat Jumat berjamaah sekaligus tumpengan sederhana sebagai puncak acara Milad Partai.
“Mas Ndol, kayaknya kita ganti nama bapak (Prabowo) jadi Sunan, Resi, Bikshu atau apa, kek!” kata salah seorang staff terdekat Prabowo dengan bersungut-sungut dan sesekali memperbaiki posisi peci hitam yang dipakainya.
“Lha emang kenapa, mas?” tanyaku keheranan.
“Pokoknya gubrak banget deh, mas. Mosok sudah jelas-jelas bapak yang dipanggil ke Istana Bogor. E, pas keluar Istana malah bilang datang atas permintaan sendiri selaku ketua Pencak Silat sambil ngasih gelar pendekar pulak!” Katanya lagi dengan wajah penuh dongkol.
“Terus?”
“Kurang dikerjain apa bapak pada Jokowi? Kok sekarang malah diminta memastikan Jokowi menyelesaikan jabatannya. Udahlah, aku nggak ‘nyampek’ ama pola pikir bapak sekarang. Udah langitan. Nggak mudeng-nggak mudeng!” Katanya lagi.
Ya, saya dan kader-kader muda partai lainnya sebenarnya sama. Sama-sama masih masih terbengong-bengong dengan beberapa instruksi Prabowo agar tidak usah memikirkan atau membahas soal impeachment atau istilah sejenis pendongkelan jabatan Jokowi.
Padahal kami tahu betul pengorbanan Prabowo untuk semua ini. Dari biaya, waktu hingga perasaan. Kadang masih terlintas soal perjanjian batu tulis, kibaran bendera Gerindra di KPUD saat pendaftaran Jokowi sebagai Cagub DKI hingga ucapan "copras-capres” atau “ramikir-ramikir” Jokowi saat detik-detik jelang pencapresannya.
Lalu setelah ‘sebegitunya’, masih juga Prabowo pasang badan untuk Jokowi sebagai Presiden. Khususnya soal hak preogratifnya memilih Kapolri.
“Sabdo Pandhito Ratu, mas” kata salah satu staff pribadi lain pak Prabowo hari yang lalu menjawab pertanyaanku perihat sikap Prabowo sekarang. Tetap atau berubahkah perihal pasang badan untuk Jokowi ini?
“Tan keno mencla-mencle...!. Walau kita sama-sama sakit, sikap bapak nggak berubah. Yang disampaikan di Istana Bogor perihal Kapolri juga tidak berubah. Apa pun keputusan Jokowi soal Kapolri, Prabowo dan KMP mendukung!” Jelasnya lagi.
Aku hanya terdiam, mendadak sedikit ada gatal-gatal dikepala yang ingin kugaruk-garuk tetapi aku tahan. Banyak sekali sekelebatan pikiran ini hilir mudik didalam kepala.
Aku fikir, dengan berjalannya waktu. Apalagi usai sejenak kutinggalkan rimba beton Jakarta untuk mengunjungi pegunungan Jayawijaya di Papua—ada perubahan sikap dan kebijakan Prabowo. Setidaknya ada kelonggaran buat kami-kami yang masih muda ini untuk memuaskan diri menyindir Jokowi atas ketidakmampuannya menghadapi pusaran arus deras dan dalam di lingkungan politiknya sendiri.
Kadangkala sempat pula ingin aku tertawa terbahak-bahak saat awal Januari 2015 kudengar kabar Jokowi mulai merasa sendiri dan terasing dilingkungannya. Serasa ada bisikan setan yang mendorongku mengatakan “emang enak masuk program akselerasi?”
Astagfirullah, niat ucapan itu segera kucabut.
Mendadak teringat kata Prabowo agar mengubur dalam-dalam ego pribadi dan mengangkat tinggi kepentingan bangsa dan negara. “Kita belum utuh menjadi seorang manusia, sebelum kita menjadi bagian dari perjuangan yang lebih besar dari diri kita sendiri…!”. Kurang lebih itu yang pernah disampaikannya saat makan malam di kediaman pribadinya di Bukit Hambalang.
Dan kini, situasi bangsa dan negara dalam titik yang kritis. Persoalan Kapolri baru pasca berhentinya Kapolri terdahulu (pak Sutarman) masih terus mengambang. Rakyat menunggu. Rakyat galau. Rakyat butuh kepastian.
Calon tunggal Kapolri yang diajukan Jokowi juga masih belum jelas pengangkatannya. Bahkan tampak masih ‘mbulet’ walau sudah dibentuk tim ini dan itu.
Kalau memang BG harus dilantik, lantiklah! Prabowo dan KMP mendukung. Jangan biarkan intitusi Kepolisian, salah satu alat negara seperti ayam kehilangan induk. Kejelasan hirarki komando berantakan dan aparatnya kleleran.
Bahkan jika akhirnya dibatalkan—Prabowo dan KMP mendukung!
Segera lantik calon Kapolri yang baru. Tidak perlu khawatir dengan kabar burung yang beredar di social media yang mengatakan jika BG akan membongkar kecurangan Pilpres 2014 jika pelantikannya batal. Kalau pun akan dibongkar sekali pun, memangnya Prabowo akan mengungkit-ungit dan nggrenjengi untuk memundurkan waktu? Tidak!
Prabowo tidak serendah itu.
Saya jadi sepakat dengan kata kawan sebelumya jika Prabowo sudah beda ‘maqom’ nya. Sudah kelas langitan. Ciri-cirinya sangat mudah dikenali. Salah satunya adalah dari statemenya yang pendek ala bait hikmah para sufi dan terdapat pesan dalam bahasa sanepan atau sanepo/kiasan.
Pemberian gelar “pendekar” pencak silat saat di Istana Bogor misalnya. Artinya tentu bukan “pendek tapi kekar” tapi isyarat bahwa Prabowo meminta Jokowi agar menjadi ksatria pilih tanding. Kuat dan berani menjaga idealisme dan wibawa jabatan kepresidenan.
Ya, suka tidak suka—boleh dipanggil tim survey saat Pilres sebelumnya untuk mengukut tingkat kelelahan rakyat dengan kondisi ini. Rasanya tak elok jika terus diulur-ulur. Imbas ketidakpastiannya merembet kemana-mana. Jangan sampai nanti rakyat kesal, mereka melempari mobil kepresidenan dengan telur busuk.
Ya, kalau ributnya hanya internal satu bangsa. Bagaimana jika dalam kondisi ini masuk pihak asing yang mengakibatkan kerugian dan kekacauan yang diluar bayangan kita?.
Contohnya tentu statement Tony Abott-- PM Australia, di media ia mengancam akan mengambil respon diplomatik yang cukup keras. Mendompleng kasus eksekusi bandar narkoba.
Apa kita tidak lupa ancaman serupa saat sebelum lepasnya Timor-timur tahun 2000-an?
Siapa nanti yang repot coba? Jokowi, Prabowo atau kita semua sebagai rakyat Indonesia?
Jadi Jokowi, jangan ragu-ragu soal Kapolri baru. Jikalau pun ada apa-apa. Istana Bogor ke Bukit Hambalang tidak jauh tempatnya. Saya rasa Prabowo akan sangat terbuka mendapat tamu seorang Presiden. Sekali-kali coba racikan kopi Prabowo yang terkenal sedapnya. Boleh cek ke semua anak buahnya selama beliau masih aktif di Kopassus.
Kalau masih juga ragu-ragu dengan ketulusan Prabowo, silahkan cek juga wajah Prabowo dan para “ojek payung” pribadinya. Ceria dan tanpa dendam. Walau sambil hujan-hujanan.
Sekian, selamat siang dan tetap MERDEKA!
====
Note:
Sabda panditha Ratu: Ucapan pemimpin adalah titah/perintah. Tan keno mencla-mencle : ucapan pemimpin harus konsisten, tidak boleh berubah-uba